Perkawinan Sudut Pandang Islam yang Tertuang Dalam UU

Perkawinan beda agama dan kepercayaan dari sudut pandang ajaran Islam dibedakan sebagai berikut:
1)    Perkawinan antara perempuan Muslim dengan laki-laki non-Muslim; dan Perkawinan jenis ini–tanpa memedulikan apakah laki-lakinya adalah musyrik atau ahli kitab–dilarang secara tegas melalui Surat al-Baqarah 221.
2)    Perkawinan antara laki-laki Muslim dengan perempuan non-Muslin.
Perkawinan model ini dibagi ke dalam dua kriteria, yaitu:
   a)    Perkawinan laki-laki Muslim dengan perempuan musyrik, yang mana hal ini dilarang melalui surat al-Baqarah ayat 221; dan
   b)    Perkawinan laki-laki Muslim dengan perempuan ahli kitab, yang mana menurut A. Basiq Jalil dalam tesisnya “Kajian para Ahli Agama, Fuqaha dan Kompilasi Hukum Islam tentang Perkawinan Lintas Agama” (2004) dan juga Ichtiyanto dalam disertasinya “Perkawinan Campuran Dalam Negara Republik Indonesia” (2003), terdapat setidaknya tiga pandangan mengenai hal ini, yaitu:
     (i)    Golongan Pertama, yaitu Jumhur Ulama berpendapat bahwa perkawinan laki-laki Muslim dengan perempuan ahli kitab (pengikut Yahudi dan Nasrani) diperbolehkan, sedang selain Yahudi dan Nasrani, hukumnya haram. Hal ini didasarkan pada surat Al-Maidah ayat 5;
     (ii)    Golongan Kedua berpendapat bahwa mengawini perempuan non-Muslim haram hukumnya. Pendapat ini dianut oleh Ibnu Umar dan Syi’ah Imamiah. Dengan mendasarkan dalilnya pada surat al-Baqarah ayat 221 dan surat al-Mumtahanah ayat 10. Golongan ini menjadikan kedua ayat di atas sebagai landasan dari pendapatnya melarang laki-laki Muslim melangsungkan perkawinan dengan perempuan musyrik termasuk ahli kitab; dan
     (iii)    Golongan Ketiga mencoba menyampaikan pendapat yang lebih moderat dengan berpendapat bahwa mengawini perempuan ahli kitab hukum asalnya halal, namun situasi dan kondisi menghendaki ketentuan lain, terutama dengan konteks sosial politik karena kekhawatiran dan fitnah dalam kehidupan agama suami dan anak-anak. Adapun alasan yang mendasari golongan ini adalah pendapat para sahabat Nabi.