Sempat Ditawari Sejumlah Uang Hentikan Gugatan di MK, Din Tegaskan Muhammadiyah Tidak Bisa Disuap


Jakarta – Ketua Umum
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin mengaku pascapengabulan
Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan Muhammadiyah terhadap UU Migas No
22 Tahun 2001 dan UU No 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air,
Muhammadiyah kerap mendapatkan ‘tekanan’ dari negara asing.

 
Demi
perubahan Indonesia, menjadi negeri yang berkeadilan dan berkemajuan,
Din mengajak semua elemen bangsa lintas agama dan golongan agar
konsisten negara ke arah perwujudan cita-cita nasional.
Jelang
penghujung 2012, publik di Tanah Air dibuat geger dengan dibubarkannya
Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Banyak orang bertanya,
siapa sosok di balik pembubaran badan yang berkuasa mengatur minyak dan
gas di hulu itu? Bukan partai politik, bukan LSM migas, bukan juga
perusahaan migas.
Adalah
Muhammadiyah yang dia pimpinnya sebagai inisiator uji materi UU Nomor
22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-undang itu dinilai tidak
berpihak kepada kesejahteraan rakyat, tapi justru menguntungkan
segelintir orang dan perusahaan asing. Din mengajak elemen masyarakat
madani diajak untuk melihat lagi bagaimana dampak produk
perundang-undangan yang disetujui di parlemen terhadap kepentingan
jangka panjang memakmurkan Indonesia.
Maka,
sejak 2010, Muhammadiyah mulai menggalang gerakan yang disebut sebagai
jihad konstitusi. Sambutan positif pun datang dari para pakar nasional
di bidang hukum, politik, ekonomi, maupun sosial yang peduli pada nasib
bangsa ini ke depan.
Para
mujahidin ini mengawali konsistensinya dengan menggugat sejumlah
undang-undang yang berpihak pada liberalisme ekonomi ke Mahkamah
Konstitusi (MK).  Din menilai, langkah menggugat beberapa undang-undang
sebagai politik amar makruf nahi mungkar Muhammadiyah.
Muhammadiyah
tampil untuk meluruskan kiblat bangsa.  Jihad memang tidak mudah. Saat
menggugat UU Migas, Din mengaku didekati kelompok dan perusahaan asing
yang memiliki usaha tambang di Indonesia. “Mereka mengancam akan
hengkang. Saya bilang, that’s good for us.”
Muhammadiyah
juga sempat ditawari dana CSR sebagai kompensasi agar tidak melanjutkan
gugatan .”Kami tidak butuh itu.” Ke depan, ungkap Din, Muhammadiyah
akan menjalin komunikasi intens dengan anggota DPR. Tujuannya, jihad
konstitusi harus bisa dikawal dari awal agar produk-produk parlemen
tidak membawa limbah negatif.

Setelah ‘menang’ atas uji materi UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA), Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bersama sejumlah elemen masyarakat terus mengumandangkan ‘jihad konstitusi’ melalui pengujian Undang-Undang.

Secara khusus mereka mempersoalkan UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Mereka menganggap sebagian materi muatan ketiga UU ini mengancam dan merugikan masyarakat yang bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 33 UUD 1945.
Api
jihad yang dinyalakan Din mengajak semua anak bangsa mengusir kegelapan
dari jalan negeri ini untuk memenuhi janji kemerdekaan.(sangpencerah.id)