Maryam Jameela, Sang Muallaf Dari Yahudi

oleh : M. Habibi Miftakhul Marwa
Maryam Jameela adalah salah satu dari banyak tokoh dunia yang berpengaruh dalam pembentukan Islam kontemporer. Dia juga masuk dalam kategori intelektual perempuan serta penulis produktif di bidang agama, filsafat, maupun sejarah. Margaret Marcus, demikian nama sebelum muallaf menjadi Maryam Jameela, dilahirkan pada tanggal 23 Mei 1934. Perempuan keturunan Yahudi Amerika ini mempunyai banyak pengalaman yang kemudian mengantarkannya bersinggungan langsung dengan corak Islam.
Kecintaannya terhadap musik membuat dirinya memberanikan diri minta kepada ibunya untuk dibelikan sebuah kaset musik Arab. Kemudian, Peggy, begitu panggilan kecilnya, sering menjumpai suara tilawah al-Qur’an di suatu masjid dekat tempat tinggalnya. Maka tidak mengherankan jika yang ada di benaknya, tiada suara yang lebih merdu melebihi lantunan tilawah al-Qur’an yang pernah didengar tempo hari. Dia pun rela duduk berjam-jam di dekat masjid hanya untuk mendengarkan lantunan ayat suci al-Qur’an.
Intensitasnya dalam mengkaji Islam didapat ketika dia berusia 18 tahun manakala sedang menempuh studi di New York University. Dalam perkuliahannya dia sering mendapati dosennya menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang diadopsi dari agama Yahudi. Sedangkan Islam diposisikan sebagai inferior atas Yahudi. Akan tetapi justru selama perkuliahan tersebut dia banyak menemui berbagai kejanggalan atas apa yang disampaikan dosennya. Sejak itulah kemudian rasa ingin tahu terhadap Islam dan agama-agama lainnya semakin tinggi. Setelah melakukan pengkajian secara mendalam terhadap agama-agama yang membuatnya gundah, akhirnya dia banyak menemukan kebenaran dalam Islam dan menemukan banyak kesalahan dalam agama Yahudi.
Banyak buku karangan para tokoh yang mampu mengantarkannya dalam memahami Islam dengan baik. Misalnya, Road to Mecca (Jalan ke Mekkah), Islam at The Crossroad (Islam di Persimpangan Jalan), keduanya karangan Muhammad Asad. Selain itu, dia juga sering melakukan komunikasi dengan Abul A’la al-Maududi, melalui surat menyurat. Tidak hanya itu, dia juga tertarik terhadap ajaran Hasan al-Banna dan Sayyid Qutb. Maka ketika diteluuri lebih dalam terhadap corak pemikiran Islam politis dalam memaknai keislamannya dapat ditemukan dalam berbagai banyak tulisan-tulisan yang diterbitkannya.
Perjuangan panjang untuk memeluk Islam akhirnya tercapai juga setelah melalui banyak tantangan yang dihadapinya, terutama dari keluarganya. Tepatnya pada tanggal 24 Mei 1961, di Islamic Mission Brooklyn, New York, Maryam Jameela resmi menjadi muslimah dengan bimbingan Syeikh Daud Ahmad Faisal. Setelah menganut Islam, dia mengalami transformasi pola pikir sebagai ‘transformation from a kafir mind into a muslim mind’ (transformasi dari pikiran kafir ke pikiran Muslim). Semenjak memeluk Islam, pada dirinya terjadi banyak perubahan, baik pola pikir, perilaku dan tutur kata dalam kehidupan sehari-hari. Dan itu berlangsung sampai akhir hayatnya. Untuk memperkuat keislamannya maka tahun 1962, Maryam hijrah ke Pakistan, tinggal bersama keluarga Abul A’la al-Maududi. Kemudian dia menikah dengan Muhammad Yusuf Khan, seorang aktivis Jamaah Islamiyah, pada tahun 1963. Maka tidak mengherankan jika sepak terjangnya dalam pemikiran dan gerakan meskipun tidak terlibat langsung, dia sering melakukan pembelaan terhadap ideologi Jamaah Islamiyah, besutan sang suami. Maryam Jameela meninggal dunia pada 31 Oktober 2012 di Lahore.
Sebenarnya, keberpihakannya terhadap nilai-nilai Islam Terlihat dari beberapa tulisannya sebelum memeluk Islam. Kritikannya begitu gigih terhadap paham modern yang dipaksakan dalam masyarakat Islam. Paling tidak karya yang cukup penting dalam khazanah pemikiran Islam, antara lain Islam and Western Society: A Refutation of the Modern Way of Life; Islam and Orientalist; Islam in Theory and Practice; dan Islam and the Muslim Woman Today. Adapun sejumlah karya yang sudah diterjemahkan, seperti: Surat Menyurat Maryam Jameela dengan Maududi (Mizan:1984); Islam Dalam Kancah Modernisasi (Risalah:1985), Menjemput Islam (Al-Bayan:1992); Islam dan Orientalisme (Raja Grafindo Persada, 1997) dan The Convert: A Tale of Exile and Extremesm (2011), yang kemudian diterbitkan oleh Zaytuna tahun 2012 dengan judul “Keluargaku Yahudi, Hidupku Untuk Islam”.
Dalam banyak tulisannya, dia selalu menunjukkan keyakinannya terhadap Islam sebagai ajaran agama terbaik. Islam adalah agama dengan segudang keunggulan yang sempurna, baik untuk menempuh jalan hidup di dunia maupun akhirat. Harapannya terhadap Islam adalah agar umatnya semakin percaya diri untuk dapat memaksimalkan segala keunggulan nilai-nilai Islam demi meraih kejayaan di berbagai aspek kehidupan.
Maryam Jameela juga ikut andil dalam meramaikan pemikiran-pemikiran Islam kontemporer. Islam dan modernisasi. Merupakan pemikirannya yang secara tegas dan keras diperuntukkan untuk melawan pengaruh kuat barat terhadap masyarakat Islam, termasuk reformasi relijius. Dia paling berani untuk melawan siapa saja yang berani merusak tatanan “tradisi Islam”. Dia benar-benar menolak segala modernis Islam yang mengatakan kemunduran Islam disebabkan karena taqlid terhadap ajaran-ajaran Islam masa lalu yang tidak berani melakukan interpretasi terhadap teks serta ajakan untuk melakukan ijtihad. Kritiknya ditujukan terhadap pemujaan Islam kepada Barat (sekuler), yang memisahkan agama dari masyarakat dan modernis Islam atau westernisasi Islam.
Modernisasi dan westernisasi juga menjadi sorotan dalam pemikirima Maryam Jameela. Modernisasi sama halnya dengan westernisasi yang di dalamnya terkandung evolusi relativisme dan sekularisme. Yaitu, fakta kesejarahan telah membuktikan adanya perpaduan antara ideologi sekuler Kristen post reformis dan nasionalisme dalam tradisi Yahudi. Baginya, modernisasi bukanlah jalan menuju suatu pembangunan yang lebih baik justru akan mengakibatkan hancurnya budaya asli. Akibat fatalnya, umat Islam hanya sebagai penerima modernisasi secara pasif sehingga tidak ada inisiatif untuk melakukan sesuatu yang genuine atau orisinil. Baik modernisasi dan westernisasi merupakan sebagai topeng yang menipu untuk menghancurkan budaya Islam dan membenci terhadap ajaran Islam itu sendiri. Jika di negara Islam terdapat gerakan modernis dan mengalami kegagalan maka penyebabnya bukan terletak pada tradisi pemikirannya, sistem pendidikannya atau masih murninya dunia Islam atas pengaruh Barat. Hal itu disebabkan karena ketidakmungkinan untuk dipadukan dua cara berfikir yang secara diamerik berlawanan.
Tatkala banyak para pemikir modern menyalahkan peran ulama atas kemunduran umat Islam. Maka, Maryam justru sebagai pembela paling gigih terhadap ulama. Peran ulama di mata Maryam tidak hanya sebatas mempelajari hukum Islam kemudian mengajarkannya tetapi kadangkala ulama sebagai penanggung atas penganiayaan pemimpin muslim yang dzalim. Kesabaran menanggung kekejaman penguasa itu yang juga harus diteladani. Maryam Jameela menaruh harapan penuh terhadap ulama agar berani menyangkal terhadap rasionalisme dan empirisme budaya barat pasca pencerahan. Mengembalikan proses mulai dari penegasan kembali terhadap konsep keyakinan, tradisi Islam dan institusi Islam yang telah terbukti mampu membimbing atas kejayaan Islam, merupakan impiannya.
Mengenai perempuan, Maryam berbeda dengan pemikir perempuan yang lainnya. Dia lebih menitikberatkan terhadap peran perempuan harus sesuai dengan visi Islam klasik dan kebenciannya terhadap gerakan reformis modern Islam, karena dianggapnya itu produk westernisasi. Hal itu dapat dilihat ketika Maryam menolak pendidikan campur laki-laki perempuan, pembebasan perempuan dari jilbab, larangan peran aktif perempuan di ranah publik, larangan perempuan bekerja di luar rumah dan sebagainya.
Kiranya Maryam Jameela sebagai muallaf dari Yahudi begitu tekstualis dalam memahami nilai-nilai Islam, sehingga tidak ada celah sedikitpun untuk melakukan kontekstualisasi terhadap teks atas perkembangan zaman.

*dimuat dalam Majalah Al-Manar edisi April 2015