Nelayan Meminta Kebijakan Otoriter Menteri Susi Dihentikan


JAKARTA – Berbagai asosiasi perikanan dan himpunan nelayan menginginkan agar kebijakan sektor kelautan dan perikanan yang otoriter dan tanpa sosialisasi untuk dihentikan. Karena tidak memberikan peningkatan kesejahteraan kepada pelaku usaha perikanan.

“Kebijakan yang otoritatif ini ‘stop’ di sini, tidak boleh ada di negara demokrasi,” kata Ketua Umum Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Yussuf Solichin, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta, Rabu. Berbagai kebijakan Menteri Susi yang dikritik oleh para asosiasi perikanan adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 56/2014, No. 57/2014, No. 58/2014, No. 1/2015, dan No. 2/2015.

Sejumlah kebijakan itu antara lain terkait dengan moratorium perizinan kapal penangkap ikan, larangan “transshipment” (alih muatan di tengah laut), dan juga pembatasan sejumlah komoditas seperti lobster, serta pembatasan penyaluran BBM bersubsidi kepada kapal penangkap ikan. Yussuf mengingatkan bahwa strategi untuk menerapkan ekonomi kelautan terbagi atas tiga komponen, yaitu sasaran, cara, dan sarana-prasarana-anggaran.

Namun, menurut dia, Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini blm jelas apa targetnya, sehingga berimplikasi kepada tidak jelas sasaran dan caranya. Ia juga mengingatkan, adanya KKP untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan yang merupakan pilar dari negara maritim.

“Kami yang menangkap ombak besar menantang badai di laut, mempertaruhkan nyawa di laut itu kita, Pemerintah hanya membuat kebijakan dan memfasilitasi, tetapi strateginya tidak jelas,” ucapnya.

Sebelumnya, Susi Pudjiastuti tidak akan mempersoalkan jika dirinya dicopot dari jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP), namun dia meyakini bahwa yang dilakukannya adalah selaras dengan kebijakan Indonesia sebagai Poros Maritim.

Menurut dia, selama ini yang dilakukannya telah sesuai dengan visi dan misi dari pemerintah yang ingin menonjolkan aspek kemaritiman di Tanah Air. Untuk itu, ia juga menegaskan bahwa berbagai aturan yang dikeluarkan, seperti moratorium izin penangkapan ikan dan larangan “transshipment” (alih muatan di tengah laut), adalah untuk merawat laut Indonesia agar tetap lestari.