Menjaga Muhammadiyah

Dalam usia satu abad lebih, Muhammadiyah selalu menunjukkan peran optimal untuk umat dan bangsa secara signifikan, bahkan juga spektakuler. Sejalan dengan peran yang semakin bagus, tidak sedikit pula muncul anggapan miring dari sekelompok orang. Katakanlah seperti pernyataan orang-orang yang tinggi badannya tetapi otaknya pendek, dengan mengatakan Muhammadiyah adalah wahabinya Indonesia.
Pernyataan-pernyataan itu dikemas begitu rupa sehingga mengundang orang lain untuk menilai Persyarikatan sebagai musuh bersama (common enemy). Saya mencermati pernyataan itu lahir dari perasaan takut yang berlebihan terhadap gencarnya gerakan dakwah Muhamamdiyah. Atau bisa juga ketakutan akan kehilangan sandang, pangan dan papan dari umatnya.
Sedikitpun tidak bisa diterima oleh nalar yang waras kalau Muhammadiyah dikatakan sebagai gerakan wahabi di Indonesia. Persoalannya ajakan Muhammad bin Abdul Wahab pendiri wahabi untuk kembali kepada al Quran dan al Sunnah itu harus ditiru oleh umat Isam di manapun dan apapun organisasi mereka. Lantas kenapa Muhammadiyah dituduh seperti itu? Bukankah mereka juga seharusnya kembali pada al Quran dan al-sunnah kalau mengklaim sebagai umat Islam?
Muhammadiyah menyadari bahwa umat Islam di negeri ini akan selalu terpuruk jika aqidah dan ibadahnya masih bercampur dengan syirik, khurafat, tahayyul dan bid’ah. Inilah yang membelenggu manusia untuk selalu berada di putaran kejumudan, dan mereka kehilangan daya dinamisnya kehidupan dengan membawa Islam yang berkemajuan.
Menyikapi isu murahan dan fitnah seperti itu, kita tidak boleh panik apalagi membalas dengan isu murahan yang lebih parah. Biarkan isu murahan itu berjalan dengan berlalu dan pada akhirnya menguap tanpa bekas. Bagi kita yang penting adalah menjaga Muhammadiyah dengan meningkatkan militansi perjuangan untuk membesarkan Islam. Maka isu murahan tersebut menjadi pemicu untuk percepatan (akselerasi) gerakan dakwah untuk umat Islam yang berkemajuan.
Hal ini lebih penting daripada hanya isu murahan tersebut sebagai berita murahan sebagaimana penyebarnya. Lebih penting lagi adalah mengabaikan isu tersebut dengan menumbuhkan etos kerja al-Maun (melayani dan memberi yang berguna) dan terus berfatasbiq al-khairat (bersaing dalam keunggulan) dengan semangat Islam yang berkemajuan.
Dengan demikian, siapapun ingin menghasut Muhammadiyah tidaklah memperoleh sesuatu kecuali gigit jari. Biarkan mereka iri melihat kemajuan yang diraih organisasi kita, sehingga suatu saat nanti mengikuti jejak perjuangan Muhammadiyah bersama-sama memajukan umat dan bangsa. Karena kalau tidak, mereka pasti tertinggal dan terlibas oleh kemajuan zaman yang pada gilirannya nanti akan ditinggalkan oleh umat pendukung mereka.
Dalam perkembangan sosial kemasyarakatan dewasa ini bukan lagi mayoritas yang tidak berkualitas yang menjadi perhitungan, tetapi justru minoritas yang berkualitas itulah diperhitungkan. Muhammadiyah mungkin minoritas yang berkualitas untuk umat dan bangsa dan itulah yang menjadi perhitungan orang. Sebab, didalam minoritas yang berkualitas itu terdapat daya jelajah untuk perubahan yang terkenal dahsyat. Inilah yang ditakutkan oleh banyak kalangan. Sehingga menjaga Muhammadiyah selain bermakna meningkatkan militansi perjuangan, juga upaya serius membuat minoritas semakin berkualitas.