Perjuangan Siti Rowiyatun Mendirikan Ranting Aisyiyah Imogiri, Lahir dari Kelompok Pengajian 2 Kampung

Siti Rowiyatun (Doc : Ambar)

“Ada seorang ibu yang mengatakan, bubarkan saja kelompok pengajian kecil itu karena sudah diikuti oleh peserta dari kampung lain”
Lulus dari SPG Muhammadiyah I Yogyakarta tahun 1969, Siti Rowiyatun langsung ditugaskan untuk menjalankan wiyata bakti di SD Muhammadiyah Ngrancah, Sriharjo, Imogiri. Untuk menuju sekolah, Siti harus melewati jalanan berkelok khas pegungunan dengan menggunakan sepeda. “Kalau hujan, tanah ikut menempel di roda (sepeda),” ujar perempuan kelahiran 1950 ini. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk memajukan sekolah yang sekarang sudah bergabung dengan SD Muhammadiyah Ngarncah.
PRA-5

Kelompok pengajian di Sriharjo yang menjadi cikal bakal Ranting Imogiri (Sumber : Dokumen Pribadi)
Empat tahun mengabdi di Sriharjo membuat Siti Rowiyatun ikut aktif menghidupkan pengajian yang diadakan di desa tempatnya mengabdi. Walau belum terbentuk ranting, pengajian tersebut mengatasnamakan Ranting Imogiri. Pada 1977, pengajian sederhana tersebut diikuti dari dua kampung, Kembang dan Tegalkembang dengan anggota sekitar 15 orang. Pengajian diadakan di rumah tokoh Muhammadiyah setempat yang akrab disebut H.M. Basyir. Siti Rowiyatun dan teman-temannya mulai memperbesar forum pengajian dengan mengajak warga dari kampung lain untuk bergabung. Ketika upayanya disambut baik, tantangan yang bersifat eksklusifitas jusru datang dari internal kelompok pengajian yang sudah tergabung. Tidak ingin kelompok pengajiannya diikuti oleh peserta dari kampung lain, seorang ibu mencetuskan ide pembubaran kelompok pengajian.
PRA-7

Perkembangan kelompok pengajian di Sriharjo (Sumber : Dokumen Pribadi)
Bersama teman-teman lain, Siti menjawab gagasan tersebut dengan semakian giat mengajak mereka yang belum ikut. Semangat Siti Rowiyatun dan teman-temannya membuahkan hasil. Kelompok pengajiannya semakin besar dan diikuti oleh warga dari 12 kampung. Pertemuan rutinpun dilakukan setiap Malam Rabu Kliwon dengan lokasi pengajian dipilih secara bergilir di antara anggota. Tidak hanya pengajian, kelompok menggagas kegiatan sosial dengan mengumpulkan dana. Kala itu, dana digunakan untuk kegiatan sosial. Salah satunya membeli keperluan pengurusan jenazah. Perlengkapan akan diberikan bagi warga setempat yang meninggal dunia. Setelah kelompok memiliki berbagai kegiatan rutin, akhirnya kelompok pengajian dari 12 kampung tersebut resmi menjadi Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah Imogiri. Kini, kelompok ini sudah memiliki amal usaha TK ‘Aisyiyah yang dikelola bersama dan mengadakan pengajian di sebuah musholla. Siti Berharap, kelompok ini terus maju dan ikut memberi pencerahan bagi warga sekitar.
sumber : aisyiyah.or.id