
SangPencerah.id– Wakil Ketua Komisi Agama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sodik Mudjahid meminta tradisi sidang isbat untuk menentukan awal Ramadan dan Syawal dihentikan. Sebagai gantinya, ia menyarankan pemerintah menyiapkan tim ilmuwan untuk menetapkan kalender hijriah permanen.
“Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sesungguhnya penetapan kalender, termasuk di dalamnya penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal, sudah bisa dilaksanakan dengan akurat puluhan tahun sebelumnya dalam sebuah kalender hijriah permanen,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu, 24 Mei 2017.
Menurut Sodik, selama ini, sidang isbat memiliki banyak kekurangan. Karena itu, hal tersebut layak dikaji keberadaannya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini.
Selain itu, kata politikus Partai Gerindra ini, sidang isbat sering mempertontonkan perbedaan pendapat di kalangan ulama pimpinan umat saat menghadapi bulan suci Ramadan. Perbedaan ini dapat diartikan masyarakat awam sebagai bentuk ketidakkompakan dan kesan perpecahan antara ulama dan ormas Islam.
“Penetapan isbat beberapa hari sebelum bulan puasa sering memperkuat dan mempertegas kebingungan di kalangan umat awam atas perbedaan tersebut,” ujarnya.
Selain itu, proses sidang isbat, mulai kegiatan pengamatan di lapangan hingga sidang utama, memerlukan biaya yang cukup besar. “Lebih manfaat jika dana itu diserahkan kepada MUI dan ormas Islam untuk pembinaan umat selama Ramadan,” ucapnya.
Sodik menuturkan, sebelum sidang isbat, ormas-ormas Islam telah menetapkan dan mensosialisasikan ketetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal kepada jemaah masing-masing. Hal ini pun dipegang kuat sebagai pedoman berpuasa.
Menurut Sodik, bila sidang isbat dihapuskan, Indonesia masuk dalam era iptek yang total dalam penetapan kalender hijriah. Sehingga kalender hijriah permanen ini penting untuk perencanaan kegiatan umat ke depan.
Masyarakat awam pun tidak akan bingung dan dipertontonkan dengan kesan perpecahan setiap menghadapi Ramadan dan Syawal. Dana proses isbat yang besar juga bisa digunakan untuk pembinaan umat selama Ramadan.
Bila sidang isbat ditiadakan, ormas Islam mempunyai otonomi dalam isbat 1 Ramadan dan 1 Syawal tanpa ada perasaan sungkan akibat adanya perbedaan, seperti ketika masih ada sidang isbat. (sp/tp)