Anak Yatim dan Orang Miskin Dalam Ekonomi Islam

Oleh : Aries Musnandar *
“Tahukah kamu orang yang mendustakan Agama, itulah orang yang menghardik anak  yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin “
{QS. Al-ma’un : 1-3}
”Bila engkau ingin agar hati menjadi lembut dan damai dan Anda mencapai keinginanmu, sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berilah dia makanan seperti yang engkau makan. Bila itu engkau lakukan, hatimu akan tenang serta lembut dan keinginanmu akan tercapai. (HR Thabrani).

Kembali ke persoalan kesejahteraan anak yatim, bahwa seandainya sistem ekonomi Islam yang berdasarkan syariah ini benar-benar menjadi landasan ekonomi suatu bangsa, dipastikan pemerataan pembangunan ekonomi dapat terlaksana, sehingga kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh segelintir elite tetapi juga oleh kaum yang membutuhkan bantuan seperti anak yatim. Ayat-ayat al Quran sesungguhnya banyak membahas persoalan muamalah yang tentunya berhubungan dengan urusan ekonomi umat manusia. Muslim yang sedang menuntut ilmu apalagi ilmu-ilmu sosial sudah seharusnya menggali konsep dan teori ekonomi melalui/melandasi pengkajian mendalam pada tebaran ayat-ayat qawliyyah yang demikian banyak.
Al Quran yang sudah ada sejak lama membahas masalah ekonomi umat ternyata baru mulai dirujuk oleh para ekonom beberapa dekade dengan adanya kajian-kajian tentang ekonomi Islam di perguruan tinggi. Di Indonesia meski sudah dirintis dan dijalankan berbagai aktivitas ekonomi yang mengacu pada syariah, tapi perkembangannya belum signifikan sebagaimana yang diharapkan. Penerapan ekonomi syariah masih dibatasi oleh kegiatan perbankan, keuangan dan asuransi. Padahal ekonomi Islam sangat lengkap membahas tentang kesejahteraan umat di dunia dan hal ini memang merupakan tujuan suatu sistem ekonomi itu diimplementasikan yakni bagi kemakmuran dan kesejahteraan manusia di muka bumi. Ekonomi syariah bukan hanya meliputi lembaga keuangan, asuransi dan perbankan tetapi lebih luas dari itu yakni menuntun manusia dalam melakukan aktivitas ekonomi mulai dari hulu hingga hilir yang sasaran akhirnya adalah mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan yang diridhoi Allah SWT.
Ekonomi Islam dalam setiap aktivitasnya senantiasa menjunjung tinggi prinsip-prinsip keterbukaan, kebersamaan, keadilan, solidaritas sosial, kepedulian, dan tulus ikhlas semata-mata karena Allah dan mengharap ridhoNya inilah yang membedakan dengan sistem ekonomi manapun di dunia. Menyangkut persoalan muamalah ekonomi perlu mendasarkannya pada al Quran dan Hadist sebagai patokan dan rujukan pihak-pihak yang terlibat dibidang ekonomi. Kepedulian atas nasib kaum dhuafa, pelarangan manusia menyembah harta, selalu mawas diri  akan kehidupan dunia yang semu nan sementara serta aktivitas ekonomi sebagai ladang berbuat kebajikan di dunia sebagai bekal di akherat kelak. Hal-hal ini merupakan uraian dan keterangan yang disampaikan al Quran dan Hadist Nabi yang seharusnya menjadi keyakinan setiap orang beriman. 
Contoh Nyata KH Ahmad Dahlan

Islam tidak hanya mengajarkan ayat-ayat al Quran digunakan sebatas dibaca saja tetapi jauh lebih penting adalah menerapkan isi kandungan ajaran Islam, sehingga menjadi suatu yang nyata dan niscaya. Dalam konteks ini ada contoh konkrit di negara kita tentang upaya KH Ahmad Dahlan pendiri organisasi persyarikatan Muhammadiyah yang menguji santrinya apakah telah benar-benar mempraktekkan surat Al Ma’un yaitu dengan menyantuni anak yatim dan memberi makan orang miskin. Beliau setiap memimpin sholat subuh selalu membaca surat al Maun yang kemudian diprotes atau ditanyakan oleh santrinya perihal tersebut, lalu sang kyai balik bertanya tentang apakah para santri telah melaksanakan perintah-perintah surat Al Ma’un? Para santri pun tersentak dan menyadari bahwa selama ini belum melakukan perbuatan signifikan membantu kaum yang memerlukan perhatian sebagaimana terkandung dalam surat Al Ma’un, sehingga setelah peristiwa itu santri KH Ahmad Dahlan berlomba-lomba berbuat kebajikan (fastabiqul khairat) hingga kegiatan berbuat kebajikan ini terus berkembang dan meluas dalam organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu hingga kini.
Sayangnya praktek-praktek langsung ajaran agama yang dirintis KH Ahmad Dahlan ini belum diikuti secara masif oleh umat Islam Indonesia dan masih berupa pekerjaan rumah cukup besar bagi pemerintah Indonesia yang diberi amanah rakyat untuk mengurus negara ini. Faqir miskin dan anak terlantar dipelihara negara (Pasal 34 UUD 45) tetapi dalam kenyataannya pemerintah kepayahan mengurus mereka yang dari ke hari bukannya berkurang malah bertambah. Bukankah fenomena makin banyaknya kaum dhuafa di Indonesia merupakan bukti kegagalan pembangunan ekonomi bangsa atau paling tidak belum terwujudnya pemerataan kesejahteraan dikalangan rakyat Indonesia secara luas.
  
Oleh karena itu tugas umat Islam terutama para ekonom dan penggiat atau pelaku ekonomi Muslim untuk menemu-kenali dan menumbuh-kembangkan sistem ekonomi Islam berdasar syariah. Tidak hanya dalam wawasan konsep, teori dan paradigma tetapi juga pada tataran konkrit yang diejawantahkan dalam praktek-praktek ekonomi sehari-hari. Dalam mencapai keberhasilan mewujudkan ekonomi syariah secara teori dan praktek diperlukan komitmen pemerintah karena masyarakat yang berbangsa dan bernegara memang memerlukan tangan-tangan penguasa dalam mengambil kebijakan. Penguasa yang mayoritas Muslim sebenarnya memudahkan terwujudnya ekonomi syariah yang diharapkan, namun kesadaran dan tingkat keyakinan dari pihak yang memegang amanah tampaknya belum sesuai harapan kita.
* Pendidik dan Peminat Kajian Ekonomi Islam