Pemda DKI Izinkan Berdiri Vihara Tapi Gusur Mushala di Pulau Pari

Sangpencerah.id – Pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) DKI Jakarta, Mustaqim Dahlan, protes keras atas sikap Pemerintah DKI Jakarta yang memperbolehkan berdirinya sebuah Kelenteng atau Vihara di Muara Angke, tapi menggusur Mushala di Pulau Pari.

Fungsionaris ICMI yang akrab disapa Alan ini mengungkapkan, pada Senin (5/9) pagi telah terjadi dua kegiatan yang menurut dia kontraproduktif. Pertama, di Muara Angke yang hampir 100 persen penduduk di sana Muslim, tapi ada pihak yang ingin mendirikan kelenteng atau vihara, padahal tidak ada umatnya.

Kemudian di sisi lain, lanjutnya, di waktu yang hampir bersamaan, sebuah Mushala di Pulau Pari akan dibongkar oleh Satpol PP, atas Surat Perintah Bongkar (SPB) dari Wakil Bupati Kepulauan Seribu. Padahal, di Pulau Pari hampir 100 persen penduduknya Muslim.

“Di Muara Angke, yang menginginkan didirikan kelenteng di sana bos-bos Cina yang punya kapal. Padahal tidak ada umatnya, ini sudah kami tolak. Sedangkan sekarang masyarakat sedang melawan pembongkaran Mushala di Pulau Pari,” ujar Alan seperti yang dikutip dari republika online.

Alan mengatakan, kalau kelenteng atau vihara di Muara Angke dibiarkan berdiri, nanti rumah ibadahnya ada, tapi umatnya tidak ada. Tapi di sisi lain, kalau mushala di Pulau Pari dibiarkan digusur, ada Muslim baik penduduk di sana atau pengunjung pulau yang tidak mendapatkan akses ibadah.

Sebagai warga negara, ia paham semua rumah ibadah, termasuk kelenteng dan mushala, itu hak dasar umat. Akan tetapi, pendiriannya harus tetap sesuai dengan aturan dan undang-undang. Kalau hari ini warga sudah mendirikan mushala di sana tapi ada upaya pemerintah lewat surat perintah bongkar (SPB), baginya sudah tentu yang memerintahkan Kepala Daerah DKI. Alasan yang dikemukakan, pembongkaran dilakukan karena area pembangunan mushala bukan peruntukkannya.

“Dan kasus ini sebenarnya bukan mendirikan, tapi merenovasi mushala,”  sambungnya. Sedangkan pembangunan kelenteng atau vihara di Muara Angke, masyarakat heran kenapa dibiarkan, sampai adanya protes dari warga. (sp/rol)