Ijtihad Sains Teknologi Melalui Muhammadiyah Untuk Indonesia

ilustrasi
ilustrasi

SangPencerah.com- Sudah kita ketahui bersama bahwa Muhammadiyah tampil sebagai fenomena ijtihad keagamaan di Indonesia, yaitu dengan mendobrak segala bentuk taqlid pada umat Islam di samping kurafat dan bid’ah serta mengajak mereka kembali ke jalan berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah. Lahirnya Muhammadiyah mengingat ketiga sikap tersebut kenyataannya telah menjadi salah satu biang dari kemunduran, kehancuran, dan keterbelakangan.

     Entah berapa lama umat Islam di bumi Nusantara ini tersisihkan. Ia seperti tidak memiliki tujuan. Ia seperti orang pasrah dengan sakitnya karena sudah mati rasa. Sakitnya pun seperti bagian tidak terpisahkan dari dirinya, khususnya yang diakibatkan berbagai jenis kuman “imperialisme” dan “kolonialisme. Susah bagi umat Islam untuk membasmi atau mengusirnya.

     Namun pada awal abad ke 20 ia tiba-tiba mendengar suara, yang mengingatkan penyakit yang mengeram dalam tubuhnya. Segeralah ia keluar dari kamar yang sudah mengekangnya selama ratusan tahun. Suara itu antara lain dikumandangkan oleh KH Ahmad Dahlan melalui gerakan keagamaannya.

     Perjuangannya telah menguakkan jalan bagi umat islam dengan membangkitkan potensi mereka. Kemudian menyebarkan benih ideologi di belakangnya. Begitu disemaikan maka dalam kurun waktu tertentu memperlihatkan hasilnya di hati kaum muslim. Sehingga ia menjadi kekuatan yang sangat efektif. Malah secara radikal mengubah tradisi kurafat, taqlid, dan bid’ah yang berkembang dalam diri mereka menuju pola kehidupan dan pemikiran yang berdasarkan ajaran Islam yang sebenarnya.  

     Perkataan-perkataannya telah melahirkan gerakan di segenap penjuru Nusantara untuk kemudian mendorong mereka melihat kondisi dan situasi yang sedang mereka hadapi. Munculnya fajar ini bisa dipandang sebagai babak pertama sejarah baru kebangkitan Islam di Indonesia. Sedangkan untuk menuju peradaban maksimal, mereka sedikit mungkin mengerahkan seluruh potensi sosialnya, sekalian mencari kepastian obat untuk penyakit dirinya yang masih misterius. Akhirnya ditemukan juga, meskipun untuk menyembuhkannya secara total, mereka akui sebagai pekerjaan yang berproses panjang. Di antaranya dengan menanam benih menantang kebodohan melalui berbagai sarana pembebasan, termasuk pendidikan.

     Sudah terbukti, “kemajuan Islam” dan “pendidikan Islam” itu bertalian erat Para pemikir muslim melalui wadah Muhammadiyah ketika itu benar-benar menjadikan pengetahuan sebagai kiat memperoleh kebahagiaan dan menghindari kesengsaraan.

Ijtihad Sains Dan Teknologi

     Apa hubungannya dengan Sains teknologi? Ya jelas ada!

     Sementara Sains Teknologi di Eropa/Amerika terus berkembang pesat, sebaliknya kondisi yang terjadi pada masyarakat di Asia Afrika, khususnya Indonesia, ialah keterbelakangan intelektual atau keminiman prestasi di bidang tersebut.  Akibat semua itu, dewasa ini hampir semua negara di Asia-Afrika tidak bisa melepaskan ketergantungan untuk mengadopsi berbagai produk Sains teknologi “dengan jalan mengadopsinya” atau “memproduksinya dengan lisensi”

     Jadi memang Eropa/Amerika dewasa ini harus diakui sebagai primadonanya. Ia mempeloporinya di atas landasan yang justru pembangun dasarnya justru datang dari kalangan cendekiawan Timur. Sedangkan kita selaku yang tinggal di daerah timur harus puas menjadi pengikut mereka.

     Apakah harus demikian terus? Tentu saja tidak !

     Kita sejak dini harus segera melangkah lebih jauh dan melompat lebih efektif. Antara lain dengan merumuskan visi sebagai unggulan serta didukung oleh program kongkrit dan langkag strategis. Terutama dalam menghadapi free trading di mana kita akan benar-benar dihadapkan pada faktor “Kecepatan Enginering”, “Kecepatan Kalkulasi”, dan “Kecepatan Analisis”.

     Tugas di atas mengisyaratkan keberanian untuk melakukan perubahan cara pandang, khususnya pendekatan kita terhadap Sains Tekonologi.

     Marilah kita hilangkan taqlid, yakni segala bentuk image (langsung atau terselubung) bahwa Indonesia akan selalu di bawah bangsa Eropa/Amerika di bidang sains teknologi sampai kapan pun. Karena secara alamiah tidak ada isyarat sedikit pun bahwa suatu bangsa akan di bawah bangsa lain di bidang Sains teknologi secara terus-menerus.

     Bukankah minimnya prestasi itu analoginya seperti kondisi umat Islam di Indonesia menjelang pembentukan Muhammadiyah?

     Jadi apa salahnya Muhammadiyah pun dengan bercermin pada latar belakang lahirnya organisasi ini melakukan gerakan ijitihad : mengubah segala bentuk image yang bersifat taqlid di kalangan masyartakat Indonesia terhadap seputar Sains teknologi. Toh semangat ijtihadnya itu sendiri terus berjalan sampai kini. Tinggal bagaimana mentransformasikan nilai reformasi pada saat Muhammadiyah lahir untuk mengobarkan semangat kebangsaan dalam rangka meningkatkan supremasi Indonesia pada Sains teknologi pada waktu sekarang.

     Dengan kata lain, Memperluas aplikasi, Memperbanyak sosialisasi, meluruskan image, dan Mempercepat pemahaman, yang semuanya tentang sains teknologi.

     Itu dari aspek pemikiran.

     Sedangkan untuk sisi pendidikannya adalah dengan mengubah pola belajar menuju percepatan kualitas SDM dalam rangka menghadapi persaingan antar bangsa.

     Bila selama ini “Rajin Pangkal Pandai” sangat dominan dipakai dalam kultur nasihat pendidikan, apa salahnya Muhammadiyah menambahkan slogan baru, seperti “Kreatif pangkal Pelopor”.

     Nenek-moyang kita sering mengatakan bahwa “Orang bodoh akan menjadi mangsa orang pintar”. Nasihat sederhana ini bisa bermakna besar kalau dilihat dalam konteks kesenjangan supremasi Sains teknologi antar bangsa. Malah bisa mengarah pada munculnya imperialisme gaya baru dalam bentuk eksploitasi oleh suatu bangsa terhadap bangsa lain, tanpa harus menguasai wilayah.

     Muhammaidyah melalui berbagai lembaga pendidikannya serta tersebar di seluruh penjuru Indonesia perlu menegaskan, suatu bangsa tidak akan berkembang bila selalu tergantung pada produk impor. Lebih buruk lagi, negara seperti itu hanya akan menjadi pion dari berbagai perusahaan raksasa transnasional dalam menover Machiavelistik.

     Semua itu tiada lain untuk “memecut, menyemangati, atau mengobarkan” upaya mempersempit kesenjangan tersebut untuk gilirannya terciptalah keseimbangan “bergaining position trading”.

     Ijtihad seperti inilah inti tujuan dari judul tulisan ini di mana pokok inspirasinya diambil dari latar-belakang lahirnya Muhammadiyah.

Lembaga Pendidikan Muhammadiyah

Pendirian lembaga pendidikan Muhammadiyah antara lain tertuju pada tiga hal : bentuk operasionalnya yang terorganisasi, sistem pendidikannya yang mengakomodasi, dan aprouch perhitungan yang efektif. Melihat kepiawaian manajemen pendidikan itu rasanya Muhammadiyah tidak akan mengalami kesulitan berarti untuk segera melakukan Ijtihad Sains teknologi seperti yang penulis maksud.

     Kalau selama ini image tentang aktivitas Kimia sering tertuju pada kampus, laboratorium, sampai apotik, apa salahnya Muhammadiyah melalui para guru/dosen terkait mengubahnya dengan mengatakan bahwa kebanyakan aktivitas ini terjadi di dapur rumah tangga. Toh untuk ngomong ini saja tidak perlu biaya. Sehingga diharapkan, kimia bagi siswa/mahasiswa kelak akan mereka rasakan sebagai yang terhubungkan dengan rutinitas. Selanjutnya akan semakin bergairahlah menekuni pelajaran ini.   

     Nah, inilah contoh ijtihad sains teknologi melalui Muhammadiyah yang penulis maksud, tepatnya melalui berbagai lembaga pendidikan milik ormas ini.

     Bukankah semua itu akan berlanjut pula dengan munculnya konsep bahwa untuk meringankan beban fakir miskin tidak harus dengan memberikan beras, lauk-pauk, sampai sayur. Bisa juga dengan pemikiran dari hasil kajian kimia berupa pemanfaatan dan pengolahan bahan dapur secara tepat guna. Soalnya banyak pemborosan terjadi di dapur hanya karena faktor ketidaktahuan.

     Bisa kita bayangkan. Berapa banyak biaya bisa dihemat berkat kepedulian civitas akademi melalui pemikiran.  

Oleh : Nasrullah Idris, Peminat Reformasi Sains Matematika dan Teknologi