Kesaksian Ketua PP Muhammadiyah di Sidang Beratkan Ahok

sangpencerah.id – Kesaksian Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas di sidang kasus penodaan agama kesebelas memberatkan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Di persidangan tersebut, Yunahar menyatakan kalimat dalam pidato Ahok di Kepulauan Seribu, yang berbunyi “dibohongi pakai Al-Maidah ayat 51″ menguatkan tuduhan penodaan agama untuk Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Sebabnya, menurut Yunahar, kalimat itu bermakna bahwa Surat Al-Maidah Ayat 51 menjadi alat untuk kebohongan.

“Kalau dibohongi pakai (surat) Al-Maidah 51 berarti (surat) Al-Maidah 51 itu sebagai alat untuk berbohong. (padahal) Al-Quran itu kitab benar. Yang memberatkan dari kalimat itu adalah adanya kata-kata dibohongi,” kata Yunahar dalam sidang kesebelas kasus Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, pada Selasa (21/2/2017) sebagaimana dikutip Antara.

Yunahar juga mengatakan bahwa pihak yang memiliki otoritas resmi paling kuat untuk menafsirkan maksud Surat Al-Maidah ayat 51 adalah para ulama Islam.

“Dalam menafsirkan, orang-orang harus punya ilmu-ilmu yang disyarakatkan untuk bisa memahami Al-Quran dan itu adalah para ulama karena mereka termasuk dalam orang yang meneruskan misi Nabi,” kata Yunahar.
Yunahar menilai Ahok sengaja menodai agama saat membicarakan Surat Al-Maidah Ayat 51 dalam pidatonya di Kepulauan Seribu.

Penjelasan Yunahar muncul setelah ketua Majelis Hakim di persidangan itu, Dwiarso Budi Santiarso bertanya kepada dia, “Apa yang dilakukan oleh terdakwa ini sengaja atau tidak menurut ahli?”

Yunahar kemudian menjelaskan, “Kalau menurut saya, seorang muslim pun belum tentu bisa mengutip Alquran pakai nomor ayat. Biasa mereka hanya bilang, ‘ada kok dalam alquran’.”

Lalu, Yunahar menambahkan, ”Berarti memang sudah ada memorinya, ada historisnya (Ahok).”

Dia menjelaskan pada dasarnya Indonesia bukan negara berdasar agama. Masyarakat Indonesia, kata dia, juga tidak menjadikan hukum agama sebagai rujukan utama. Tapi, bukan berarti juga boleh melupakan agama.

Karena itu, menurut Yunahar, isi pidato Ahok di Kepulauan Seribu tak masuk akal, sebab umat Islam di Indonesia tidak menuntut dibuatnya Undang-Undang pelarangan warga non-muslim menjadi pemimpin.

“Negara Indonesia bukan secara langsung negara berdasar hukum Alquran dan sunnah (nabi), tapi bukan berarti Indonesia juga meninggalkan Alquran dan sunnah,” ujar dia.

Atas dasar ini, Yunahar menilai kalimat Ahok, yang berbunyi “dibohongi pakai Al-Maidah ayat 51,” mengandung unsur penistaan terhadap ulama dan Surat Al-Maidah Ayat 51. (tirto/sp)