Ulama Kalam Baru Itu Bernama Kyai Agus Purwanto

Ust. Wahyudi Abdurrahim, Lc. M.M:

Sebelumnya pernah saya sampaikan bahwa tujuan awal terbentuknya ilmu kalam ada dua, yaitu:
1. Membela akidah Islam dari serangan orang-orang non muslim, yaitu Manawi, Majusi, Yahudi, Nasrani, Dhariyuun, Atheis dan lain sebagainya. Mereka menyerang akidah Islam sesuai dengan konsep ketuhanan mereka. Selain itu, mereka juga menggunakan logika dalam menyerang prinsip ketuhanan yang dianut umat Islam. Ulama merasa berkewajiban membela akidah Islam. Dari sini pula, mulai muncul perkembangan ilmu kalam.
2. Menyerang kepercayaan mereka, dengan berpijak kepada Quran dan hadis nabi, serta menggunakan logika sebagar sarana untuk menghancurkan konsep ketuhanan mereka. Dengan demikian, mereka dapat tunduk dan mengakui kebenaran ajaran Islam.
Juga saya sampaikan bahwa dalam rangka pembela akidah Islam dan melakukan serangan balik kepada kepercayaan lawan, pertama, para ulama kalam berpijak dari nas al-Quran. Kedua, para ulama kalam menggunakan argument alam fisik untuk membuktikan kebenaran alam metafisik.

Dalam berbagai kajian ilmu kalam klasik, kita akan mendapati materi terkait dengan muatan fisika. Belajar kalam layaknya belajar sains. Ulama kalam mengkaji soal atom, ruang, waktu, gerak, ruang hampa dan lain sebagainya. Biasanya ulama kalam menyebutnya dengan istilah “Dalilul hudus” atau alam fisik sebagai pengantar menuju bukti keberadaan alam metafisik.

Kajian fisika itu, tujuan akhirnya adalah untuk menunjukkan bahwa Tuhan itu ada. Tuhan adalah Dzat Yang Maha Benar. Karena Ia terbukti ada, maka firman-Nya dalm kitabsuci juga benar. Artinya kitab suci juga benar adanya. Jadi, berbagai kajian terkait alam fisik itu, tujuan akhirnya untuk menunjukkan mengenai keberadaan Tuhan dan kebenaran firman Tuhan seperti yang termaktub dalam kitab suci.

Jika kita membuka buku Ayat-ayat Semesta seperti yang ditulis oleh Kyai Agus Purwanto, kita akan menemukan bahasan substansi kajiannya sama dengan substansi kajian para ulama kalam klasik. Bedanya adalah pemutakhiran data. Oleh karenanya, saya sebut beliau ini sebagai ulama Kalam Baru.

Kyai Agus Purwanto berpijak dari kitab suci. Beliau juga menggunakan argument fisika untuk menunjukkan mengenai kebenaran kitab suci. Bahkan beliau mendorong umat Islam untuk kembali melirik ayat-ayat kauniyah sebagai pijakan kita agar dapat bangkit dari keterpurukan peradaban.

Berikut ini petikan dari tulisan Kyai Agus Purwanto, yang sarat dengan gaya penulisan ulama kalam:

Pijakan dari wahyu:
Hal yang perlu digarisbawahi dari Atomisme Asy’ariyah adalah, pertama, gagasan ini murni dibangun atas dasar pondasi wahyu. Kedua, mempunyai kesamaan dengan teori atom modern. Konsekwensi penting dari kenyataan kedua ini adalah menguji kembali asumis-asumsi yang mendasari pandangan epistemology dan metodologi ilmiah yang diterima saat ini. Atomisme Asy’ariyah menyiratkan adanya kemungkinan cara lain dalam memandang dan memahami alam, tetapi berhasil merumuskan teori atom yang mempunyai kesamaan dengan fisika kuantum. (Ayat-ayat Semesta: 203)

Secara jelas, Kyai Agus Purwanto menggunakan pijakan wahyu. Ini sama persis dengan para ulama kalam klasik y ang juga menggunakan pijakan wahyu untuk membangun konstruksi pemikiran kalam mereka.

Argumen: Dalilul Hudus
Pasangan materi-anti-materi digabung dengan jagat raya berkembang memungkinkan ide jagat raya yang mengalami permulaan tanpa materi. Ide jagat raya tanpa materi dan berkembang menjadi jagat raya kekinian yang dipenuhi materi merupakan tema yang disebut baryogenesis, kelahiran materi atau baryon. Artinya jagat raya tercipta pada masa lalu dan berhingga. Pertanyaannya, apa yang ada ebelum jagat raya tercipta? Muslim menjawab dengan lugas, Tuhan Allah. (Ayat-ayat Semesta::334)

Untuk paragraf di atas, bertentangan dengan paham para filsuf Yunan atau filsuf muslim yang menganggap bahwa alam raya ini sifatnya qadim. Alam raya merupakan ma’lul dari Tuhan dan datangnya berbarengan dengan wujud Tuhan. Tapi menurut beliau, alam raya muncul dari ketiadaan. Jadi, pandangan beliau ini mematahkan argument para filsuf muslim sebelumnya. Argument ini oleh ulama kalam disebut dengan dalilul hudus.

Bukti Kebenaran Tuhan
Singkat kata, fenomena malam dan siang menuntun pada keterbatasan alam, baik dari aspek waktu maupun ruang. Keberhinggaan alam semesta pada sisi waktu pada gilirannya menuntut kehadiran Sang Pencipta. (Ayat-ayat Semesta: 228)

Paragraf di atas, secara jelas memberikan argument alam fisik, yang kemudian dijadikan sebagai premis dasar untuk membuktikan keberadaan Tuhan. Beda dengan para filsuf yang umumnya menggunakan argument illat ma’lul untuk menunjukkan mengenai keberadaan Tuhan.