Muhammadiyah Akan Advokasi Kasus Penyiksaan Densus 88 di Solo

ilustrasi
ilustrasi

SangPencerah.com- Keluarga dari pihak yang disiksa Densus 88 pada selasa 29 Desember 2015 lalu diundang oleh PP Muhammadiyah yang berkantor di Yogyakarta, Kamis (28/01).

Dalam hal ini yang mengundang adalah PP Muhammadiyah yang membidangi Hukum dan HAM yaitu Busyro Muqoddas. Pertemuan ini difasilitasi oleh PP Muhammadiyah Pusat bekerjasama dengan Badan Konsultasi & Bantuan Hukum (BKBH) UMS. Rombongan dari Solo terdiri dari Supono, perwakilan keluarga Andika yang masih di bawah umur dan ibu Tini, istri dari Nur Prakoso alias Nur Hamzah.

Menurut press release dari  The Islamic Study and Action Center (ISAC) yang diterima Kiblat.net pada Jum’at (26/01), pertemuan itu juga dihadiri 2 pengurus BKBH UMS Bambang Sukoco, SH dan Tantowi Jauhari, SH, juga dari TPM Jateng Anies Prijo Anshorie dan Hamzah dari Mega Bintang Solo.

Menurut Hamzah, sekitar pukul 13.00 rombongan dari Solo diterima oleh Busyro Muqoddas untuk memulai acara diskusi dan sharing. Supono dari keluarga Andika menceritakan awal mula Andika ditangkap dan disiksa. Kemudian Tini istri Nur Hamzah juga mengisahkan kejadian serupa yang dialami suaminya.

Dalam pertemuan ini, pihak PP Muhammadiyah menyayangkan perilaku yang dilakukan Densus 88 terhadap para terduga teroris. Kemudian Busyro Muqoddas memerintahkan dan memberikan surat tugas untuk melakukan investigasi kepada para praktisi hukum di bawah naungan Muhammadiyah untuk mendampingi para aktivis Muslim yang dizalimi.

Busyro juga menyampaikan bahwa semua ini adalah pola-pola intelejen dan proyek besar. “Seperti halnya pola Komando Jihad,” tuturnya.

Dia menyampaikan, Muhammadiyah punya kewajiban dalam membela umat Islam yang dizalimi dan juga beliau berpesan untuk terus berdoa dan sabar atas ujian ini dan selalu ikhtiar, tawakal kepada Allah SWT.

Sebelumnya, dalam acara sharing dan diskusi yang dihadiri oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan dan Dekan Fakultas Hukum UMY menekankan perlu dilakukan tindakan secepatnya dalam pendampingan dan advokasi hukum kepada para aktivis yang dizalimi di Solo. Bahkan seharusnya ada para akademisi yang melakukan penelitian tentang kemungkinan adanya rekayasa intelijen. (sp/kbt)