Kembali Media NU Online, Memuat Berita Hoax dan “Bid’ah”

sangpencerah.id – Dalam acara seminar nasional diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Agama Islam UII bertema “Sinergi NU dan Muhammadiyah Membangun Peradaban Rahmatan Lil Alamin”, pada Sabtu (6/2/2016) Hadir Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Syafiq A. Mughni dan Mustasyar PBNU KH A Mustofa Bisri (Gus Mus).

Selama seminar berlangsung berjalan menarik dan membuka wawasan serta titik temu antara Muhamamdiyah dan Nu yang dipaparkan oleh masing – masing pimpinan kedua ormas tersebut

Sampai kemudian timbul persoalan ketika media NU online melakukan manuver akrobat dalam mempublikasikan hasil seminar tersebut, seperti biasa media tersebut mencari celah untuk mendapatkan legitimasi dari Muhammadiyah terkait amalan – amalan warga NU walaupun dengan menghadirkan berita yang absurd dan tidak berbasis fakta

Link berita tersebut adalah sebagai berikut http://www.nu.or.id/post/read/65577/ketua-pp-muhammadiyah-nu-dan-muhammadiyah-itu-satu , dari judul sebenarnya tidak ada persoalan, namun ada paragraph di berita tersebut yang ditulis mengutip pernyataan Prof Syafigh Mughni selaku Ketua PP Muhammadiyah tidak sesuai dengan teks dan konteks yang dipaparkan beliau.

NU online menulis pernyataan Prof Syafigh ” Kami membenarkan tradisi NU seperti ziarah kubur dan tahlil. Itu boleh. Kami menyadari bahwa ziarah kubur itu bukan tradisi meminta-meminta kepada orang yang sudah mati dan juga tahlil yang dilakukan oleh orang NU pun bukan serangkaian doa untuk diri sendiri melainkan untuk orang banyak,”

Hal tersebut tidak sesuai dengan yang disampaikan pada saat seminar karena Pak syafigh tidak pernah membenarkan tradisi tahlilan yang biasa dipraktekan oleh warga NU, bisa kita membandingkan dengan pemberitaan di media  suara muhammadiyah online http://suaramuhammadiyah.com/berita/2016/02/09/prof-syafiq-a-mughni-nu-dan-muhammadiyah-punya-tantangan-yang-sama/ , sehingga cukup beralasan bahwa berita yang dibuat itu adalah “HOAX” yang hanya ingin meraih legitimasi dari Muhammadiyah, kemudian parahnya berita tersebut serta merta dicopa oleh web – web lain yang berafiliasi sama kemudian dibuatkan poster/meme seolah – olah membangun opini bahwa Muhammadiyah kini membenarkan praktek amaliyah NU , tentu hal tersebut hanya akal – akalan pembuat berita yang tega mengarang berita demi mendapat legitimasi.

Kami sudah mengkonfirmasikan hal ini ke Prof Syafigh Mughni dan beliau menjawab bahwa pernyataan beliau dimuat dengan sepotong sepotong kemudian dirangkai, selengkapnya beliau katakan

” Saya bilang keliru kalau ada yang mengatakan bahwa Muhammadiyah mengharamkan ziarah kubur karena Nabi membolehkan. Yang haram adalah meminta minta kepada orang yang mati di kuburan itu. Tahlil itu artinya membaca laillahaillaallah kalau ditambahi doa kan doa untuk orang banyak. Kalau malam jumat orang NU tahlilan dan orang Muhammadiyah beraktifitas lain sepanjang niatnya ibadah kan berpahala, itu semua dalam konteks menjawab pernyataan peserta”

Dari penjelasan tersebut dapat kita simpulkan tidak benar dan tidak tepat dikatakan bahwa pak Syafigh membenarkan tradisi NU seperti ziarah kubur dan tahlil seperti yang diklaim NU online, Pak syafigh justru menjelaskan pandangan muhammadiyah soal ziarah kubur dan tahlil yang bertolak belakang dengan kebiasaan amalan warga NU yang sebagian melakukan tahlilan ataupun sekelompok yang meminta minta pada makam orang yang mati di kuburan.

Kemudian bahwa media NU online telah menghadirkan berita yang absurd tidak berimbang bahkan menambah – nambahkan ( “bid’ah” ) yang tidak sesuai dengan maksud yang disampaikan Prof Syafigh,  semoga ini sebuah kekeliruan bukan karena kebiasaan karena tidak kali ini saja NU online bermasalah dalam pemberitaan, tentu masih ingat ketika Pemred NU online harus meminta maaf kepada para wartawan dan media yang meliput muktamar NU di jombang kemarin terkait pemberitan NU online .

Pada prinsipnya kita mendukung upaya selama ini antara Muhammmadiyah dan NU bergandeng tangan membangun ummat dan bangsa, saling bekerjasama dalam hal hal yang sama dan bertoleransi terhadap hal – hal yang berbeda. Jangan kemudian dinodai oleh ulah pemberitaan media yang jauh dari standard profesionalisme media dengan menghadirkan berita – berita manipulatif demi meraih legitimasi sesaat. (arif/redaksi)