Tatkala Pendidikan Moral Terabaikan

Ust. Wahyudi Abdurrahim, Lc. M.M

Beberapa waktu lalu, selepas pengumumam ujian nasional, terdapat fenomena yang sangat menyedihkan. Para pelajar yang dinyatakan lulus ujian nasional, merayakan kelulusan dengan berbagai aktivitas yang menyimpang. Tidak ada bedanya, antara mereka yang sekolah umum, atau dari madrasah diniyah. Tidak ada bedanya antara yang berjilbab, dengan yang berbikini.

Baju dicorat coret, disobek-sobek, pesta miras hingga pesta seks. Pelajar macam apakah ini? Moral pelajar ke manakah? Pendidikan mental ada di manakah? Memang ada yang merayakan kelulusan engan membagi sedekah kepada yang membutuhkan. Namun tidak banyak jika dibandingkan dengan mereka yang berprilaku menyimpang dari tuntunan syariat.

Itu sekadar gambaran kecil dari kelulusan. Belum lagi ketika kita melihat para siswa yang masih dalam taraf belajar. Fenomena minum, pergaulan bebas, nonton pornografi dan lain sebagainya. Menyedihkan lagi, ada guru yang dipolisikan oleh muridnya karena ingin menegakkan disilin. Ia masuk penjara karena menghukum siswa.

Akibatnya, guru mengajar sekenanya. Ia hanya menyampaikan ilmu, bukan mendidik siswa. Ia sekadar lepas dari tanggungjawab sebagai seorang pendidik, dan tidak ada tanggungjawab untuk memperbaiki akhlak bangsa melalui pendidikan budi pekerti.

Jadi, lengkaplah persoalan. Wali murid terlalu jauh turut campur persoalan pendidikan, guru takut dipidanakan, siswa ingin bebas. Maka yang terjadi adalah dekadensi moral yang luar biasa. Padahal siswa ini adalah asset bangsa. Pelajar ini yang kelak akan membawa negri ini agar lebih baik. Jika moral siswa hancur, lantas kepada siapakah masa depan bangsa ini akan berikan?

Saya jadi teringat buku ta’limul muta’allim. Buku kecil itu wajib diajarkan di pesantren-pesantren tanah air. Buku itu menjadi panduan bagi santri untuk beretika dan berbudi pekerti. Buku itu tidak tebal, namun sarat dengan tuntunan akhlak.

Ta’limul muta’allim mengajarkan kepada siswa bagaimana kita belajar, untuk apa, bagaimana cara mendapatkan ilmu, kapan waktu yang efektif? Juga bagaimana etika kita dengan ilmu, dengan guru, dengan diri sendiri dan dengan sesama teman?

Ulama kita terdahulu sangat menyadari pentingnya akhlak dalam menuntut ilmu. Merekapun banyak menuliskan buku-buku akhlak bagi para pelajar waktu itu. Dari sini, siswa mendapatkan ilmu, tau tujuan belajar dan juga memiliki budi pekerti yang luhur. Tidak heran jika kemudian Islam mampu menggenggam peradaban dunia. Islam meraih masa keemasan peradaban dengan nilai moralitas tinggi.

Penanaman akhlak bagi siswa menjadi sebuah keharusan. Materi aakhlak tidak boleh hilang dari system pendidikan nasional. Pengajarn akhlak itu bukan saja demi kebaikan siswa, namun juga guru, ilmu dan tentu saja masa depan bangsa. Pendidikan moral menjadi salah satu sarana efektif untnuk mencegak dekadensi moral pelajara kita. Wallahu a’lam