11 Poin Seputar Perbedaan Penentuan Awal Zulhijjah: Pemerintah, Muhammadiyah, NU, PERSIS, Arab Saudi

1.
Pada dasarnya, ada dua metode penentuan awal bulan hijriah bagi umat
Islam, yaitu metode HISAB dan RUKYAT. Oleh karena ada dua metode
tersebut, maka acapkali terjadi PERBEDAAN dalam penentuan awal bulan
hijriah, baik secara lokal, nasional maupun internasional.

2. Di
Indonesia, perbedaan itu pun terjadi. Pemerintah, Muhammadiyah dan
Persatuan Islam menggunakan metode HISAB, sementara Nahdlatul Ulama,
Hizbut Tahrir dan beberapa kelompok Salafi menggunakan metode RUKYAH.

3. Sementara Saudi Arabia menggunakan metode HISAB untuk kalendernya,
kecuali pada bulan-bulan ibadah seperti Ramadan, Syawal dan Zulhijjah
menggunakan RUKYAH.

4. Antara Pemerintah (Kemenag RI), Persatuan
Islam dan Muhammadiyah, meskipun sama-sama menggunakan metode HISAB,
tetapi kriteria awal bulan hijriah yang digunakan berbeda. Kemenag
memakai kriteria imkanu rukyat (visibilitas hilal) 2°, Persatuan Islam
imkanu rukyat juga tetapi 4°, sedangkan Muhammadiyah memakai kriteria
wujudul hilal 0°. Oleh sebab itu, Zulhijjah 1436 H tahun ini Pemerintah
dan Persatuan Islam menetapkan hal yang sama, yaitu 1 Zulhijjah jatuh
pada tanggal 15 September, krn pada tanggal 29 Zulkaidah / 13 September,
ketinggian hilal hanya 0° 25′. Sementara Muhammadiyah menetapkan 1
Zulhijjah jatuh pada tanggal 14 September, karena ketinggian hilal di
atas 0°.

5. Sementara NU dan Hizbut Tahrir yang sama-sama
menggunakan Rukyah pun bisa terjadi perbedaan, karena NU memakai rukyah
dengan matlak lokal (Indonesia), sementara Hizbut Tahrir memakai rukyah
dengan matlak global. Jadi, jika di Indonesia rukyah gagal, dalam arti
hilal tidak berhasil dilihat, maka jumlah hari pada bulan yang sedang
berjalan digenapkan menjadi 30 hari, seperti kasus Zulhijjah 1436 H kali
ini. Sementara bagi Hizbut Tahrir, meskipun di Indonesia tidak berhasil
dilihat, namun jika di satu belahan dunia lain, di Newyork misalnya,
hilal dapat dilihat, maka eso. harinya sudah masuk bulan baru.

6.
Adapun Arab Saudi, sebenarnya kalender hijriah yang digunakan nyaris
sama dengan kalender Muhammadiyah. Sehingga jika Arab Saudi menentukan
awal bulan ibadah menggunakan kalendernya, yaitu Kalender Ummul Qura
(KUQ), hampir pasti sama dengan ketetapan Muhammadiyah. Hal ini karena
kriteria KUQ, yaitu miladul-hilal, hampir sama dengan wujudul-hilal
Muhammadiyah. Namun Arab Saudi menggunakan metode rukyah untuk
menentukan awal bulan-bulan ibadah, seperti Zulhijjah 1436 H ini. Sampai
hari ini, laporan yang diterima dari Arab Saudi adalah bahwa hilal
tidak bisa dilihat, meskipu. pengumuman resmi dari yang berwenang belum
keluar.

7. Tahun ini, ada persamaan penetapan awal bulan antara
Kemenag RI, Persatuan Islam dan Arab Saudi, yaitu 1 Zulhijjah jatuh pada
tanggal 15 September. Sementara Muhammadiyah menetapkan 1 Zulhijjah
jatuh pada tanggal 14 September. Padahal tahun lalu, Muhammadiyah lah
yang bersamaan dengan Saudi Arabia, sementara Pemerintah, Persatuan
Islam dan NU sehari kemudian. Sementara tahun 2007, Pemerintah,
Muhammadiyah, Persatuan Islam dan NU bersamaan 1 Zulhijjahnya, sedangkan
Saudi Arabia sehari lebih awal.

8. Implikasi dari semua itu adalah
pada soal ibada. bagi umat Islam, khususnya Puasa Arafah, Qurban dan
Iduladha. Muncul pertanyaan, lalu kapan puasa Arafahnya ?? Apakah sesuai
tanggal di suatu tempat atau sesuai waktu riil pelaksanaan wukuf di
Arafah ?? Kapan pula shalat Iduladhanya ?? Bagaimana jika kita berpuasa
di Indonesia, sementara di Saudi Arabia orang sudah menyembelih kurban
?? Atau sebaliknya, di Indonesia sudah menyembelih kurban sementara di
Saudi Arabia jamaah haji masih wukuf ?? Kapan berakhirnya hari Tasyrik
sebagai batas akhir waktu berkurban ??

9. Oleh karena perbedaan
metode dan kriteria penentuan awal bulan hijriah itulah, maka waktu
ibadah umat Islam pun menjadi berbeda. Sebagai solusi sela, maka umat
Islam dapat menjalankah ibadah seperti puasa Arafah dan salat Iduladha
sesuai yang diyakininya. Bagi pimpinan, anggota dan warga Muhammadiyah
tetap dapat menggunakan penetapan yang telah dikeluarkan oleh PP
Muhammadiyah, yaitu puasa Arafah pada tanggal 22 September dan Iduladha
pada tanggal 23 September.

10. Demikianlah gambaran karut marutnya
penanggalan dalam dunia Islam. Antar Ormas, antar negara, antara Ormas
dengan Negara, mempunyai metode dan kriteria masing-masing. Jika hal ini
dibiarkan, maka sampai kapan pun, perbedaan itu akan tetap ada. Tahun
2007, Saudi Arabia yang berbeda dengan Pemerintah Indonesia dan
Ormas-ormasnya. Tahun 2014, Pemerintah, NU dan Persis di satu sisi,
berbeda dengan Saudi Arabia dan Muhammadiyah di sisi lain. Tahun 2015,
giliran Muhammadiyah yang mungkin berbeda dengan Saudi Arabia, sementara
Pemerintah, NU dan Persatuan Islam mungkin sama dengan Saudi Arabia.
Disebut mungkin karena sampai tulisan ini dibuat, belum diperoleh
informasi resmi dari Pemerintah Saudi Arabia. Agaknya, perbedaan dengan
Saudi Arabia menjadi seperti piala bergilir, bergantian antara satu
dengan yang lain.

11. Karut marut penanggalan dalam dunia Islam ini
hanya dapat diselesaikan jika umat Islam memiliki sebuah KALENDER
HIJRIAH GLOBAL, yang berlaku secara internasional, terpadu antara
kalender ibadah dan muamalah. Tanpa itu, perbedaan akan terus terjadi,
umat Islam harus saling sepakat, sepakat untuk berbeda.
Wallahu a’lam bish-shawab
AA Zaki