Baru Kali Ini, Sidang Isbat Digelar Sebelum Ijtimak

JAKARTA – Permulaan awal Ramadan 1436 Hijriah kali ini ditandai
dengan peristiwa unik, yakni sidang isbat digelar sebelum bulan Syaban
habis. Dengan kata lain sebelum terjadi ijtimak. Tentu, hal ini
menjadi peristiwa yang patut dicatat dalam sejarah penetapan awal
Ramadan di Indonesia, yang selama ini cenderung mengambil jalan ‘rukyat
setelah ijtimak’.

 
Inisiator Astrofotografi Indonesia Agus Mustofa mengatakan, biasanya
sidang isbat selalu menunggu habisnya bulan Syaban, yang terjadi sebelum
Maghrib. Tetapi, tahun ini ijtimak sebagai penanda habisnya bulan
Syaban itu ternyata terjadi Selasa malam, 16 Juni 2015 pukul 21.05 WIB.
“Sehingga, menurut kriteria di atas, semestinya pemerintah
menyelenggarakan sidang isbat Rabu setelah Maghrib. Namun, sidang isbat
akan digelar Selasa sore, setelah maghrib. Ini sangat menarik,” katanya
dalam siaran pers kepada Republika, Selasa (16/6).
Perlu dipahami kembali, kata dia, isbat adalah sidang penetapan
datangnya awal bulan Ramadan. Di Indonesia, penetapan itu selalu
dilakukan sesudah maghrib setelah para petugas rukyat yang disebar di
seluruh Indonesia memastikan hilal terlihat ataukah tidak.
Dan, tentu saja pengamatan hilal Ramadan selalu dilakukan ketika
bulan Syaban sudah dinyatakan berakhir. “Syaratnya, hilal masih di atas
horizon saat matahari tenggelam,” ujarnya.
Meskipun setiap metode mensyaratkan ketinggian hilal berbeda-beda,
hampir semuanya ‘sepakat dalam perbedaan’  bahwa hilal awal bulan harus
diatas horizon. Wujudul Hilal mensyaratkan lebih 0 derajat, Imaknur
Rukyat MABIMS lebih 2 derajat, Imkanur rukyat LAPAN lebih 4 derajat, dan
Danjon lebih 7 derajat.
Kecuali, kata dia, metode Astrofotografi yang menggunakan kriteria
‘hilal sebelum maghrib’, tanpa mensyaratkan horizon. Yang menarik,
lanjut Agus, kali ini pemerintah akan melakukan sidang isbat justru
sebelum bulan Syaban berakhir.
“Sehingga memunculkan sejumlah pertanyaan,  lantas apakah yang akan
dijadikan dasar penetapan datangnya Ramadan? Bukankah saat maghrib hilal
pasti tidak akan kelihatan di horizon? Bukankah bulan sabit tipis yang
‘diburu’ itu memang bukan hilal Ramadan? Dan, apakah pemerintah akan
tetap mengirimkan puluhan tim rukyat ke seantero negeri?”
Dia melanjutkan, Apakah itu bukan pekerjaan yang hanya akan
menghabiskan anggaran saja, yakni ingin membuktikan hilal Ramadan yang
jelas-jelas tidak akan kelihatan, karena itu memang bukan hilal
Ramadan?”
Penulis buku Mengintip Bulan Sabit Sebelum Maghrib tersebut
menyatakan, akhir Syaban baru akan terjadi Selasa pukul 21.05 WIB.
Mestinya, hilal Ramadan baru diamati setelah itu. Menurut dia, tentu
saja, hilal tidak bisa diamati pada malam hari itu juga. Melainkan,
harus menunggu datangnya Maghrib pada Rabu, 17 Juni 2015.
“Tetapi, jika itu dilakukan, akan memunculkan masalah baru. Yakni,
penggenapan bulan Syaban menjadi lebih 30 hari, jika hilal tertutup
awan. Dan puasa Ramadan tidak akan dimulai Kamis, (18/6) melainkan
menjadi Jumat (19/6).”
Agus menyatakan, alasan itu lah sebabnya, pemerintah memilih hari
Selasa (29 Syaban) untuk melakukan sidang isbat, meskipun Syaban belum
berakhir. Dengan konsekuensi, isbat Ramadan tidak lagi disandarkan
kepada kriteria rukyat. Melainkan, lebih kepada kriteria hisab Imkanur
rukyat MABIMS yang mensyaratkan ketinggian hilal lebih 2 derajat.
“Sesungguhnyalah, meskipun dinamai ‘rukyat’, metode Imkanur Rukyat
tidak mewajibkan kegiatan rukyat. Kriteria yang disepakati oleh Brunei,
Indonesia, Malaysia dan Singapura itu lebih berazas pada hisab dengan
batas ketinggian 2 derajat, terlihat ataupun tidak terlihat. Karena itu,
pada tahun ini, meskipun rukyat tidak mungkin menghasilkan hilal awal
Ramadan pada Selasa, 16 Juni 2015 saat maghrib, pemerintah sudah akan
menetapkan awal Ramadan dimulai pada Kamis, 18 Juni 2015.” (sp/republika)