Ketika PP Muhammadiyah dan PBNU Saling Melempar Guyonan


Jakarta – Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) merupakan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia. Meski begitu, ada beberapa perbedaan yang dianut oleh dua ormas agama tersebut.


Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti mengakui adanya perbedaan tersebut. Menurut dia, perbedaan itu hanya sebatas pada ajaran dan penerapan saja. Misalnya, dalam pelaksanaan salat tarawih, terdapat perbedaan antara NU dan Muhammadiyah.


“Kalau NU kan salat tarawih 20 (raka’at) tapi kalau Muhammadiyah hanya 8 (raka’at). Enggak usah banyak-banyak kan pahalanya juga sama,” ujar Mu’ti dalam acara Mata Najwa di Universitas Syarief Hidayatullah, Ciputat, Tanggerang, Jumat (26/6/2015).


Perbedaan lainnya, lanjut dia, NU masih cenderung mengikuti Madzhab (pemikiran dalam Islam). Sedangkan, Muhammadiyah tidak mengikuti Madzhab tertentu namun menghormati mazhab – mazhab yang ada. NU selama ini mengikuti Madzhab Imam Syafi’i


“Itu kalau perbedaan yang serius,” kata Mu’ti.


Mu’ti pun berguyon bahwa terdapat perbedaan mencolok tapi tidak serius antar dua ormas terbesar di Indonesia ini, yaitu masalah rokok.


“Kalau Muhammadiyah tidak merokok, tapi NU merokok. Kalau Muhammadiyah non-smoking, kalau NU smoking,” celetuk dia.


Peserta Mata Najwa pun sontak bergemuruh dengan guyonan tersebut. Namun tak berselang lama, Ketua Umum NU KH Said Aqil Siradj membalas guyonan tersebut dengan menyindir soal salat tarawih Muhammadiyah yang lebih sedikit.


“Muhammadiyah sebetulnya kalau tarawih juga 20 raka’at tapi ada diskonnya 20 persen jadi 11 rakaat,” kata Said Aqil.


Suasana Mata Najwa pun sontak semakin bergemuruh. Penonton Mata Najwa yang mayoritas diisi mahasiswa dan mahasiswi tampak sangat menikmatinya.


Beberapa tokoh agama datang dalam acara ini seperti Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Ketua GP Anshor, Nusron Wahid, Pimpinan Pesantren Tebuireng yang juga cucu dari pendiri NU KH Hasyim Asy’ari, Salahuddin Wahid, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Danhil Anzar Simanjuntak, dan cicit pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, Siti Hadiro.(metro/sp)