MUI Kritik Kemenag Soal RUU Perlindungan Agama

Jakarta –  Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengkritik pemilihan nama “Perlindungan Agama” untuk rancangan undang-undang yang sedang dirumuskan oleh kementerian agama (kemenag). Penggunaan nama itu dinilai masih berpotensi memberi ruang pada penistaan agama.
Wakil Sekretaris Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pimpinan MUI, M Luthfie Hakim menyatakan, pembicaraan terkait RUU Perlindungan Agama dengan kemenag masih dalam tahap awal.
Namun, MUI menilai, lebih tepat jika menggunakan istilah “kerukunan beragama”. “Jadi, tekanannya jangan pada perlindungan agama, tapi pada kerukunan beragama,” jelas Luthfie..
Menurutnya, jika konteks yang ditekankan dalam RUU adalah kerukunan, tentu tidak boleh ada suatu aturan yang menistakan dan menodai agama. Sehingga, potensi penistaan dan penodaan agama otomatis akan tertutup. 
Namun,jika konteks yang ditekankan ialah perlindungan, maka bisa jadi penistaan agama akan tetap terjadi. Tetapi penistaan itu terlindungi oleh negara karena dikategorikan sebagai sempalan.
“Ini bisa jadi menyebabkan konflik vertikal antara masyarakat tertentu dengan negara,” terang Luthfie.
Karena itu, kata dia, MUI masih akan terus mengamati agar RUU ini tidak melemahkan nilai-nilai yang sudah diatur dalam UU Penodaan Agama (UU PNPS) saat ini.
Karena ia mendengar, RUU ini nantinya akan mengadopsi UU PNPS, Surat Keputusan Bersama (SKB) Rumah Ibadah, serta peraturan menteri tentang penyebaran agama terhadap orang yang sudah beragama. Semuanya akan diakomodasi menjadi satu ketentuan yaitu RUU Perlindungan Agama. 
“Kita akan melihat dulu apakah ada pasal-pasal yang nanti tercecer, yang tidak dimasukkan,” ujar Luthfie.(sp/rol)