Kembangkan Mobil Suryawangsa, Muhammadiyah Siap Bersaing Dengan China

Yogyakarta- (26/06), Muhammadiyah sebagai Organisasi Muslim terbesar dan tertua di Tanah Air, belakangan ini memang gencar merealisasikan mobil nasional. Seperti dikutip dari Reuters yang mewawancarai Ketua Komite Ekonomi Muhammadiyah, Syafrudin Anhar. 

Anhar dan sekelompok kecil profesor ekonomi Muhammadiyah bulan ini baru saja melakukan konferensi selama tiga hari di Palembang untuk menyusun draft rencana ‘perang ekonomi’ untuk lima tahun mendatang. Setelah rampung, cetak biru itu akan dimintakan persetujuan pada Muktamar Muhammadiyah ke 47 pada bulan Agustus di Makassar, Sulsel.

Skema pengembangan mobnas yang diinisiasi dalam bentuk gerakan rakyat bertajuk Jihad Konstitusi ini akan melibatkan sekolah-sekolah kejuruan Muhammadiyah. Sebelumnya memang telah membuat beberapa prototipe, antara lain Mobil Suryawangsa
Muhammadiyah dibangun dengan biaya sebesar 107 juta rupiah, namun jika
diproduksi secara massal, biaya per unitnya maksimal adalah 99 juta
rupiah.


Risetnya melalui
beberapa tahapan, yakni riset dasar pada 2009-2010, riset terapan pada
2011-2012 yang melahirkan produk Suryawangsa 1, riset penyempurnaan dan
pengembangan pada 2013-2015, dan produksi massal terbatas pada
2016-2020.

“Salah satu dari prototipe itu menggunakan energi surya,” kata Bambang Setiadji, salah satu Profesor Universitas Muhammadiyah Solo (UMS). Masih menurut Bambang, untuk mendirikan industri seperti itu tidak sulit. “UMS telah mencetak banyak insinyur industri otomotif yang kualitasnya bisa bersaing dengan insinyur dari China,” tandasnya.

Diharapkan niat baik Muhammadiyah mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo untuk memproduksi Suryawangsa secara massal tahun ini dibawah kerjasama antara Indonesia dengan perusahaan swasta yang bertujuan untuk memakai 80 persen komponen lokal. Keinginan Muhammadiyah untuk bergerak lebih jauh dalam bidang ekonomi dan korporasi, dikutip dari Reuters, karena organisasi dengan pengikut 30 juta penduduk ini meyakini harus berperan melindungi Indonesia dari kebijakan-kebijakan kapiltalistik dan globalisasi, yang menurut mereka lebih menguntungkan investor asing daripada pengusaha dalam negeri.
“Muhammadiyah kini berada di tengah perjuangan antara sistem ekonomi kapitalis dengan sistem ekonomi sosialis,” kata Syafrudin Anhar, dalam wawancara dengan Reuters. “Dunia tidak akan mencapai perdamaian dan kemakmuran melalui intrik politik, tetapi melalui keseimbangan ekonomi,” lanjutnya. (sp/wmn)