Potensi Zakat Warga Muhammadiyah Rp 525 Milyar Per Tahun

Makassar – Kegiatan berzakat, infak dan sedekah atau bisa disebut juga praktek filantropi (kedermawanan), menjadi salah satu ciri utama gerakan Muhammadiyah. Pada Muktamar ke-47, Muhammadiyah mencanangkan penguatan dakwah Islam melalui peningkatan aktivitas filantropi. 

Penguatan gerakan filantropi itu dimulai dengan survei untuk memproyeksikan perilaku dan potensi filantropi Muhammadiyah. Survei diadakan di 11 kota besar di Indonesia yaitu Padang, Pekanbaru, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Mataram, Makasar, Pontianak, dan Balikpapan.
Survei itu diadakan Lembaga Zakat Infaq dan Sedekah Muhammadiyah (Lazismu) bersama Program Studi Muamalah-Ekonomi dan Perbankan Islam (EPI) Fakultas Agama Islam UMY, Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengembangan Pendidikan (LP3M) UMY.
Hasil survei menunjukkan perilaku umum berderma dari warga Muhammadiyah sebagai warga kelas menengah Muslim Indonesia, menunjukkan mayoritas pengeluaran zakat, infak dan sedekah (ZIS) sebanding dengan tingkat pendapatan berada pada kisaran 2,5 % dari pendapatan. 
Penelitian ini juga menemukan bahwa pendapatan yang tinggi ternyata tidak menjamin berdermanya juga tinggi dan begitu juga sebaliknya, yang berpendapatan rendah nominal berdermanya ada yang diatas 10 % dari total pendapatannya. 
Kemudian sekitar 41,2 persen warga muhammadiyah menyalurkan ZIS melalui dua lembaga, hanya sekitar 22,3 persen saja yang melalui hanya kepada satu lembaga saja. Meski demikian, warga yang menyalurkan donasinya langsung kepada mustahiq (penerima) cukup besar sekitar 30,8%. 
“81 persen warga Muhammadiyah mengaku menyalurkan ZIS dengan cara tunai, sementara itu jemput layanan ZIS dan transfer belum dimanfaatkan oleh warga Muhammadiyah,” terang hasil survei yang disiarkan dalam rilis di arena Muktamar Selasa (4/8/2015), 
Selain itu, ada kecenderungan mayoritas warga yang lebih suka menyalurkan donasinya dengan mengantarkan sendiri kepada Lembaga Amil Zakat, meski warga yang menyalurkan sendiri kepada muztahiq juga masih tinggi yaitu sekitar 28,44 persen. 
Selain potensi filantropi dari warga Muhammadiyah, potensi filantropi juga mempunyai nilai sangat besar untuk amal usaha Muhammadiyah baik sekolah dan lainnya. Anggota tim survei Hilman Latief, mengatakan jumlah potensi filantropi dari AUM bermacam-macam.
Lembaga pendidikan seperti sekolah masih menyisihkan dana sosial mereka kurang dari Rp 50 juta pertahun, sedangkan sebagian lainnya antara Rp 250-500 juta dan bahkan ada yang di atas Rp 1-2 miliyar pertahun, seperti rumah sakit dan perguruan tinggi Muhammadiyah yang besar. 
Berdasarkan kapasitas yang dimiliki oleh amal usaha serta kemampuan mengeluarkan dana sosial yang ada, setidaknya terdapat potensi sekitar lebih dari Rp 365 miliyar rupiah dana filantropi yang bisa digali dan dimanfaatkan setiap tahunnya.
Selain itu, potensi dari warga Muhammadiyah sendiri adalah 165 milyar pertahun. Jumlah tersebut diproyeksikan dari 2% dari jumlah warga Muhammadiyah yang sudah memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA)/Nomor Baku Muhammadiyah (NBM), yang mencapai 1.5 juta orang, yaitu 30.000 orang. 
“Gambaran potensi realistis secara keseluruhan adalah Rp 525 milyar pertahun,” ucap Hilman.
Angka ini tentu bertambah jika gerakan filantropi dari warga dan amal usaha Muhammadiyah meningkat. Termasuk bila asumsi jumlah warga berubah sesuai dengan cara pengambilan cara perhitungannya, misalnya dengan estimasi jumlah warga Muhammadiyah yang diasumsikan mencapai 30 juta orang (dtk/sp)