Menteri Agama Membuka Jambore Nasional Pondok Pesantren Muhammadiyah

Menag Lukman Saefudin menanam pohon usai membuka Jambore Nasional Pondok Pesantren Muhammadiyah.

SangPencerah.com – Menteri Agama Lukman Hakim Saefudin meminta santri mempelopori say no to LGBT, juga pada gerakan sayno to radikalism, dan bentuk-bentuk penyimpangan yang justru tidak berlandaskan pada ajaran agama.

‘’Santri sudah membuktikan selalu menajadi pelopor dalam setiap upaya membentuk dan mengembangkan negara bangsa, sejak zaman kolonial, kemerdekaan sampai zaman reformasi saat ini. Karena santri memang menjadi kekuatan utama bangsa ini,’’ kata dia.

Menag hadir di Karangayar membuka Jambore Nasional Pondok Pesantren Muhammadiyah yang digelar selama tiga hari hingga Minggu mendatang di Bumi Perkemahan Delingan, Karanganyar. Jambore diikuti 1.200 santri dari berbagai pondok Muhammadiyah se Indonesia.

Sejumlah agenda digelar, antara lain lomba pidato Bahasa Arab, lomba qiroah, tahfidz Alquran, lomba cerdas cermat keagamaan, nasyid dan juga olah raga futsal. Lomba diikuti santri setingkat MTs hingga Aliyah.

Dalam kesempatan itu, Menag juga melakukan penanaman pohon di Bumi Perkemahan yang rencananya akan dijadikan pusat olahraga otomotif dan permainan lainnya, serta akan dijadikan taman bunga dan hutan kota oleh Pemkab Karanganyar.

Menag mengatakan, keterlibatan santri kala zaman kemerdekaan diwakili antara lain Ki Bagus Hadi Kusumo dari Muhammadiuyah dan KH Wahid Hasyim dari NU. Keterlibatan itu menjadikan istilah santri muncul dalam dasar negara dan UUD 1945.

‘’Saat ini tantangan terus berkembang namun keterllibatan santri terus menjadi yang terdepan. Saat ini muncul LGBT dan juga radikalisme dan kekerasan atas nama agama. Ini menjadi tantangan dan saya yakin pondok pesantren tidak ada yang mengajarkan radikalisme,’’ kata dia.

Kalau ada orang yang menuduh pondok pesantren menjadi sarang radikalisme, terorisme, pasti orang itu tidak paham dengan kultur yang dikembangkan di pondok yang sejak dahulu selalu berkontsribusi pada pembentuka negara bangsa.

Sebaliknya, jika sampai ada pondk pesantren ternyata mengembangkan radikalisme, dipastikan itu bukan pondok pesantren, namun sekelompok orang yang mendirikan lembaga seperti pondk pesantren. Ini yang perlu diluruskan.

Menag yakin, dengan pemahaman agama yang semakin dalam sebagaimana yang diajarkan pondok pesantren, pasti akan semakin kecil munculnya tindakan kekerasan atas nama agama. Jika ada kekerasan atas nama agama, pasti pelakunya bukan orang yang memiliki pengetahuan mendalam soal agama.(sp/sm)