Rebut Total 150 Juta dengan Mengikuti “Call For Papers Muhammadiyah”

Call For Papers Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Muhammadiyah

Ketentuan :

Filsafat Pendidikan Islam (Menurut Filsuf Muslim Klasik, Modern, Kontemporer)

  1. Pandangan Tentang Alam Semesta
  2. Pola Perkembangan Kehidupan Manusia,
  3. Perkembangan Jiwa Manusia
  4. Ilmu Pengetahuan & Teknologi (Peran Bagi Pengembangan Peradaban)
  5. Pembelajaran (Cara Memperoleh Ilmu)
  6. Sejarah dan Masa Depan Peradaban Umat Manusia (lihat doktrin tentang kiamat dan imajinasi tentang baldatun toyyibatun wa robbun ghafur)

Filsafat Pendidikan Muhammadiyah (sebagai terapan Filsafat Pendidikan Islam)

  1. Fungsi ilmu, akal dan pembelajaran
  2. Ilmu sebagai hasil belajar
  3. Makna kemanusiaan bagi pengembangan kesalehan syar’i
  4. Fungsi komunitas bagi pengembangan dan pemeliharaan kesalehan syar’i
  5. Revitalisasi Pendidikan Islam Keputusan Muktamar Yogyakarta 2010
  6. Pendidikan Menurut Generasi Pendiri dan Pelanjut

Syarat :

  1. Peserta dapat dikuti persorangan atau kelompok maksimal 3 orang.
  2. Peserta menuliskan FPI atau FPM sesuai tema dan subtema yang dikehendaki.
  3. FPI minimal 50 halaman, FPM 20 halaman. Masing-masing 1,5 spasi.
  4. Tulisan atau riset belum pernah dipublikasikan.
  5. Ditulis dalam bahasa indonesia dan catatan kaki.
  6. Naskah lengkap dikirim ke Email diktilitbang@muhammadiyah.id dengan format subjek CFP2017 spasi NAMA contoh CFP2017 Fira Astuti

 

Timline

31 Juli 2017                            : Pengiriman Ringkasan Proposal

20 Agustus 2017                     : Pengumuman Tulisan Terpilih

20 Oktober  2017        : Pengiriman lengkap

Contact Person: 089696936462

 

Contoh cara menulis For Call Papers;

Setiap rujukan yang dijadikan basis analisa hendaklah kutipan langsung, lalu dikaji menurut cara pandang yang dianut penulis.

Kajian atas pandang Filsuf Muslim atau tokoh Muhammadiyah difokuskan pada padangan tentang manusia, ilmu, kurikulum, guru dan kegiatan belajar-mengajar.

Sekedar contoh berikut dikutipkan Rumusan Filsafat Pendidikan dalam beberapa kepustakaan yang beredar luas di Indonesia.

Pandangan Ibn Sina[1] Tentang Kejadian Alam melalui Emanasi

  • الإبداع هو أَن يكون من الشىء وجود لغيره, متعلق به فقط, دون متوسط من مادة, أَوآلة, أَوزمان.
  • وما يتقدمه عدم زمانى, لم يستغن عن متوسط.
  • والإبداع أعلى مرتبة من التكوين والإحداث.

Maksud teks tersebut menurut Mehdi  Ha’iri Yazdi adalah sebagai berikut: “Emanasi (al-Ibda’) adalah sesuatu yang dengannya sebuah eksistensi dilahirkan dari yang lain, dan bergantung pada eksistensi lain tanpa perantaraan materi, instrument, ataupun waktu. Tetapi, suatu yang didahalui oleh noneksistensi dalam waktu tidak akan membutuhkan perantara. Tindak emanasi, karenanya, mempunyai derajat yang lebih tinggi dari tindak penciptaan dan kontingensi.”[2]

Aliran Pragmatisme:

Aka-pikir kejiwaan (mind) dan materi (matter) bukanlah dua hal terpisah dan independen. Manusia hanya mengetahui materi sebagaimana mereka mengalami dan berefleksi atas dasar pengalaman tersebut dengan akal-pikir-kejiwaan mereka.

Pelajar merupakan subjek yang memiliki pengalaman, yang mengalami, sehingga menjadikannya mampu menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan situasi problematik. Seorang pelajar, dalam belajar sebagaimana ia bertindak terhadap lingkungannya, dirangsang bertindak oleh lingkungannya. Pengalaman sekolah adalah bagian dari hidup daripada sekedar persiapan untuk hidup. Cara seseorang belajar di sekolah tidaklah berbeda secara kualitatif dari cara ia belajar dalam aspek-aspek lain kehidupannya.

Guru bukan seorang guru dalam pengertian tradisional. Bukanlah seseorang yang mengetahui apa yang dibutuhkan subjek didik di masa depannya karenanya mempunyai fungsi menanamkan unsur esensial pengetahuan pada diri subjek didik. Tak seorang pun mengetahui apa yang dibutuhkan subjek didik karena kita hidup dalam sebuah dunia yang senantiasa berubah.

Guru adalah pendamping yang lebih berpengalaman, karenanya dipandang sebagai pemandu dan pengarah.

Kurikulum tak boleh dibagi dalam bidang materi pengajaran yang membatasi dan tidak alamiah. Kurikulum perlu dibagun atas dasar unit-unit alamiah (wajar) yang tidak menimbulkan persoalan dan pengalaman yang menekan para subvjek didik. Unit-unit khusus studi bisa saja berbeda dari tiap tingkat, tapi ide utamanya ialah bahwa materi pengajaran tradisional (seni, sejarah, ilmu pasti, membaca) dapat dianyam ke dalam sebuah teknik pemecahan masalah yang menggunakan naluri keingintahuan pada subjek didik untuk mempelajari materi pengajaran tardisional seperti mereka menggeluti berbagai problem dan isu yang sangat menarik buat mereka dalam pengalaman keseharian.[3]

Pandangan Pragmatis (dzarai’iyyah) Ibn Khaldun:

Manusia menurut Ibn Khaldun, memiliki kelebihan dibading makhluk lain, karena kemampuan idrak (kesadaransubjek atas sesuatu di luar diri), juga memiliki akal pikiran (al-fu’ad) yang berpusat pada system saraf otak, sehingga mampu melakukan persepsi, abstraksi, dan imajinasi. Aktivitas berfikir ialah proses kejiwaan di balik pencerapan inderawi dan proses mondar-mandir kognitif, mengabstraksi dan mensistematisasi cerapan inderawi. Pengetahuan yang diperoleh seeorang melalui pembelajaran adalah hasil belajar bukan sekedar bakat bawaan.[4]

[1]). Ibn Sina, Al-Isyarat wa Al-Tanbihat (Kairo, Daar Al-Ma’arif, 1950), p. 95-97

[2]). Mehdi Ha’iri Yazdi, Ilmu Hudhuri: Prinsip-prinsip Epistemologi dalam Filsafat Islam Dari Suhrawardi via Wittgenstein (Bandung, Mizan , 1994), hlm 177.

[3]). George R. Knight, Issues and Alternatives in Educational Philosophy (Filsafat Pendidikan) (Yogyakarta: Gama Media, 2007), hlm 118-121. Lihat juga George F. Kneller, Introduction to the Philosophy of Education (New York: John Wiley & Sons, Inc, 1964), p. 37-38

[4]). Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam (Perspektif Sosiologis-Filosofis) (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hlm 176-177.