Nelayan Serahkan Mandat ke PP Muhammadiyah untuk Desak Menteri Susi

Sangpencerah.id – Merespon problem nelayan Indonesia yang masih banyak belum tuntas di selesaikan nelayan. Divisi Buruh Nelayan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PPM) mengadakan kegiatan “Kenduri Nelayan” dalam rangka meriahkan Hari Nelayan Nasional (HNN) Kamis, 6 April 2017.

Acara tersebut, dihadiri oleh peserta berasal dari nelayan Rembang, Tegal, Cirebon, Pati-Juwana, Brebes, dan mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah STIEAD Ahmad Dahlan Jakarta. Jumlah peserta yang hadir perkiraan 150 orang.

Acara Kenduri Nelayan juga di meriahkan oleh Sanggar Kumis teather kampus STIEAD Jakarta dengan menyanyikan 6 lagu, seperti Ibu Pertiwi, Indonesia Pusaka, Kolam Susu dan Lir Ilir.

Acara kenduri nelayan juga di isi oleh pidato dan testimoni para perwakilan nelayan dan mahasiswa. Yang menarik dari acara ini adalah kritik puisi untuk Jokowi dan Susi Pudjiastuti berjudul “Cantrang” karya Riyono yang juga nelayan.

Yang paling penting adalah penyerahan mandat perjuangan nelayan yang di tandatangani bersama sebagai komitmen perjuangan yang harus di tempuh. Hingga besok juga akan datang ke Komnas HAM RI untuk melaporkan bentuk pelanggaran HAM yang di lakukan oleh Susi Pudjiastuti.

Menurut Sutia Budi sebagai host acara kenduri bahwa “kegiatan dilaksanakan untuk peringati Hari Nelayan Nasional (HNN) 6 April 2017. Tujuan kenduri menghibur nelayan yang masih dalam tahap perjuangan. Jadi kita harus dukung.” Ujar Sutia Budi ditempat acara di Aula KH. Ahmad Dahlan Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Nelayan berharap agar aspirasinya bisa didengar oleh pemerintah dan memberikan solusi atas polemik aturan yang telah ditetapkan oleh Susi Pudjiastuti.

Mandat tersebut di berikan kepada Muhammadiyah untuk bersama-sama membantu advokasi dan lakukan jihad konstitusi dalam rangka mensejahterakan nelayan.

Menurut Rusdianto Samawa, Perwakilan Front Nelayan Indonesia (FNI) dalam orasinya “nelayan harus nyatakan pledoinya ke pemerintah agar bisa di bebaskan dari permen-permen yang selama ini dianggap menyesatkan dan tak berkeadilan. Kalau pemerintah Indonesia sudah tidak mendengar nelayan, maka perlu dilaporkan ke Mahkamah Internasional tentang pelanggaran HAM berdasarkan UU Laut Dunia.(sp/red)