Persengketaan RSI Purwokerto Dalam Perspektif Fikih Islam

RSIP Milik Muhammadiyah

Manusia adalah khalifah Allah di muka bumi. Maksud khalifah di sisi adalah menjadi wakil Tuhan untuk mengurusi dunia dengan membangun peradaban. Segala sesuatu di dunia ini, pada hakekatnya adalah milik Allah semata. Manusia sama sekali tidak memiliki apapun, bahkan dirinya sendiri bukan menjadi hak dan miliknya. Oleh karena itu, Allah mengharamkan manusia melakukan tindak bunuh diri sebagai wujud pelanggaran atas hak Allah yang dititipkan kepadanya. Terkati hak Allah ini, Alah berfirman:

أَلا إِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَلا إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ

Artinya: ”Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah, sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui(nya).”[QS. Yunus : 55].

أَلا إِنَّ لِلَّهِ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ وَمَا يَتَّبِعُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ شُرَكَاءَ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ

Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan di bumi. Dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka-prasangka belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga” [QS. Yunus : 66].

Hanya saja, meski semua benda di dunia ini berupa titipan, bukan bearti kemudian tidak ada “kepemilikan” untuk manusia. Kepemilikan ini, pada dasarnya adalah hak titipan yang telah diberikan Allah kepada manusia. Jika tidak ada hak titipan, maka antar manusia akan sama rata sama rasa. Semua menjadi milik bersama dan bisa dinikmati bersama. Sikap seperti ini merupakan paham komunis yang ditentang oleh Islam. Sama rata sama rasa dengan menghilangkan hak milik kepada setiap individu, berdampak negatif terhadap berbagai sector ekonomi, menghilangkan nilai keadilan dan menimbulkan banyak sekali masalah sosial dalam masyarakat.

Hak titipan ini, lantas disebut sebagai hak milik. Banyak cara dan prosedur sehingga suatu harta atau benda bisa menjadi hak milik bagi individu atau kelompok masyarakat, di antaranya adalah bahwa harta benda berasal dari jerih payahnya atau ia dari hibah orang lain. Ketika sesuatu benda sudah menjadi hak milik individu atau keompok, maka barang tadi harus dijaga, dirawat atau ditumbuh kembangkan sehingga bermanfaat bagi dirinya atau orang lain. Terkait tipan Allah yang dianggap sebagai hak milik ini, Allah berfirman:

آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
Artinya: ”Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar” [QS. Al-Hadid : 7].

Islam sanga memberikan perhatian besar terhadap hak milik ini. Kepemilikan atas suatu benda, dianggap mempunyai sisi “kesucian”. Oleh karenanya, bagi mereka yang melakukan pelanggaran terhadap hak milik orang lain akan mendapatkan hukuman yang sangat berat. Bukan saja hukuman di dunia, namun juga di akhirat. Dalam ushul fikih, pelanggaran atas harta milik orang lain dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap salah satu dari lima prinsip dasar dalam maqashid syariah (addhariruyatul khamsah). Lima prinsip dasar itu adalah menjaga agama, jiwa, akal, harta benda, dan kehormatan.

Misalnya saja, bagi pencuri. Ia telah melakukan pelanggaran terhadap kepemilikan harta orang lain (hifzul mal). Mencuri maksudnya adalah mengambil harta orang lain yang disimpan baik-baik, kemudian diambil orang lain dengan cara diam-diam. Pemilik harta tidak tahu, jika harta yang telah dititipkan Allah kepadanya diambol orang lain. Akibat prilaku pencuri ini, ia layak untuk mendapatkan hukuman berat, berupa potong tangan. Perhatikan firman Allah berikut:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ.
Artinya: “laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana”. ( QS. Al-Ma’idah (5): 38)

Perampokan juga bentuk lain dari pelanggaran terhadap hak milik ini (hifzul mal). Bedanya dengan pencurian, perampokan dilakukan secara terang-terangan. Ia mengambil harta orang lain secara paksa di hadapan pemilik harta. Penjambretan, pendudukan harta orang lain secara paksa, mengambil harta orang lain dengan ancaman atau kadang hingga membunuh korban adalah bagian dari bentuk-bentuk perampokan ini.

Hukuman bagi para perampok tidak main-main. Mereka dianggap telah mengganggu ketertipan umum. Mereka membuat kekacauan di masyarakat. Mereka bukan saja melanggar atas kesucian harta benda, namun juga membuat onar di masyarakat. Mereka telah melanggar sisi keamanan. Dalam fikih Islam, mereka dianggap sebagai pelaku hirabah. Hukumannya bergantung pada tingkatan pelanggaran yang dilakukan. Dalam tingkat tertentu, mereka bisa dihukum mati dengan disalip. Perhatikan firman Allah berikut ini:

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ. إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ.
Artinya: “sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau poong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negri (tempat kediaaman). Yang demikain itu (sebagai) suatu penghinaan terhadap mereka di dunia dandi akhirat mereka beroleh siksaan yang besar, kecuali orang-orang yang taubat(di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka: maka ketauhilah bahwasahnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Ma’idah (5): 33-34)

Hanya saja, dalam masyarakat sering sekali terjadi perselisihan atas kepemilikan harta. Sengketa atas suatu kepemilikan harta, kerap kali terjadi. Jika di masyarakat terjadi perselisihan atas kepemilikan harta, maka yang menjadi rujukan adalah al-Quran dan sunnah Nabi. Perhatikan firman Allah berikut:

‎فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama ( bagimu ) dan lebih baik akibatnya. [An-Nisa’ : 59]

Namun bukan bearti para pemilik harta yang saling bersengketa itu sama-sama mengambil ayat al-Quran atau hadis Nabi untuk dijadikan sebagai justifikasi kebenaran. Kembali ke Quran sunnah maksudnya adalah kembali kepada hukum Allah yang dipresentasikan melalui pengadilan (qadhi). Oleh karena itu, pengadilan dalam Islam sudah berlangsung sejak masa kenabian hingga kegenari setelahnya. Pengadilan dalam fikih Islam masuk bab al-Qadha. Untuk saat ini, yang dijadikan rujukan tentu lembaga pengadilan resmi yang berada di bawah pemerintah.

Pengadilan akan memutuskan perkara berdasarkan bukti. Pengadilan dilarang memberikan keputusan hukum berdasarkan apa yang ia ketahui tanpa adanya bukti, meski pengetahuannya itu benar. Di pengadilan, bukti berupa barang fisik atau saksi-saksi menjadi hal yang sangat penting dan fundamental.

Jika seseorang mengaku bahwa barang miliknya diambil orang lain, lalu pergi ke pengadilan, hal pertama yang harus ia sodorkan adalah bukti dan saksi. Mski suatu barang benar-benar memang menjadi hak dan miliknya, ketika terjadi persengketaan dan ternyata ia kalah bukti, maka pengadilan harus memutuskan berdasarkan bukti-bukti itu. Ia pun harus menerima keputusan pengadilan sampai ia mempunyai bukti baru yang bisa dijadikan bantahan untuk naik banding.

Dalam Islam, pernah terjadi seseorang yang mempunyai hak milik atas sesuatu, namun ia tidak mempunyai bukti. Maka ia pun harus merelakan barang miliknya. Siapakah ia? Dia adalah Khalifah Ali bin Abi Thalib. Suatu hari, baju besinya dicuri orang Yahudi. Ia tahu bahwa Yahudi itu pencuri. Lalu sang Khalifah Ali bin Abi Thalib mengadukan orang Yahudi ini ke pengadilan. Waktu itu, yang menjadi hakim di Lembaga Peradilan khilafah Islamiyah adalah sahabat Syuraih.

Hakim melihat dari sisi bukti. Baju besi itu berada di tangan orang Yahudi. Ali harus memberikan bukti bahwa barang itu menjadi hak miliknya. Kenyataanya, di hadapan pengadilan Ali tidak mempunyai bukti kuat, baik berupa saksi atau bukti fisik lainnya. Hakim, meski tau bahwa baju besi itu milik sang Khalifah tetap saja tidak bisa mengeluarkan keputusan hukum berdasarkan pengetahuannya itu. Hakim memutuskan bahwa baju besi menajdi milik Yahudi. Kehebatan peradilan Islam yang menjunjung tinggi hukum ini, meski yang mengadukan gugatan adalah khalifah, menjadikan seorang Yahudi ini masuk islam. Ternyata, khalifah sang pemimpin nomor satu di dunia Islam harus tunduk terhadap keputusan hukum.

Mari kita lihat kasus Rumah sakit Islam (RSI) Purwokerto. Jika kita lihat berdasarkan bukti-bukti yang ada, RSIP itu jelas milik Muhammadiyah. Terkait dokumen kepemilikan ini, bisa dirujuk ke web berikut: Naskah Asli Legalitas Akta Pendirian RSI Purwokerto Oleh Muhammadiyah

Kemudian ada yang melakukan gugatan. Maka status RSI menjadi tergugat. RSIP menjadi barang sengketa. Jika terjadi sengketa, maka yang harus dijadikan patokan adalah pengadilan. Siapapun harus tuntuk kepada keputusan pengadilan, kecuali ia punya bukti baru sehingga ia bisa melakukan banding. Pada 16/12/2015, SDA menggugat YRSIPurwokerto ke PN Purwokerto dgn reg perkara No. 54/Pdt.6/2015/Pwt. Kenyataannya PN Purwokerto telah memutus perkara tsb bahwa RSI menjadi hak milik Muhammadiyah. Keterangan selengkapnya bisa dirujuk ke web berikut: Sejarah, Kronologi, Bukti, dan Fakta Kepemilikan Rumah Sakit Islam Purwokerto

Karena ini sudah diputuskan oleh hukum, maka ia sudah berkekuatan hukum. RSI menjadi hak milik Muhammadiyah. Pihak yang menggugat harus menerima, kecuali punya bukti baru untuk melakukan banding.

Berbagai sikap yang menentang terhadap keputusan hukum tanpa prosedur hukum yang berlaku, dianggap sebagai sebuah pelanggaran. Maka pendudukan, demo dan berbagai sikap profokatir yang dilakukan di berbagai media massa tidak dibenarkan oleh fikih Islam dan bertentangan dengan nilai ajaran Islam. Bahkan bisa dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak milik yang telah ditetapkan oleh Islam. Ia dianggap telah melanggar salah satu dari maqashdi syariah, yaitu hifzul mal.

Proses pengadilan dengan serangkaian prosedurnya dan juga hormat terhadap keputusan pengadilan berdasarkan hukum yang berlaku, mestinya dipahami dengan baik oleh para santri yang setiap hari bergelut dengan kitab kuning. Kitab fikih semua madzhab, termasuk juga fikih Syafii selalu ada bab pengadilan atau qadha ini. Berbagai ilmu pengetahuan dalam fikih, sesungguhnya bukan sekadar menjadi pengetahuan semata, namun juga harus diamalkan dalam praktek sehari-hari.

Persengketaan yang terjadi di RSIP ini, juga tidak bisa dianggap sebagai “berebut atas perkara dunia”. Ia menyangkit hak milik yang telah diatur oleh Islam. Ia adalah persoalan fundamental karena menyangkut hak dan kewajiban seseorang atas suatu harta yang telah diamanahkan Allah kepadanya. Sekali lagi, hak milik ini dalam Islam merupakan perkara fundamental yang mempunyai tingkat kesucian tersendiri. Tidak heran jika kemudian pelanggaran atas hak milik mendapat hukuman yang sangat berat.

Jika persengketaan antar umat manusia dianggap sebagai berebut atas urusan dunia, tentu Islam tidak akan mengatur hak milik. Tentu tidak perlu lagi pengadilan. Biarlah semua harta benda di dunia ini menjadi hak bersama dan bisa dinikmati oleh sesama manusia secara bersama-sama, seperti yang terjadi dalam sistem komunis.

Kenyataannya, yang terjadi tidak demikian. Ia menyangkut hak yang pengaturannya diterangkan secara rinci dalam Islam dan dibahas panjang lebar dalam kitab-kitab fikih Islam. Maka hormatilah barang yang telah menajdi hak milik orang lain itu sesuai dengan hokum yang berlaku. Wallahu a’lam

Oleh : Wahyudi Abdurrahim, Lc

Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan Pondok Modern Almuflihun, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899