Wanita Juga Boleh Melamar

oleh : Gonda Yumitro, S.IP, MA
Selama ini terkadang muncul kesan bahwa wanita hanya bersifat pasif dan menunggu saja kedatangan sang lelaki sholeh untuk meminangnya. Akibatnya, tidak sedikit di antara mereka yang sudah cukup berusia tetapi belum juga menikah.
Kian hari perasaan mereka bertambah gelisah, sementara tanda-tanda pernikahan semakin jauh rasanya. Maklum, banyak lelaki sekarang lebih memilih wanita-wanita yang lebih muda untuk mereka nikahi.
Kondisi seperti ini seharusnya tidak terjadi jika kita mengikuti syariat rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam secara sempurna. Salah satu dari ajaran tersebut, adalah bolehnya wanita untuk meminang calon suaminya. Hal ini tentu dilakukan oleh wali dari sang wanita.
Dalam Islam, maka dikenal bahwa lamaran yang dilakukan oleh pihak wanita bukanlah aib. Justru hal ini merupakan cara untuk menyelamatkan anak wanita atau saudari, atau anggota keluarga yang sholelah tersebut dari perkara yang diharamkan, dan membantunya untuk menikah dengan lelaki sholeh.
Dalam kisah nabi Syu’aib alaihi salam misalnya, Allah ta’ala menceritakan bagaimana nabi Syu’aib menawarkan anaknya kepada nabi Isa ‘alaihi salam untuk dinikahi setelah mengetahui nabi Musa ‘alaihi salam adalah seorang lelaki sholeh. Allah ta’ala berfirman,
إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ
(Syu’aib berkata) sungguh aku ingin menikahkanmu dengan salah seorang dari anakku, dan bagimu untuk bekerja padaku selama delapan tahun (Q.S. Al Qasos: 27)
Demikian juga dengan kisah ibunda Khadijah binti Khuwalid radiyallahu ‘anha yang melamar nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wasalam sebelum masa kenabian.
Atau juga dikisahkan dalam hadits Bukhari bahwa pernah seorang wanita menantangi rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam, kemudian berkata,
يا رسول الله جئت أهب نفسي منك -أو لك
Wahai rasulullah, aku datang padamu untuk menghibahkan diriku darimu / atau padamu. (terdapat khilaf riwayat dalam masalah ini).
Kemudian rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam menjawab, ما لي في النساء من حاجة (aku tidak punya keinginan dengan wanita), atau menunjukkan pengingkaran nabi sholallahu ‘alaihi wasalam dari keinginan wanita tersebut.
Ada pula kisah ketika Umar bin Khattab radiyallahu ‘anhu berkata, aku mendatangi Utsman bin Affan untuk melamarnya agar menikah dengan Hafsah. Maka Ustman mengatakan, aku akan melihat urusan dulu. Kemudian ia berkata, sudah kuputuskan untuk tidak menikah pada hari-hari ini.
Maka Umar mengatakan, aku pun mendatangi Abu Bakr Ashiddiq radiyallahu ‘anhu, kemudian kukatakan, jika mau maka menikahlah dengan putri Umar. Kemudian Abu Bakr diam, dan tidak memberikan apa yang kuharapkan sebagaimana yang kutemui pada Utsman. Akhirnya, Hafsoh pun malah dinikahi oleh rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam.
Berdasarkan berbagai kisah di atas, maka terlihat jelas bahwa wanita pun berhak dan bukan merupakan aib untuk memintakan walinya agar melamarkan laki-laki yang akan dijadikan sebagai calon suami.
Tidak perlu malu jika pun lamarannya ditolak sebagaimana dalam kisah wanita dan Umar bin Khattab radiyallahu ‘anhu di atas, karena konsekuensi melamar adalah diterima atau ditolak. Dengan cara ini, InsyaAllah pernikahan bahagia bisa segera diwujudkan.
* penulis adalah Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang