Kejujuran (Antara Idealisme dan Sifat Kenabian)

Berangkat dari pengalaman pribadi selama hidup yang telah mengalami dan melewati beberapa fase kehidupan, bersinggungan dengan banyak orang dan kepentingan dari berbagai macam latar belakang, penulis bermaksud mengangkat kembali “tema usang” yang entah sudah berapa ribu kali dikumandangkan lewat toa – toa rumah ibadah, ceramah-ceramah di TV, tulisan – tulisan di media massa, obrolan di warung-warung kopi, mimbar-mimbar akademik di kampus dan sekolah, panggung-panggung jalanan, atau lewat isyarat alam. Ada beberapa alasan tema di atas penulis angkat, yang pasti kesemuanya semata-mata diniatkan untuk memberikan pesan positif dan mengingatkan banyak orang, lebih-lebih bagi penulis pribadi yang masih dalam taraf belajar memperbaiki diri, belajar menjadi insan yang lebih baik lagi.

Sifat jujur, diakui atau tidak adalah perbuatan yang berat, itu bila kita memaknai jujur dalam skala yang komprehensif, di segala lini kehidupan, dalam segala ucapan dan tindakan. Cobalah bertanya pada 10 orang, niscaya yang menjawab jujur itu berat ada 20 (karena bayangan mereka ikut menjawab). Perhatikanlah, bayangan tubuh kita pun sesungguhnya berdusta karena dia bisa mempersepsikan diri kita lebih tinggi, lebih rendah atau bahkan tak ada bergantung darimana sumber cahaya, dia tak pernah bisa jujur memvisualisasikan apa adanya kita.

Itulah mungkin sebabnya sifat jujur termasuk dalam salah satu sifat kenabian, yang hanya dimiliki orang-orang terpilih. Rosulullah Muhammad SAW terkenal dengan gelar Al Amin sebelum beliau diutus menjadi seorang Nabi dan Rosul, benih-benih sifat kenabian tersebut tercermin sejak Muhammad muda, ketika beliau menggembala, saat beliau berniaga dan berwirausaha hingga akhirnya membuat Khadijah jatuh cinta. Ketika kemudian Muhammad diangkat menjadi Rosul, salah satu sifat yang melekat pada diri beliau adalah As Shidiq (jujur/benar), sifat yang kemudian juga disandang oleh sahabat nabi yang utama dan mulia, khalifah pertama sepeninggal Rosulullah, Abu Bakar As Shidiq RA. Demikianlah Allah mensifati para utusan-Nya dengan sifat kejujuran sebagaimamana disebutkan dalam Al Quran:

“Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang jujur lagi tinggi”. (QS. Maryam (19): 50)

Begitu istimewanya sifat jujur sampai-sampai Allah menjanjikan surga bagi setiap orang yang bisa mencapai derajat ini, sebagaimana disebutkan dalam hadist:

“Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga..” (HR. Muslim)

Lawan dari shidiq (jujur/benar) adalah kizb (dusta/bohong), salah satu tabiat yang harus kita buang jauh-jauh, lebih – lebih bila dusta (baik perkataan maupun perbuatan) berakibat kerugian bagi materi dan non-materi bagi sesama (kerugian harta benda, nama baik, keselamatan jiwa, dst)

Salah satu dusta dalam perkataan yang tergolong dosa besar adalah persaksian palsu. Allah telah mengabarkan kepada kita lewat lisan kekasih-Nya:

“Maukah aku kabarkan kepada kalian sebesar-besarnya dosa besar? Itulah syirik, durhaka kepada kedua orang tua, dan memberi kesaksian palsu. Rasulullah SAW terus mengulang ucapannya, hingga kami pun berharap agar beliau berhenti mengulang.“ (HR. Bukhari)

Sedang, contoh dusta dalam perbuatan adalah terkait dengan perniagaan, yakni tentang takaran dalam proses jual beli, amat besar murka Allah bagi orang-orang yang berbuat curang.

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. Al Muthaffifin (83): 1-3)

Syahdan, pernahkah kau berdusta lalu hatimu gelisah dan resah, lalu berharap orang lain tak ada yang mengetahuinya? Itulah hakikat dosa! Tapi jika kau dusta tapi hatimu tak merasakan apa-apa, menangislah dan bertaubatlah karena boleh jadi hatimu telah membatu dan mati rasa, tertutup noktah hitam dosa.

“Tinggalkanlah hal yang membimbangkan kalian, menuju sesuatu yang tidak membimbangkan, sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan, dan kebohongan adalah kebimbangan”. (HR. Tirmidzi)

“….dosa itu adalah segala sesuatu yang menggelisahkan perasaanmu dan yang engkau tidak suka bila dilihat orang lain.” (HR. Muslim)

“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya…” (HR. Tirmidzi)

Pada akhirnya, marilah kita berlindung kepada Allah SWT dari buruknya sifat dusta yang bisa menjadi sebab musabab masuknya kita ke dalam seburuk-buruk tempat di yaumil qiyamah. Naudzubillahi min dzalik.

“…dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke neraka.” (HR. Muslim)

Kejujuran dan Idealisme Mahasiswa

“Sejarah dunia adalah sejarah orang muda, apabila angkatan muda mati rasa, maka matilah sejarah sebuah bangsa” (Pramoedya Ananta Toer)

Kaum muda dan idealisme adalah dua sejoli yang secara otentik harusnya saling membersamai. Mahasiswa sebagai perwujudan kaum muda terdidik lebih-lebih harus memupuk dan merawat idealismenya sendiri dari pengaruh pergerakan masif hedonisme, pragmatisme, egoisme, dan isme-isme negatif lainnya.

Dalam sejarah peristiwa – peristiwa besar dunia selalu kaum muda lah yang menjadi aktor utamanya, atau paling tidak menjadi aktor protagonisnya (walau ada juga yg menjadi aktor antagonis, yang jelas tidak ada yang berperan sebagai aktor figuran), kaum muda dan mahasiswa selalu menjadi motor penggerak perubahan. Lihatlah peristiwa penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih dilakukan saat usianya masih 20-an tahun, Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah juga dalam rentang usia yang relatif sama. Dalam sejarah bangsa kita, kaum muda dan mahasiswa lah yang ada di balik peristiwa bersejarah tahun ’66 dan ’98 dan banyak peristiwa lainnya.

Lalu, bagaimana dengan mahasiswa hari ini? Agaknya idealisme telah terkoyak oleh duri-duri bernama isme-isme yang penulis sebut di atas tadi, walau di sana sini masih ada mahasiswa “otentik” yang memegang teguh idealisme-nya namun trend menunjukkan gejala sebaliknya (semoga hipotesis ini banyak salahnya). Mahasiswa “kekinian/hitz” lebih peduli dengan eksistensi (narsis-tensi) diri ketimbang kualitas diri, lebih mementingkan kulit daripada isi, lebih menomer satukan hasil dan mengesampingkan proses, lebih sibuk mengurus diri sendiri abai dengan sesamanya, bersahabat dengan manusia tapi jahat dengan alam dan lingkungannya, mengaku pecinta alam tapi buang sampah sembarangan, dlsb.

Tak perlu terlalu jauh mendefinisikan apa itu idealisme dan bagaimana semestinya idealisme itu diejawantahkan dalam hidup dan kehidupan. Kita sederhanakan saja, tak perlu muluk-muluk membincang keberpihakan pada kaum tertindas, tak juga perlu berlebihan berbicara tentang sikap kritis kepada para penguasa culas. Memang benar itu semua adalah “Tugas Idealisme” mahasiswa selain tugas – tugas perkuliahan yang menumpuk tiap pekannya (sayang sekali banyak mahasiswa tidak menyadarinya), namun ada hal lain yang harus terlebih dahulu kita perbincangkan.

Sebelum menyeret idealisme keluar dari kampus untuk kita bawa melawan tirani – tirani busuk kekuasaan dan ketidakadilan, long march di jalan-jalan, bersuara lantang berpanas-panasan, tangan kiri diangkat mengepal tanda perlawanan, berhadap-hadapan dengan para pembela kebathilan. Marilah terlebih dahulu kita semua membawa idealisme itu jauh ke dalam hati dan pikiran, untuk kita resapi dan internalisasi dalam setiap kata dan perbuatan. Sudahkah tertanam dalam?

Salah satu wujud idealisme itu adalah kejujuran, jujur untuk tidak melawan kebenaran dan membohongi hati nurani dan keimanan, jujur untuk tidak menutup mata atas segala kesewenang-kewenangan, jujur untuk tidak berdiam diri melihat kedzoliman dan penindasan, jujur untuk mengakui mana kesalahan mana kebenaran, jujur untuk tidak berbuat curang dan melanggar peraturan, jujur untuk bisa mengakui kekalahan, dst

Maka, kepada para mahasiswa di manapun berada, sebelum kalian turun ke jalan menyuarakan perlawanan, bagaimana kabar tugas dan ujian? Bila kau curang, (sebagian) idealismemu telah tergadaikan, harta paling berhargamu telah hilang !

“Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda” (Tan Malaka)

@hanifird
Lamongan, 24/04/2017