Tata Cara Sholat Gerhana Sesuai Tuntunan Nabi

 
Pertanyaan: Banyak
pertanyaan disampaikan secara langsung maupun melalui pesan pendek
(SMS) ke Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang
masalah cara pelaksanaan salat gerhana.
Jawaban: Untuk itu Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan fatwa mengenai hal tersebut sebagai berikut:
A. Pendahuluan

                Muktamar
Tarjih XX di Garut tanggal 18-23 Rabiul Akhir 1386 / 18-23 April 1976
telah menetapkan keputusan tentang salat kusufain (salat gerhana
matahari dan Bulan).  Matan keputusan itu berbunyi,

                Apabila terjadi gerhana matahari atau bulan, hendaknya Imam menyuruh orang menyerukan “ash-shalatu jami‘ah,”
kemudian ia pimpin orang banyak mengerjakan shalat dua raka’at; pada
tiap rakaat berdiri dua kali, ruku’ dua kali, sujud dua kali, serta pada
tiap rakaat membaca Fatihah dan surat yang panjang dan suara nyaring;
dan pada tiap ruku’ dan sujud membaca tasbih lama-lama.

        Ketika
telah selesai shalat ketika orang-orang masih duduk, Imam berdiri
menyampaikan peringatan dan mengingatkan mereka akan tanda-tanda
kebesaran Allah serta menganjurkan mereka agar memperbanyak membaca
istighfar, sedekah dan segala amalan yang baik
.

                Istilah
gerhana dalam hadis-hadis disebut kusuf atau khusuf dan kedua istilah
ini dalam hadis dapat dipertukarkan penggunaannya. Hanya saja dalam
literatur fikih dan di kalangan fukaha, biasanya kata kusuf digunakan
untuk menyebut gerhana matahari dan khusuf untuk menyebut gerhana Bulan.
Sering juga digunakan bentuk ganda “kusufain” untuk menyebut gerhana
matahari dan gerhana Bulan sekaligus.

B. Dasar Syari Salat Gerhana

            Dasar syar‘i salat gerhana matahari dan gerhana bulan ditunjukkan oleh sejumlah hadis, antara lain,

عن
عَائِشَةَ أَنَّ الشَّمْسَ خَسَفَتْ على عَهْدِ رسول اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم فَبَعَثَ مُنَادِيًا الصَّلاَةَ جَامِعَةً فَتَقَدَّمَ فَصَلَّى
أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ في رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعِ سَجَدَاتٍ [رواه البخاري واللفظ له ، ومسلم ، وأحمد] .
Artinya: Dari
Aisyah (diriwayatkan) bahwa pernah terjadi gerhana matahari pada masa
Rasulullah saw, maka ia lalu menyuruh orang menyerukan “ash-shalatu jami
ah”. Kemudian beliau maju, lalu mengerjakan salat empat kali rukuk dalam dua rakaat dan empat kali sujud [HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad].
عن
أبي مَسْعُودٍ قال قال النبي صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ من الناس وَلَكِنَّهُمَا
آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ فإذا رَأَيْتُمُوهُمَا فَقُومُوا فَصَلُّوا [رواه البخاري ومسلم]
Artinya: Dari
Abu Mas’ud r.a., ia berkata: Nabi saw telah bersabda: Sesungguhnya
matahari dan Bulan tidak gerhana karena kematian seseorang, akan tetapi
keduanya adalah dua tanda kebesaran Allah. Maka apabila kamu melihat
gerhana keduanya, maka berdirilah dan kerjakan salat 
[HR al-Bukhari dan Muslim].

            Hadis
pertama merupakan sunnah fikliah yang menggambarkan perbuatan
Rasulullah saw melakukan salat saat terjadinya gerhana. Hadis kedua
merupakan sunnah kauliah yang berisi perintah Nabi saw untuk melakukan
salat pada saat terjadinya gerhana.

C. Cara Melaksanakan Salat Kusufain
1.  Apabila terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan, maka dilaksanakan salat kusuf dan Imam menyerukanash-shalatu jamiah. Salat kusuf dilaksanakan berjamaah, serta tanpa azan dan tanpa iqamah.
Dasarnya
adalah hadis ‘Aisyah yang dikutip terdahulu di mana Imam menyerukan
salat berjamaah, dan dalam hadis itu tidak ada azan dan iqamah.
2.  Salat
kusufain dilakukan dua rakaat yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam dengan rukuk, qiyam dan sujud dua kali pada masing-masing
rakaat.
Dasarnya adalah hadis Aisyah yang telah dikutip di atas, dan juga hadis an-Nasa’i berikut,
عن
عَائِشَةَ قالت كَسَفَتْ الشَّمْسُ فَأَمَرَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم رَجُلاً فَنَادَى أَنْ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ فَاجْتَمَعَ النَّاسُ
فَصَلَّى بِهِمْ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَكَبَّرَ … …
… ثُمَّ تَشَهَّدَ ثُمَّ سَلَّمَ فَقَامَ فِيهِمْ فَحَمِدَ اللَّهَ
وَأَثْنَى عليه ثُمَّ قال إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْخَسِفَانِ
لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ من آيَاتِ
اللَّهِ فَأَيُّهُمَا خُسِفَ بِهِ أو بِأَحَدِهِمَا فأفزعوا إلى اللَّهِ عز
وجل بِذِكْرِ الصَّلاَةِ[رواه النسائي] .

       

        Artinya: Artinya: Dari Aisyah
(diriwayatkan bahwa) ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari lalu
Rasulullah saw memerintahkan seseorang menyerukan ash-shalata jami
ah.
Maka orang-orang berkumpul, lalu Rasulullah saw salat mengimami mereka.
Beliau bertakbir … … …, kemudian membaca tasyahhud, kemudian
mengucapkan salam. Sesudah itu beliau berdiri di hadapan jamaah, lalu
bertahmid dan memuji Allah, kemudian berkata: Sesungguhnya matahari dan
Bulan tidak mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang, akan
tetapi keduanya adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah. Maka
apabila yang mana pun atau salah satunya mengalami gerhana, maka
segeralah kembali kepada Allah dengan zikir melalui salat 
[HR al-Bukhari].

3.  Pada masing-masing rakaat dibaca al-Fatihah dan surat panjang dengan jahar (oleh imam).
4.  Setelah
membaca al-Fatihah dan surat, diucapkan takbir, kemudian rukuk dengan
membaca tasbih yang lama, kemudian mengangkat kepala dengan membaca samiallahu liman hamidah, rabbana wa lakal-hamd,
kemudian berdiri lurus, lalu membaca al-Fatihah dan surat panjang
tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian bertakbir, lalu rukuk
sambil membaca tasbih yang lama tetapi lebih singgkat dari yang pertama,
kemudian bangkit dari rukuk dengan membaca samiallahu liman hamidah rabbana wa lakal-hamd, kemudian sujud, dan setelah itu mengerjakan rakaat kedua seperti rakaat pertama.
Dasar butir ke-3 dan ke-4 adalah,
عن
عَائِشَةَ أَنَّ النبي صلى الله عليه وسلم جَهَرَ في صَلاةِ الْخُسُوفِ
بِقِرَاءَتِهِ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ في رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ
سَجَدَاتٍ [رواه البحاري ومسلم ، واللفظ له] 
Artinya: Dari Aisyah
(diriwayatkan) bahwa Nabi saw menjaharkan bacaannya dalam salat khusuf;
beliau salat dua rakaat dengan empat rukuk dan sujud
 [HR al-Bukhari dan Muslim, lafal ini adalah lafal Muslim].
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم جَهَرَ بِالْقِرَاءَةِ فِي صَلاةِ الْكُسُوفِ [رواه ابن حبان والبيهقي وأبو نعيم في المستخرج]
Artinya: Dari Aisyah (diriwayatkan) bahwa Nabi saw menjaharkan bacaannya dalam salat kusuf [HR Ibnu Hibban, al-Baihaqi dan Abu Nu‘aim dalam al-Mustakhraj].
عن
عَائِشَةَ زَوْجِ النبي صلى الله عليه وسلم قالت خَسَفَتْ الشَّمْسُ في
حَيَاةِ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَخَرَجَ رسول اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم إلى الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ الناس وَرَاءَهُ
فَاقْتَرَأَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ
كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فقال سمع الله
لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ قام فَاقْتَرَأَ
قِرَاءَةً طَوِيلَةً هِيَ أَدْنَى من الْقِرَاءَةِ اْلأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ
فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً هو أَدْنَى من الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ
قال سمع الله لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ -ولم
يذكر أبو الطَّاهِرِ ثُمَّ سَجَدَ- ثُمَّ فَعَلَ في الرَّكْعَةِ
اْلأُخْرَى مِثْلَ ذلك حتى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ
سَجَدَاتٍ وَانْجَلَتْ الشَّمْسُ قبل أَنْ يَنْصَرِفَ ثُمَّ قام فَخَطَبَ
الناس فَأَثْنَى على اللَّهِ بِمَا هو أَهْلُهُ ثُمَّ قال إِنَّ الشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ
ولا لِحَيَاتِهِ فإذا رَأَيْتُمُوهَا فَافْزَعُوا لِلصَّلاَةِ [رواه مسلم]
Artinya: Dari Aisyah,
isteri Nabi saw, (diriwayatkan) bahwa ia berkata: Pernah terjadi
gerhana matahari pada masa hidup Nabi saw. Lalu beliau keluar ke mesjid,
kemudian berdiri dan bertakbir dan orang banyak berdiri bersaf-saf di
belakang beliau. Rasulullah saw membaca (al-Fatihah dan surat) yang
panjang, kemudian bertakbir, lalu rukuk yang lama, kemudian mengangkat
kepalanya sambil mengucapkan sami
allahu
liman hamidah rabbana wa lakal-hamd, lalu berdiri lurus dan membaca
(al-Fatihah dan surat) yang panjang, tetapi lebih pendek dari yang
pertama, kemudian bertakbir lalu rukuk yang lama, namun lebih pendek
dari rukuk pertama, kemudian mengucapkan sami
all±hu
liman hamidah, rabbana wa lakal-hamd, kemudian beliau sujud. [Abu
Thahir tidak menyebutkan sujud]. Sesudah itu pada rakaat terakhir
(kedua) beliau melakukan seperti yang dilakukan pada rakaat pertama,
sehingga selesai mengerjakan empat rukuk dan empat sujud. Lalu matahari
terang (lepas dari gerhana) sebelum beliau selesai salat. Kemudian
sesudah itu beliau berdiri dan berkhutbah kepada para jamaah di mana
beliau mengucapkan pujian kepada Allah sebagaimana layaknya, kemudian
beliau bersabda: Sesungguhnya matahari dan Bulan adalah dua dari
tanda-tanda kebesaran Allah, dan tidak mengalami gerhana karena mati
atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihatnya, maka segeralah salat 
[HR al-Bukhari].

                Perlu dijelaskan bahwa dua prasa faqtara’a qira’atan tawilatan dalam
hadis Muslim yang disebutkan terakhir di atas diinterpretasi sebagai
membaca al-Fatihah dan suatu surat panjang, karena tidak sah salat tanpa
membaca al-Fatihah. Karena farsa pertama difahami sebagai membaca
al-Fatihah dan surat panjang, maka frasa kedua yang sama dengan frasa
pertama tentu juga difahami sama. Jadi pada waktu berdiri pertama dalam
rakaat pertama dibaca al-Fatihah dan surat panjang, maka pada berdiri
kedua dalam rakaat pertama juga dibaca al-Fatihah dan surat panjang.

                Pemahaman seperti ini dikemukakan oleh sejumlah ulama. Imam asy-Syafi’’i dalam kitab al-Ummmenyatakan,

        Dalam
salat kusuf imam berdiri lalu bertakbir kemudian membaca al-Fatihah
seperti halnya dalam salat fardu. Kemudian pada berdiri pertama setelah
al-Fatihah, imam membaca surat al-Baqarah jika ia menghafalnya atau
kalau tidak hafal, membaca ayat al-Quran lain setara surat al-Baqarah.
Kemudian ia rukuk yang lama … … …, kemudian bangkit dari rukuk
sambil membaca samiallahu liman hamidah rabbana wa lakal-hamd,
kemudian membaca Ummul-Quran dan surat setara dua ratus ayat
al-Baqarah, kemudian rukuk … … … dan sujud. Kemudian berdiri untuk
rakaat kedua, lalu membaca Ummul-Quran dan ayat setara seratus lima
puluh ayat al-Baqarah, kemudian rukuk … … …, lalu bangkit dari
rukuk, lalu membaca Ummul-Quran dan ayat setara seratus ayat
bal-Baqarah, kemudian rukuk … … … dan sujud [al-Umm, I: 280].

              Kemudian
asy-Syafi‘i menjelaskan lagi bahwa apabila tertinggal membaca surat
dalam salah satu dari dua berdiri itu, maka salatnya sah apabila ia
membaca al-Fatihah pada permulaan rakaat dan sesudah bangkit dari rukuk
pada setiap rakaat. Apabila ia tidak membaca al-Fatihah dalam satu
rakaat salat kusuf pada berdiri pertama atau pada berdiri kedua, maka
rakaat itu dianggap tidak sah. Namun ia meneruskan rakaat berikutnya,
kemudian melakukan sujud sahwi, seperti hal ia apabila ia tidak membaca
al-Fatihah dalam salah satu rakaat pada salat fardu di mana rakaat itu
tidak sah [al-Umm, I: 280].

           Hal
yang sama dikemukakan pula oleh fukaha-fukaha yang lain. Al-‘Abdar³ (w.
897/1492), seorang fakih Maliki, mengutip al-Maziri yang menegaskan
bahwa setelah bangkit dari rukuk dibaca al-Fatihah dan suatu surat
panjang, dan pada rakaat kedua juga demikian, artinya membaca al-Fatihah
sebelum membaca masing-masing surat[at-Taj wa al-Iklil, II: 201]. Ibnu Qudamah (w.
620/1223) dalam dua kitab fikihnya juga menegaskan bahwa setelah
bangkit dari rukuk pertama dibaca al-Fatihah dan surat pendek baik pada
rakaat pertama maupun pada rakaat kedua [al-Kafi, I: 337-338; dan al-Mughni, II: 143].

5.  Setelah
selesai salat gerhana imam berdiri sementara para jamaah masih duduk,
dan menyampaikan khutbah yang berisi wejangan serta peringatan akan
tanda-tanda kebesaran Allah serta mendorong mereka memperbanyak
istigfar, sedekah dan berbagai amal kebajikan. Khutbahnya satu kali
karena dalam hadis tidak ada pernyataan khutbah dua kali.
Dasarnya adalah:
عَائِشَةَ
أنها قالت خَسَفَتْ الشَّمْسُ في عَهْدِ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
فَصَلَّى رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِالنَّاسِ فَقَامَ فَأَطَالَ
الْقِيَامَ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ ثُمَّ قام فَأَطَالَ
الْقِيَامَ وهو دُونَ الْقِيَامِ اْلأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ
الرُّكُوعَ وهو دُونَ الرُّكُوعِ اْلأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ فَأَطَالَ
السُّجُودَ ثُمَّ فَعَلَ في الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ ما فَعَلَ في
اْلأُولَى ثُمَّ انْصَرَفَ وقد انْجَلَتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ الناس
فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عليه ثُمَّ قال إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ لاَ ينخسفان لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ
فإذا رَأَيْتُمْ ذلك فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا
وَتَصَدَّقُوا … … … [رواه البخاري ، واللفظ له ، ومسلم ومالك] .

        Artinya: Dari Aisyah
(diriwayatkan) bahwa ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari pada
masa Rasulullah saw. Lalu beliau salat bersama orang banyak. Beliau
berdiri dan melamakan berdirinya kemudian rukuk dan melamakan rukuknya,
kemudian berdiri lagi dan melamakan berdirinya, tetapi tidak selama
berdiri yang pertama. Kemudian beliau rukuk dan melamakan rukuknya,
tetapi tidak selama rukuk yang pertama, kemudian sujud dan melamakan
sujudnya. Kemudian pada rakaat kedua beliau melakukan seperti yang
dilakukan pada rakaat pertama. Kemudian beliau menyudahi salatnya
sementara matahari pun terang kembali. Kemudian beliau berkhutbah kepada
jamaah dengan mengucapkan tahmid dan memuji Allah, serta berkata:
Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari tanda-tanda kebesaran
Allah. Keduanya tidak gerhana karena mati atau hidupnya seseorang.
Apabila kamu melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah, bertakbir,
salat dan bersedekahlah… … …
 [al-Bukhari, lafal ini adalah lafalnya, juga Muslim dan Malik].  

… … … فإذا رَأَيْتُمْ منها شيئا فَافْزَعُوا إلى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ [رواه البخاري ومسلم عن أبي موسى]
Artinya: … … … Maka apabila kamu melihat hal tersebut terjadi (gerhana), maka segeralah melakukan zikir, doa dan istigfar kepada Allah [HR al-Bukhari dan Muslim dari Abu Musa].
D. Waktu Pelaksanaan Salat Kusufain

            Salat kusufain dilaksanakan pada saat terjadinya gerhana, berdasarkan beberapa hadis antara lain,

عَنِ
الْمُغِيرَةِ بنِ شُعْبَةَ قال انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ يوم مَاتَ
إِبْرَاهِيمُ فقال الناس انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إبراهيم فقال رسول اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ من آيَاتِ
اللَّهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ فإذا
رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حتى يَنْجَلِيَ [رواه البخاري]

            Artinya: Dari al-Mughirah Ibn Syubah
r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Terjadi gerhana matahari pada
hari meninggalnya Ibrahim. Lalu ada orang yang mengatakan terjadinya
gerhana itu karena meninggalnya Ibrahim. Maka Rasulullah saw bersabda:
Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari tanda-tanda kebesaran
Allah. Keduanya tidak gerhana karena mati atau hidupnya seseorang.
Apabila kamu melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah dan kerjakan
salat sampai matahari itu terang (selesai gerhana)
 [HR al-Bukhari].

                Dalam hadis ini digunakan kata idza (إذا) yang merupakan zharf zaman (keterangan
waktu), sehingga arti pernyataan hadis itu adalah: Bersegeralah
mengerjakan salat pada waktu kamu melihat gerhana yang merupakan tanda
kebesaran Allah itu. Yang dimaksud dengan gerhana di sini adalah gerhana
total (al-kus­f al-kulli), gerhana sebagian(al-kusuf al-juzi) dan gerhana cincin (al-kusuf al-halqi) berdasarkan keumuman kata gerhana (kusuf).

                Ibn Qud±mah menegaskan,

Waktu salat gerhana itu adalah sejak mulai kusuf hingga berakhirnya. Jika waktu itu terlewatkan, maka tidak ada kada (qadha) karena diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau bersabda, Apabila kamu melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah dan kerjakan salat sampai matahari itu terang (selesai gerhana).
Jadi Nabi saw menjadikan berakhirnya gerhana sebagai akhir waktu salat
gerhana … … … Apabila gerhana berakhir ketika salat masih
berlangsung, maka salatnya diselesaikan dengan dipersingkat … … …
Jika matahari terbenam dalam keadaan gerhana, maka berakhirlah waktu
salat gerhana dengan terbenamnya matahari, demikian pula apabila
matahari terbit saat gerhana bulan (di waktu pagi) [Al-Mughni, II: 145].

                Imam ar-Rafi‘i menegaskan,

     Sabda Nabi saw Apabila kamu melihat gerhana, maka salatlah sampai matahari terang (selesai gerhana) menunjukkan
arti bahwa salat tidak dilakukan sesudah selesainya gerhana. Yang
dimaksud dengan selesainya gerhana adalah berakhirnya gerhana secara
keseluruhan. Apabila matahari terang sebagian (baru sebagian piringan
matahari yang keluar dari gerhana), maka hal itu tidak ada pengaruhnya
dalam syarak (maksudnya waktu salat gerhana belum berakhir) dan
seseorang (yang belum melaksanakan salat gerhana) dapat melakukannya,
sama halnya dengan gerhana hanya sebagian saja (V: 340).  

                Imam an-Nawawi (w. 676/1277) menyatakan, “Waktu salat gerhana berakhir dengan lepasnya seluruh piringan matahari dari gerhana. Jika
baru sebagian yang lepas dari gerhana, maka (orang yang belum melakukan
salat gerhana) dapat mengerjakan salat untuk gerhana yang tersisa
seperti kalau gerhana hanya sebagian saja [Raudlat at-Thalibin, II: 86].

E. Orang Yang Melakukan Salat Kusufain

            Dari
penegasan pada sub D di atas, maka dapat difahami bahwa salat kusufain
dilakukan oleh orang yang berada pada kawasan yang mengalami gerhana.
Sedangkan orang di kawasan yang tidak mengalami gerhana tidak melakukan
salat kusufain. Dasarnya adalah hadis yang disebutkan terakhir [huruf D]
di atas yang mengandung katara’aitum (‘kamu
melihat’), yaitu mengalami gerhana secara langsung, serta kenyataan
bahwa Rasulullah saw melaksanakan salat gerhana ketika mengalaminya
secara langsung. Hal ini sesuai pula dengan interpretasi para fukaha
bahwa apabila gerhana berakhir, berakhir pula waktu salat gerhana, dan
apabila matahari tenggelam dalam keadaan gerhana juga berakhir waktu
salat gerhana matahari. Tenggelamnya matahari jelas terkait dengan
lokasi atau kawasan tertentu sehingga orang yang tidak lagi mengalami
gerhana karena matahari telah tenggelam di balik ufuk, tidak melakukan
salat gerhana. Begitu pula pula apabila gerhana bulan terjadi di waktu
pagi menjelang terbitnya matahari, maka waktu salat gerhana bulan
berakhir dengan terbitnya matahari. Ibn Taimiyyah (w. 728/1328) menegaskan,

فإن صَلاَةَ اْلكُسُوْفِ وَاْلخُسُوْفِ لاَ تُصَلَّى إِلاَّ إِذَا شَاهَدْناَ ذَلِكَ [مجموع الفتاوى ، 24: 258] .
Artinya: Sesungguhnya salat gerhana matahari dan gerhana Bulan tidak dilaksanakan kecuali apabila kita menyaksikan gerhana itu [Majmu‘ al-Fatawa, 24: 258].

                Perempuan
juga ikut melaksanakan salat kusufain karena keumuman perintah
melaksanakan salat gerhana dalam hadis-hadis yang dikutip di atas.

Wallahu a’lam bish-shawab. *sy)                
 
fatwatarjih.com