Wanita Nasrani Gunakan Hijab Syar’i Dengan Kalung Salib Tuai Kontroversi

sangpencerah.id –  Baru – baru ini media social diramaikan dengan beredarnya foto seorang wanita nasrani yang menggunakan hijab syar’i yang secara umum di indonesia di gunakan oleh wanita – wanita muslimah.

Dalam keterangan foto tersebut dijelaskan wanita nasrani tersebut menggunakan pakaian yang menutup aurat dari ujung rambut hingga ujung kaki termasuk mengenakan hijab yang secara umum disebut hijab syari’i layaknya wanita muslimah namun wanita tersebut menggunakan kalung berlambang salib yang cukup mencolok terlihat.

Foto tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan netizen soal maksud dan latar belakang wanita nasrani tersebut menggunakan pakaian seperti tersebut, ada yang mendukung ada pula yang menduga itu sebuah upaya mengelabui ummat islam. Perdebatan itu sekilas tampak wajar namun sebaiknya kita menyikapinya secara arif dan dengan kepala dingin , salah satu tanggapan muncul dari akun Iva Wulandari yang menarik untuk disimak seperti yang dituliskan dibawah ini

Bismillah.

Post kali ini sy khususkan untuk mengcounter posting yg sedang marak di share, tentang wanita Nasrani di Batam (kalau tdk salah), yg memakai hijab syar’i. Banyak diantara kita, ummat Islam, menunjukkan kemarahan dan menganggap itu sebagai sebuah bentuk pelecehan identitas muslim.

Benarkah konsep menutup aurat hanya berlaku dan adalah hak milik umat Islam?

Konsep menutup aurat sejatinya dikenal sejak beratus tahun yg lalu. Bagi mereka yg beragama samawi, menutup aurat ialah bagian dari apa yg diajarkan pada Nabi terdahulu pd istri-istrinya.

Dalam ajaran Yahudi, mengenakan kerudung ialah simbol ketaatan, kemewahan, dan kehormatan bagi seorang wanita.

Talmud Yahudi menyatakan:

“Apabila seorang wanita melanggar syariat Talmud, seperti keluar ke tengah-tengah masyarakat tanpa mengenakan kerudung atau berceloteh di jalan umum atau asyik mengobrol bersama laki-laki dari kelas apa pun, atau bersuara keras di rumahnya sehingga terdengar oleh tetangga-tetangganya, maka dalam keadaan seperti itu suaminya boleh menceraikannya tanpa membayar mahar padanya.” [“Al Hijab”, Abul A’la Maududi, h. 6].

Jilbab/kerudung menunjukkan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi.

Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperbolehkan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S.W.Schneider, 1984, hal 237).

Tidak hanya Yahudi. Kaum Nasrani pun mengenal konsep menutup aurat dgn jilbab/kerudung ini.

“…Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya. Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki. Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki. Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki. Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat. Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan. Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah. Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung? Bukankah alam sendiri menyatakan kepadamu, bahwa adalah kehinaan bagi laki-laki, jika ia berambut panjang, tetapi bahwa adalah kehormatan bagi perempuan, jika ia berambut panjang? Sebab rambut diberikan kepada perempuan untuk menjadi penudung…”

(Korintus 11: 5-15).

Bagi pemeluk Nasrani, mengenakan kerudung dan menutup aurat sejatinya juga merupakan simbol ketaatan pd perintah Tuhan.

Karenanya, mestinya kita menyambut bahagia bila semakin banyak wanita yg menutup auratnya, baik muslim maupun nonmuslim. Meski dapat dipahami pada sebagian dari kita, melihat fenomena ini ada semacam kekhawatiran bilasaja ini adalah bagian dari pengaburan ajaran Islam, atau lebih khususnya strategi misionaris. Sah sah saja. Tapi mestinya kita lebih arif menyikapinya.