Diskusi Hebat, Loyal Pada Muhammadiyah Dituduh Ashobiyah

Alkisah 10 tahun setelah lulus dari pesantren Paijo dan Asep sudah punya mata pencaharian Paijo sebagai wirausaha dan Asep menjadi karyawan di sebuah BUMN.

Paijo : Sep, tanggal 4 bulan depan ada reuni akbar pesantren, kamu datang ya.

Asep : Waduh, tanggal segitu saya ada dinas ke luar Jawa, gak bisa ditinggalkan.

Paijo : Duh, kamu ini kok ashobiyah sekali sih dengan perusahaan kamu?

Asep : Ashobiyah? Maksudnya?

Paijo : Ya kamu ini terlalu fanatik sama pekerjaan dan perusahaanmu, selalu saja mengutamakan pekerjaan dan perusahaan di banding dengan silaturahmi dengan kawan-kawan alumni yang lain. 5 tahun lalu kamu juga ga hadir dengan alasan yang sama.

Asep : Bukan begitu jo, saya sebenarnya pengen sekali bersilaturahim dengan kawan-kawan pas reuni, cuma ya bagaimana lagi saya ga bisa meninggalkan pekerjaan ini. Sekali lagi bukannya ga mau, cuma emang ga bisa.

Paijo : Ya itulah alasan saya menyebut kamu ashobiyah sama perusahaan, soalnya kamu selalu mengutamakan perusahaan.

Asep : Begini ya, saya akan coba jelaskan, saat saya menjadi karyawan di perusahaan ini, maka sudah sepatutnya sebagai karyawan yang baik saya loyal dan komitmen untuk bekerja dengan baik. Nah, masa loyalitas dan komitmen saya terhadap perusahaan kamu artikan sebagai ashobiyah? Itu logika dari mana?

Paijo : Ya sekali-kali kamu bisa kan melawan kepada perusahaan, jangan taklid buta gitu lah.

Asep : Tentu walau loyal dan komitmen terhadap perusahaan, saya bisa kritis jika perusahaan salah, tapi kan perusahaan menetapkan perjalanan dinas saya ini dalam rangka kebaikan, bukan menyuruh keburukan.

Paijo : Hhm.. iya sih, kayaknya saya yang terlalu berlebihan menuduh kamu ashobiyah.

Asep : Lagian kamu sep, mentang-mentang wiraswasta santai, kamu jadi ashobiyah banget ngurusin ikatan alumni pesantren.

Paijo : Enak aja, siapa yang ashobiyah?

Asep : Lah, itu kamu kan ga suka dituduh ashobiyah, ya makannya jangan nuduh orang ashobiyah.

Paijo : Hehehe.. bener juga ya, kalah melulu saya debat sama kamu sep.

Asep : Ngomong-ngomong soal ashobiyah dan fanatik, saya jadi inget si Udin.

Paijo : Ada apa dengan Udin?

Asep : Kemarin dia juga nuduh saya fanatik, gara-gara saya idul adha tanggal 23 dan dia 24.

Paijo : Loh, bukannya si Udin warga Muhammadiyah juga?

Asep : Iya sih, cuma gara-gara sekarang wukuf tanggal 23, ya dia ikut yang tanggal 24.

Paijo : Terus?

Asep : Ya saya sudah menjelaskan dengan rinci bayan dari majelis tarjih mengenai persoalan ini, kebetulan lumayan lengkap dimuat di web sangpencerah, tapi dia tetap kukuh tanggal 24, ya sudah. Kata Al Quran fainnamaa alaikal balaagh, kewajibanmu hanyalah menyampaikan.

Paijo : Hhm….

Asep : Nah, setelah itu dia malah bilang aku fanatik dan ashobiyah sama Muhammadiyah. Sejujurnya saya bingung, saat saya dilantik menjadi salah satu pimpinan PCM saya kan dibaiat untuk loyal dan komitmen terhadap persyarikatan, kalau saya melanggar itu apa saya tidak dosa di hadapan Allah?

Paijo : Ya dosa lah..

Asep : Nah, saya kan hanya menjaga komitmen itu, tapi dibilang ashobiyah, ya sakitnya tuh di sini.

Paijo : Hahaha… kayak lagu dangdut aja..

Asep : Kalau kamu Jo, sebagai warga nahdiyin, ya mau idul adha tanggal 24 ya gak masalah, soalnya kamu ga punya komitmen apa-apa terhadap persyarikatan.

Paijo : Betul.. Terus, kira-kira bagaimana sikap persyarikatan kalau ada yang semodel Udin ini?

Asep : Muhammadiyah itu organisasi dakwah, bukan organisasi militer. Kalau organisasi militer, begitu ada pembelot, ya ga ada ampun, langsung dikeluarkan. Kalau organisasi dakwah, ya kita hanya bisa sebatas memberi himbauan dan nasehat, soal hidayah kan tergantung yang di Atas. Lagian kita juga di beberapa daerah masih minim kader, kalau yang begitu-begitu langsung dipecat kan dilema juga, yang penting menurut saya kita janga pernah berhenti membina dan mendidik kader-kader. Kalau mereka masih nakal ya toh itu sebuah proses, tidak ada yang langsung sempurna.

Paijo : Hhm… gitu ya..

Asep : Namun ada satu hal yang saya yakini, saat kita bermuhammadiyah dengan penuh komitmen dan totalitas, Gusti Allah mboten sare, Insya Allah akan ada ganjarannya. Namun kalau kita bermuhammadiyah setengah-setengah, atau ada motif lain selain berdakwah dan beramal, ya Gusti Allah mboten sare juga.

Paijo : Wih.. kamu ini benar-benar militan ya.. hehe..

Asep : Hehe.. Saya juga bingung kenapa jadi militan begini, pantes banyak yang bilang saya ashobiyah. Yang jelas saya sangat berhutang budi kepada Muhammadiyah, saya ga punya harta buat diwakafkan, maka saya ingin mewakafkan diri saya saja untuk Muhammadiyah.

Paijo : Lebay ah, tapi keren.. haha..

silahkan share 🙂