Din Syamsuddin: Keberhasilan Gafatar, Otokritik Bagi Ormas Islam

SangPencerah.com- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia, Din Syamsuddin, mengatakan kesuksesan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) merekrut banyak anggota masyarakat, menjadi otokritik bagi organisasi kemasyarakatan Islam. ”Ini menjadi otokritik supaya ormas Islam bisa mengefektifkan dakwahnya. Kenapa Gafatar bisa menarik massa, tapi ormas tidak,” kata Din di kantor MUI, Jakarta, Rabu (20/1).

Menurut mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini, Gafatar yang kini menjadi polemik sejatinya mengalami kesuksesan dalam mengajak masyarakat turut serta dengan program-program sosial kemasyarakatan. Banyak kalangan yang tertarik untuk bergabung dengan organisasi ini, baik dari orang awam sampai kaum terpelajar. Dituntut Berperan Wakil Ketua MUI Didin Hafidhuddin mengiyakan pernyataan Din Syamsuddin soal otokritik ormas Islam terkait kelihaian Gafatar merekrut anggota.

Ormas Islam, kata mantan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional ini, kini harus berpacu dengan waktu untuk berperan di tengah masyarakat. Bagi mereka yang sudah bergabung dengan Gafatar agar dirangkul kembali. ”Inilah tugas dari lembagalembaga dakwah ormas Islam untuk menarik mereka kembali. Ormas juga agar aktif melihatnya jika terdapat orang yang masuk (Gafatar) sementara mereka tidak tahu soal Gafatar,” kata dia.

Soal pengusiran dan intimidasi warga terhadap anggota Gafatar di sejumlah daerah, Didin mengatakan hal itu seharusnya tidak perlu dilakukan. Dia juga mendorong ditempuhnya cara-cara damai dan santun untuk menyelesaikan persoalan Gafatar. ”Janganlah aspek-aspek represif dilakukan,” kata dia. Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat, Ledia Hanifa Amaliah, menilai Kementerian Agama kurang tanggap dalam mengawasi Gafatar. ”Komisi VIII sudah minta keterangan dari Kemenag dan mereka sampaikan bahwa Gafatar memang bukan gerakan baru.

Kalau memang sudah lama, seharusnya sudah ada penyelidikan lebih dalam,” kata Ledia yang komisinya membidangi agama dan sosial ini. Apalagi, kata Ledia, ada divisi pembinaan masyarakat di Kemenag. Ia menilai divisi itu seharusnya bisa lebih dekat dengan masyarakat dan segera mengambil sikap bila ada organisasi seperti Gafatar yang mulai berkembang. Meski sudah mendiskusikan hal ini dengan Kemenag, Ledia menyatakan sampai saat ini belum ada solusi yang ditemukan untuk mengatasi masalah Gafatar. Jawaban Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin juga dinilai masih normatif. Gafatar telah berkali-kali berganti nama meski ditetapkan sebagai organisasi terlarang.

Sebelumnya, kelompok ini dikenal sebagai Komunitas Millah Abraham atau Komar. Sejak 2011 pula Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa Gafatar merupakan aliran sesat. Organisasi ini dipermasalahkan setelah dokter Rica Tri Handayani dilaporkan hilang. Rica merupakan mantan anggota Gafatar yang kembali aktif di organisasi itu. Dia ditemukan di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Sebelum hilang, Rica meminta izin kepada suaminya melalui surat untuk berjuang melaksanakan perintah Tuhan.(sp/sm)