Keteladanan Nabi Ibrahim Bagi Para Penuntut Ilmu

Beberapa hari lagi kita akan menjumpai Idul Adha 1436 H. Banyak hikmah ternyata kalau kita mengkaji lebih mendalam tentang shiroh yang dikisahkan oleh para Nabi kita terdahulu, khususnya Nabi Ibrahim dan Ismail yang memang selalu menjadi perbincangan di saat-saat momen Idul Adha. Namun perlulah sebagai kalangan akademisi ataupun pembelajar kita mengambil ibroh dari kisah tersebut dari perspektif aktivitas kita yakni belajar.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis.” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu.” maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadilah: 11).
Bagi seorang muslim menuntut ilmu adalah suatu kewajiban. Islam mengajarkan kita untuk menjadi pembelajar yang berkelanjutan. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits yang mengatakan bahwa setiap muslim itu wajib menuntut ilmu sejak dilahirkan hingga ajal menjemputnya. Betapa pentingnya seorang muslim mengilmui suatu ilmu karena memang ilmu ibarat cahaya dalam kegelapan. Ibaratmanual bookIlmu akan memberikan petunjuk bagi kita dalam menjalani hidup di dunia ini. Bahkan dalam konsep amal, ilmu menjadi unsur yang pokok, selain niat. Amalan kita akan diterima jika didasari dengan niat dan ilmu yang benar. Amal yang tidak didasari dengan niat yang benar hanya karena Allah maka akan ditolak. Begitupun jika amal tidak berlandaskan ilmu yang benar maka dikhawatirkan amalan itu tertolak karena tidak sesuai dengan tuntunan. Sehingga dalam konteks ini upaya mencari ilmu menjadi hal yang sangat penting dan urgensi mengingat setiap aktivitas kita sudah seharusnya berlandaskan ilmu yang benar agar tidak salah dalam melangkah.
Berbicara tentang menuntut ilmu ternyata tak semudah yang kita bayangkan. Namun juga tidak sesulit yang kita takutkan. Ada hal yang menarik yang bisa kita teladani dari sosok Nabi Ibrahim AS untuk menjadi seorang pembelajar yang baik.

Keingintahuan Besar dan Sikap Kritis Seorang Ibrahim Muda
Dilahirkan dari seorang bapak yang kafir kepada Allah menjadi hal yang cukup berat dirasakan oleh Ibrahim muda. Semenjak kecil sang Ayah yang juga sebagai pembuat berhala tentu tidak mengenalkan sang Anak dengan Allah sebagai Tuhannya.  Sang ayah mengajari bahwa Tuhan mereka adalah berhala. Ibrahim muda adalah seorang yang cerdas dan kritis menanggapi itu semua. Ibrahim tak puas dengan apa yang diajarkan ayahnya. Ketidakpuasan ditambah dengan sikap kritis itulah yang menyebabkan Ibrahim tergerak untuk mencari, mencari, dan mencari Tuhan yang memang benar itu siapa. Petualangan pencarian Tuhan pun berlangsung hingga Ibrahim mengira Tuhannya adalah bulan, matahari, dan seterusnya. Sampai akhirnya dia mendapatkan bahwa Tuhannya adalah Dzat yang menciptakan dia dan seluruh alam semesta ini. Dari sinilah kita bisa meneladani betapa besar keingintahuan dari seorang Ibrahim Muda dalam memecahkan suatu tanda tanya dalam hidupnya. Dan yang juga perlu kita contoh adalah semangat pencarian dari keingintahuan beliau. Keingintahuan yang besar tak hanya berhenti pada pemikiran saja, namun juga terimplementasikan dalam aksi nyata untuk mencari jawabannya. Semoga kita sebagai generasi pembelajar bisa belajar dari Ibrahim untuk kritis dalam menyikapi sesuatu dan rasa keingintahuan yang besar pada suatu hal yang termanifestasikan dalam aksi nyata.

Sabar dalam Mengilmui Suatu Hal
Nabi Ibrahim adalah sosok nabi yang mempunyai kesabaran yang luar biasa. Masih ingat betul di saat Nabi Ibrahim harus menanti untuk mendapatkan momongan, beliau harus menunggu hingga usianya sekitar 90 tahun. Penantian yang tak hanya kosong dalam stagnasi usaha. Namun Nabi Ibrahim setiap waktu menyambut penantian itu dengan doa-doa yang terus terpanjatkan kepada-Nya, selain tentunya berusaha. Inilah arti sebuah kesabaran yang bisa kita teladani. Dalam menginginkan suatu hal kita perlu bersabar dalam mencapainya, termasuk dalam proses mencari ilmu. Dalam mencari ilmu kita perlu sabar dalam menempuh proses pembelajaran itu. Sabar dalam menghadapi segala godaan yang menghalangi dan menjadi onak duri di hadapan kita. Sabar dalam menjaga semangat pembelajar sehingga tetap istiqamah di jalan pencarian ilmu ini. Kemudian hal yang terpenting juga adalah kita harus mengisi kesabaran kita dengan doa dan usaha yang senantiasa saling beriringan.
Kesabaran sangat penting bagi para pemburu ilmu. Al-Imam Ibnul Madini meriwayatkan bahwa Asy-Sya’bi pernah ditanya: “Dari mana kamu mendapat ilmu itu semua?” Beliau menjawab: “Dengan meniadakan penyadaran, menempuh perjalanan ke berbagai negeri, dan kesabaran seperti sabarnya benda mati, dan bergegas-gegas pagi-pagi seperti burung gagak”. (At-Tadzkiroh, Adz Dzahabi). Menuntut ilmu bukan hal yang instant, kita belajar kita langsung dapat ilmu yang kita inginkan. Bukan seperti itu, namun mencari ilmu adalah proses yang panjang. Apalagi kita tahu bahwa mencari Ilmu itu sebuah masa yang cukup panjang bagi kita, bayangkan saja kita sebagai seorang muslim diwajibkan menuntut ilmu dari buaian hingga liang lahat. Menuntut ilmu bukan hanya dalam konteks akademik apalagi hanya sebatas mengikuti anjuran pemerintah yakni memenuhi tuntutan Wajib Belajar 12 Tahun. Menuntut ilmu bagi seorang muslim adalah berkelanjutan dan tiada akhir. Sehingga tentu perlu kesabaran yang luar biasa sebagai kekuatan dalam menjaga semangat berkelanjutan dalam menuntut Ilmu. Dan dengan sabarlah ilmu kita akan bertahan dan dengan sabarlah ilmu akan didekatkan dengan pencarinya.

Ikhlas dan Taat Menjalani Perintah
Ikhlas dalam melaksanakan ketaatan. Memiliki anak adalah kebanggaan para orangtua. Begitu sayangnya, para orangtua akan berupaya mati-matian menjaga keselamatan buah hatinya. Nabi Ibrahim AS setelah sekian lama menunggu dianugerahi seorang anak, di saat anak itu sudah dewasa Allah memerintahkan untuk menyembelihnya. Menyembelih anak sendiri sungguh sangatlah sulit dilakukan walaupun hal tersebut atas perintah Allah SWT. Hanya orang yang benar-benar ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah SWT yang mampu melaksanakannya. Nabi Ibrahim as adalah contoh kongkretnya. Berbeda halnya dengan kita, kadang berkurban pun masih sempat-sempatnya ingin pamer ketaatan kepada manusia.
Membuktikan ketaatan kepada Allah SWT, tak mungkin hanya setengah-setengah atau ala kadarnya. Haruslah totalitas dan kaffah menjalani perintah Allah itu. Banyak sekali firman Allah SWT yang menyinggung masalah pengorbanan dalam pembuktian ketaatan. Misalnya Allah SWT berfirman (yang artinya): Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS at-Taubah [9]: 24).
Ketaatan adalah salah satu modal utama bagi para pembelajar. Sebagai pembelajar yang senantiasa haus akan ilmu kita perlu taat dalam menjalani proses pencarian ilmu itu. Dalam kenyataannya, kita bisa menggunakan konsep ketaatan ini saat kita diberikan perintah oleh guru kita. Seperti Nabi Ibrahim saat diberikan perintah oleh Allah, kita tidak usah banyak tanya dan banyak cakap. Kalau kita sudah percaya kepada Guru kita, segeralah melaksanakan perintah itu.  Begitupun terhadap perintah Allah lainnya, kita harus senantiasa menjalani perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Jangan sampai sebagai pembelajar kita justru sering bermaksiat dan berbuat khilaf. Hal ini akan menjadi penghalang terhadap ilmu-ilmu untuk sampai kepada kita.
Demikian jiwa pembelajar yang diajarkan oleh Bapak dari Para Nabi yakni Nabi Ibrahim AS. Kritis terhadap lingkungan kita dan memiliki keingintahuan yang besar sebagai langkah awal kita dalam mencari ilmu. Kemudian mencari ilmu dengan penuh kesabaran dan tak kenal lelah akan berbagai onak duri, selalu menjaga semangat berkelanjutan dalam jiwa kita. Terakhir kita harus ikhlas dan taat dalam menjalani proses yang ada serta tentunya jangan lupa kita niatkan bahwa menuntut ilmu adalah ibadah dan bentuk rasa syukur kita kepada Allah. Kalau sudah seperti itu insya Allah ilmu akan didekatkan kepada para pembelajar yang haus akan ilmu. Semoga kita termasuk hamba-Nya yang senantiasa diberikan kekuatan untuk tetap istiqamah dalam menapaki jalan pencarian ilmu. Dikuatkan untuk menahan lelahnya menuntut ilmu, agar terhindari dari perihnya kebodohan.

Nuun Wal Qalami Wa Maa Yasthuruun.

Phisca Aditya Rosyady
Alumni PC IPM Imogiri, Bantul – Yogyakarta                                                                             Mahasiswa Master di Seoul National University of Science And Technology