Penasehat Ahok “Abaikan” Prof.Yunahar Sebagai Saksi Ahli dari Muhammadiyah

Sangpencerah.id – Ahok dan penasehat hukumnya menolak dan menyatakan keberatan atas kehadiran Prof.Dr.Yunahar Ilyas, Lc, MA sebagai ahli agama yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang ke-12 siang tadi, Selasa 21 Februari 2017.

“Sebagai kader Muhammadiyah kami merasa tersinggung dengan cara mereka. Mereka beralasan karena Buya Yunahar adalah Wakil Ketua Umum MUI Pusat, dimana MUI adalah pihak terkait yang mengeluarkan Pendapat Keagamaan atau fatwa soal ucapan Ahok yang dianggap menghina Al Qur’an dan Ulama”, tegas Pedri Kasman selaku pelapor.

Padahal Buya dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai ahli mewakili Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang sudah di BAP oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri. Beliau ditugaskan resmi oleh PP Muhammadiyah karena sesuai keahliannya. Beliau adalah Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Tarjih dan Tabligh yang urusannya kajian-kajian keislaman, fatwa dll. Prof.Yunahar juga guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di bidang tafsir. Beliau sudah menerbitkan banyak buku dan jurnal keislaman yang jadi rujukan di kampus dan masyarakat umum.  Jadi dari sisi bidang ilmu yang dimiliki dan jabatannya Prof. Yunahar sangat  layak dan kompeten sebagai ahli agama.

Alasan mereka bahwa pengurus MUI tidak bisa independen memberikan keterangan ahli juga tidak masuk akal. MUI dan juga Muhammadiyah jelas-jelas ormas Islam yang di dalamnya berhimpun para ulama yang ahli di bidang agama dengan berbagai cabang ilmunya. Kemana lagi penyidik dan Jaksa mencari saksi ahli agama kalau bukan ke ormas Islam atau Perguruan Tinggi Islam?

“Namun kami sangat senang dan apresiasi terhadap pembelaan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa Prof. Yunahar sangat tepat dihadirkan sebagai ahli agama. Sehingga akhirnya majelis hakim menetapkan bahwa sidang dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli Prof. Yunahar”, lanjut Pedri.

Sepanjang persidangan Prof.Yunahar sangat jelas dan mendalam keterangannya. Dengan jelas beliau menyebut bahwa pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu itu mengandung unsur penistaan terhadap Ulama dan Al Qur’an. Kata “dibohongi” yang digunakam Ahok jelas sangat tidak tepat. Ahok berarti menyebut para ulama dan siapa saja Ummat Islam yang menyampaikan Surat Al Maidah 51 berbohong dan Al Maidah 51 alat kebohongan. Sekalipun tafsir kata “auliya” dalam ayat itu bisa berarti “teman setia, penolong dll”. Tapi menyebut orang yang mengartikannya sebagai “pemimpin” berbohong itu jelas suatu penghinaan.

Pedri menduga manuver yang dilakukan pihak Ahok bagian dari upaya menutupi kelemahan mereka untuk menanggapi keterangan yang dipaparkan secara sangat mendalam oleh ahli terkait ilmu tafsir dan tafsir alma’idah 51 yang jadi kasus Ahok .Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta sidang sebelumnya, dimana pihak terdakwa selalu melontarkan pertanyaan diluar substansi permasalahan.

“Sekali lagi kami sampaikan bahwa sebagai kader Muhammadiyah kami tersinggung dan sangat menyayangkan cara-cara yang dipakai pihak Ahok dalam persidangan yang terhormat itu. Mereka semestinya menjunjung tinggi etika dan menghormati para ulama. Jika mereka keberatan dengan materi kesaksian semestinya materi itu yang dibantah. Penasehat hukum Ahok kami lihat sudah kehilangan akal untuk melakukan pembelaan, sehingga mereka mencari-cari celah untuk bermanuver”, tegas Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah ini.