Menjadi Walikota, Dosen Universitas Muhammadiyah Ini Sukses Mempercantik Palangkaraya

Riban Satiya, Walikota Palangkaraya memegang Udang sebagai salah satu produk unggulan Palangkaraya

SangPencerah.id– Muhammadiyah, sebagai organisasi terbesar yang persebarannya merata diseluruh penjuru Indonesia ternyata banyak melahirkan politisi-politisi lokal yang sukses membangun daerah. Kita sering mengenal sosok Hery Zudianto dari Yogyakarta, Kang Yoto dari Bojonegoro, Masfuk dari Kabupaten Lamongan  dan beberapa nama lain yang cukup sering muncul dipemberitaan, hingga akrab dengan warga persyarikatan. Lalu siapa sebenarnya sosok Riban Satiya?

Riban lahir di desa Tangkahen, Kapuas, yang kini masuk Kabupaten Pulang Pisau, pada 5 Maret 1963. Ia menyelesaikan pendidikan SD-nya di Tangkahen pada 1976, SMP di Tewah pada 1980, dan SMA di Palangka Raya pada 1983. Setelah menamatkan pendidikan sekolah menengah, ia menempuh pendidikan perguruan tinggi di Universitas Palangka Raya dan lulus dengan gelar D-3 pada 1986, S-1 di Universitas Muhammadiyah Palangka Raya pada 1993 dan S-2 di Universitas Gajah Mada (UGM) pada 2001. Pada 23 Januari 2016, Riban secara resmi menyandang gelar doktor administrasi publik setelah berhasil lulus dalam ujian terbuka program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah Mada.

Hingga saat ini, selain menjadi Walikota, Riban mengembangkan karirnya didunia akademis sebagai pengajar di Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Riban  menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Palangka Raya pada periode 2007-2011 dan 2011-2017. Pada Pilkada Tahun 2008, berpasangan dengan Maryono, Riban yang diusung PAN dan beberapa partai menengah lainnya berhasil  memenangkan Pilkada Palangkaraya.

Riban mencalonkan diri kembali sebagai wali kota Palangka Raya untuk periode kedua, kali ini ia diusung kembali koalisi PAN, Golkar dan beberapa partai kecil lainnya. Kali ini ia berpasangan dengan calon wakil wali kota Mofit Saptono Subagio. Pilkada Kota Palangka Raya diselenggarakan pada 5 Juni 2013 dan diikuti oleh enam pasangan calon. Pada 12 Juni 2013, KPU  Kota Palangka Raya secara resmi menetapkan pasangan M. Riban Satia dan Mofit Saptono Subagio (RiMo) sebagai wali kota dan wakil wali kota Palangka Raya terpilih periode 2013-2018 dengan mengantongi suara terbanyak total 33.146 suara. Praktis dalam dua kali Pilkada di Palangkaraya, Riban sukses mengalahkan kandidat partai politik terkuat di Kalimantan Tengah, PDI Perjuangan.

Kiprah Riban Dalam Mempercantik Kota Palangkaraya

”Pak Wali, hutannya kok semakin hilang?” Pertanyaan bernada kritik yang kerap dilontarkan teman-teman Riban Satia yang datang dari luar Kalimantan itu rupanya mengusik hati sang wali kota Palangka Raya. Bersama Wawali Mofit Saptono, Riban getol mempercantik dan menghijaukan wilayahnya.

Sebagai satu-satunya kota di Kalimantan Tengah (Kalteng), Palangka Raya memiliki kekhasan. Kota tersebut punya tiga wajah, yaitu perkotaan, pedesaan, plus hutan. Kota berjuluk Bumi Tambun Bungai itu memiliki 5 kecamatan dengan 30 kelurahan. Sepertiganya merupakan daerah pinggiran, bahkan pelosok. Dengan luas total 2.687 kilometer (km) persegi, Palangka Raya memang terlihat sangat luas bila dibandingkan dengan kota-kota di Jawa. Surabaya saja, misalnya, memiliki luas hanya sekitar 333 km persegi atau Kota Malang yang seluas 110 km persegi saja.

1358606373980687178

Kendati cuma sepuluh kelurahan di pinggiran, total luasnya mencapai tiga perempat wilayah Palangka Raya. Nah, masalahnya, wilayah itu belum bisa menikmati aliran listrik PLN. Ditambah lagi, infrastrukturnya sangat minim. Terasa jomplang jika dibandingkan dengan pusat kota. Contohnya saja jalan. Kota Palangka Raya yang tertata cantik dihubungkan dengan jalan beraspal yang sebagian besar mulus. Bahkan, ruas jalan utama yang menghubungkan Palangka Raya dengan kabupaten tetangga layaknya tol: lebar dan mulus. Namun, memasuki pelosok, sebagian besar jalan masih makadam, bahkan banyak yang berupa jalan tanah.

Problem lain yang menghadang adalah pertumbuhan ekonomi yang stagnan serta lapangan kerja yang sulit. Mereka lebih banyak mengandalkan alam, mulai berladang maupun berkebun.

Wajah Palangkaraya
Wajah Palangkaraya

Laiknya hukum alam, laron-laron akan mendatangi pusat cahaya. Demikian pula yang terjadi di Palangka Raya. Mereka yang tinggal di daerah pinggiran itu berlomba untuk urbanisasi. Magnet kota begitu menggiurkan. Walhasil, perputaran ekonomi jadi terpusat. Kelurahan-kelurahan terpencil semakin jauh tertinggal.

Sadar akan hal itu, sejak 2012 Riban menggulirkan kebijakan bagi-bagi lahan gratis 2 hektare untuk tiap-tiap kepala keluarga di kelurahan pelosok. ”Syaratnya hanya dua, yaitu tanah itu digunakan untuk kepentingan produksi serta tidak akan dipindahtangankan atau dijual,” papar Riban.index-akakka

Mereka yang berhak dapat lahan ”hutan mini” itu adalah semua warga pelosok yang sudah tinggal di tempat tersebut minimal lima tahun. Kebijakan bagi-bagi lahan yang merupakan hutan produktif tersebut juga dilakukan atas pertimbangan sebagai upaya untuk mengendalikan pembukaan ladang baru oleh warga yang tidak punya tanah pribadi. Ladang berpindah itu menjadi salah satu penyebab kerusakan bahkan kebakaran hutan.

Bukan hanya warga, tiap-tiap kelurahan pelosok juga mendapat ”hutan kecil” seluas 20 hektare yang menjadi tanah ulayat. Nah, tanah adat itu boleh dikelola dan hasilnya total digunakan untuk pemenuhan kebutuhan kelurahan setempat. Tak perlu ada yang disetorkan ke pusat kota.

Riban sadar bahwa warga butuh kepastian hukum atas tanah gratis yang diterima. Lantaran lahan tersebut berstatus hutan produktif, tidak mungkin legalitasnya dijadikan sertifikat hak milik (SHM). ”Kami berusaha mendekati Kementerian Kehutanan agar statusnya jadi areal peruntukan lain,” papar Riban.

Kegetolan Riban melestarikan alam kota yang juga jadi ibu kota Kalteng itu dilakukan dengan memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH) demi menjadi paru-paru kota. Dipaparkan, Palangka Raya masih memiliki 38 hektare lahan hijau. Salah satunya terdapat di kawasan Soekarno-Hatta. Dari dalam mobil Terios putih yang siang itu mengantarkan sang wali kota meluncur ke salah satu rumah makan khas Palangka Raya, Riban menunjukkan wilayah yang bakal digarap pemkot. ”Lahan itu dulunya ada hunian liar, tapi sekarang sudah bersih,” jelas dia.

sungai-kayan-kota-palangkaraya-kalimantan-tengah

Hutan kota tersebut bakal ditanami buah-buahan khas Kalteng seperti wua nanakan atau cempedak, layung, ruyan, ihem puteren, ihem tungku, serta lehat. Juga tanaman herbal. Misalnya pasak bumi, seluang bumi, sambung urat, pasan siri, akar kuning, bawang hantu, dan paku ate. ”Jangan sampai tanaman langka itu punah. Jika di hutan kota ada, nantinya anak-cucu yang tinggal di pusat kota pun bisa melihat dan belajar. Hutan kota bisa merangkap jadi hutan edukasi,” ujar dia.

Tak cukup membagikan lahan gratis, Pemkot Palangka Raya juga membagi-bagikan bibit secara cuma-cuma untuk ditanam warga di depan rumah mereka. Misalnya kelapa gading, yang indah dipandang sekaligus bisa dinikmati hasilnya. Riban mengklaim sudah mengawali penanaman itu dari diri sendiri. ”Kalau ingin mengajak orang lain berbuat sesuatu, ya saya sendiri kan juga harus memulainya,” tutur pengganti Wali Kota Tuah Pahoe itu

Kirim Putra Daerah Ke Kampus Terkemuka

Terlahir dari keluarga kalangan bawah yang tinggal di pelosok Borneo, Riban merasakan benar bagaimana sulit dan mahalnya mendapatkan akses pendidikan. Semasa SMP di Tewah, dia harus membiayai sendiri sekolahnya dengan memberikan les privat kepada bocah SD maupun yang sama-sama duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Perjuangan hidup itu membuat Riban memprioritaskan pendidikan dalam program kerjanya. Dia juga menyadari bahwa pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia yang sangat penting bagi pengembangan daerah.

(baca juga : Kampus Universitas Muhammadiyah Palangkaraya kelola 5000 Hektar Hutan Pendidikan )

Sadar akan hal itu, salah satu yang dilakukan Riban adalah mengirim putra-putri daerah terbaik untuk menimba ilmu sampai perguruan tinggi di Jawa. Sejak 2012, Palangka Raya mengirimkan 20 putra-putri daerah ke Universitas Indonesia (UI). Jurusan yang dipilih adalah yang belum ada di Palangka Raya.

”Mereka itu hasil seleksi oleh UI dari ratusan anak pelosok yang berprestasi tapi kurang mampu secara ekonomi,” tegas kepala daerah yang pernah merangkap sebagai dekan FISIP Universitas Muhammadiyah Palangka Raya itu.

Setiap tahun Kota Palangka Raya mengucurkan Rp 2 miliar untuk membiayai kuliah putra daerah. Tiap penerima beasiswa juga diberi uang saku. Sebab, mereka memang berasal dari keluarga bersahaja.

Mengapa UI? Dengan santai Riban menjelaskan, ketika itu yang jemput bola dengan mengajukan penawaran memang hanya kampus papan atas di Jakarta tersebut. Tapi kini, selain ke UI, putra daerah juga dikirim ke UGM dan kampus lain. Kewajiban mereka adalah belajar sebaik-baiknya dan pulang ke kampung halaman. Dari angkatan pertama, sudah lulus 15 orang dan langsung menjadi tenaga kontrak di pemkot. Sisanya ditargetkan menyelesaikan studi tahun depan. ”Yang membanggakan, ada tiga yang lulus cum laude,” kata Riban.

(baca juga : Unmuh Palangkaraya Menjadi Pusat Obat Tradisional Berskala Dunia)

Pemkot merasa punya kewajiban untuk memperjuangkan nasib sarjana rekrutan istimewa tersebut. Dari tenaga kontrak, mereka diupayakan bisa menjadi CPNS. (sp/jp)