Wisata Syariah di Indonesia Masih Tertinggal

JAKARTA — Mantan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar menyayangkan perkembangan wisata syariah di Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar masih jauh tertinggal ketimbang negara lain.
“Tren wisata syariah atau sering disebut ‘Muslim friendly destination’ dan ‘halal travel’ di dunia sangat maju pesat, tapi justru di Indonesia malah kurang maju,” kata Sapta dalam jumpa pers tentang persiapan tiga desainer lokal masuk ajang New York Fashion Week di Jakarta, Kamis (29/1).
Sapta mencontohkan Thailand yang kini menjadi salah satu negara yang menawarkan wisata syariah dengan kualitas baik meski jumlah penduduk Muslimnya hanya sekitar 5 persen dari total penduduk. Negeri Gajah Putih itu bahkan mengekspor 25 persen makanan halal untuk memenuhi kebutuhan pasar wisata syariah.
“‘Halal food’ (makanan halal) itu lebih dari 1 triliun dolar AS pasarnya. Makanan halal itu, disebut peneliti yang muslim atau bukan muslim adalah makanan yang sehat. Makanya banyak yang lebih pilih makanan halal, bukan hanya atas dasar agama,” katanya.
Tidak hanya Thailand, negara dengan penduduk Muslim minoritas yaitu Korea Selatan, juga sudah mendukung wisata syariah dengan mensertifikasi sejumlah restoran halal di negeri ginseng itu. Hal itu dilakukan mengingat wisatawan Muslim, umumnya Malaysia dan Indonesia, masuk dalam peringkat 10 besar wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Korea Selatan.
“Korsel juga ekspor kosmetik ke negara-negara Muslim seperti Malaysia dan Indonesia hingga kira-kira 1 miliar dolar AS atau 7 persennya,” katanya. Negara itu, tambah dia, bahkan sudah punya farmasi halal dan institut industri halal.
Sapta mengatakan, Indonesia harus berani melakukan terobosan dengan terus melakukan kampanye dan sertifikasi untuk mendorong perkembangan wisata syariah. “Dalam konferensi Global Islamic Economy di Dubai pada 2014, muslim digambarkan ada sekitar 25 persen dari total penduduk dunia, yaitu 1,6 miliar dari 6,4-6,5 miliar jiwa. Pasarnya sangat besar,” katanya.
Menurut dia, hal utama yang harus dilakukan adalah dengan memenuhi semua kebutuhan dalam negeri dengan produk syariah yang ada. “Kalau kita tidak memenuhi sendiri, negara lain yang akan penuhi. Bayangkan, dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia, 200 juta jiwa adalah muslim, pasarnya sangat besar,” katanya.