Malang Berbudaya PC IMM Malang

Minggu lalu(27/12/2015) Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Malang(PC IMM Malang) menyelenggarakan sebuah talkshow. Bertempat di pusat dakwah Muhammadiyah kota Malang (PDM Kota Malang) acara juga dimeriahkan oleh beberapa hiburan dan kesenian lokal. Diantaranya adalah Tari Rajut Nusantara dari SMAN 10 Kota Malang, Tim Angklung dari kampung cempluk, tari Saman IPPMA organisasi daerah (orda) Aceh,Akustik persembahan dari kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah(IMM) Universitas Islam Negeri(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, dan live art dari komunitas Keslak Malang.

Menurut ketua pelaksana IMM Malang Malang Berbudaya Firman A. Islami mengatakan desain acara ini didesain santai agar peserta tidak tegang dalam menyerap materi. “ini (acara) memang disengaja dibuat selang-seling antara materi dengan penampilan tari-tariannya supaya materi yang berat jadi diserapnya enteng”.

Terselenggaranya acara Malang Berbudaya ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman multikulturalisme sebagai modal dasar persatuan ditengah kemajemukan serta menjadikan budaya sebagai media pemersatu antar umat beragama. “perlu tindakan-tindakan kongkrit untuk untuk menanamkan kembali nilai-nilai budaya Indonesia yang mulai terkikis oleh perubahan zaman” terang Firman A. Islami.

Dialog Malang Berbudaya kali ini Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Malang(PC IMM Malang) mengundang tokoh-tokoh yang bergelut dibidangnya. Pemateri pertama adalah Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si gurubesar Sosiologi Agama UMM  dan Ketua Pusat Studi Agama dan Multikulturalisme Universitas Muhammadiyah Malang (PUSAM UMM), pemateri kedua adalah Romo, Kristanto Budiprabowo sebagai penggerak aktif komunitas pluralisme dan kemanusiaan serta sebagai presidium gusdurian Jawa Timur 2015, dan yang terakhir budayawan Slamet Hendro Kusumo budayawan dan sekaligus pemilik Omah Budaya Slamet.

Dalam pemamparannya mengenai multikulturalisme Romo, Kristanto Budiprabowo mengumpamakan multikultualisme sebagai sebuah warna gradasi. “Multikulturalisme itu seperti warna, warna ini tidak mesti putih dan hitam gitu aja. Tapi ada putih yang agak kehitam-hitaman. Atau mungkin kalau hijau itu ada kayak kebiru-biruan gitu, sehingga tidak murni cuma satu warna” terang Romo, Kristanto. di akhir acara juga Romo, Kristanto juga menekankan bahayanya stereotype karena menurut dia perilaku streotyping adalah perilaku yang jahat.

Lain Romo, Kristanto Budiprabowo lain Prof. Syamsul Arifin ia mengatakan bahwa sulit ketika seseorang dikatan keasliannya dari daerah tertentu. Karena pada dasarnya pembentukan nilai-nilai budaya pastinya akan bercampur aduk terutama apabila kedua orang tua berbeda daerah. “misalkan saya jika ditanya akan sangat sulit jika saya dilihat dari perspektif budaya. Karena bapak saya dengan ibu saya beda kota kelahirannya. Dan saya sudah hampir lebih dari tujuh tahun merantau di Malang”. Prof, Syamsul juga menyinggung mengenai menegangnya Indonesia saat memasuki bulan Desember, terutama di media sosial.

Sementara itu  budayawan Slamet Hendro Kusumo mengatakan unsur terpenting dari sebuah budaya adalah dengan belajar, belajar dan belajar.”budaya itu harus dipelajari karena dengan belajar adalah kunci dari kebudayaan. Dengan mempelajari budaya tertentu kita dapat mudah beradaptasi di lingkungan yang baru sehingga kita berkembang”.

Acara ini terselenggara selain berkat kerja sama pimpinan cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Malang(PC IMM Malang) dengan beberapa komunitas tari, juga bekerja sama dengan komunitas Ngalam Peace Leader (Ngapel) yaitu cabang dari Komunitas Perdamaian yang berletak di Malang yang bergerak untuk mengedukasi pelajar-pelajar mengenai perdamaian.rifai