Ketua PGI : Tidak Boleh Ada Paksaan Karyawan Pakai Atribut Natal


Jakarta – Pemakaian atribut Natal, seperti baju, topi, atau pernak-pernik Sinterklas, ternyata tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama Kristen. Demikian pula, menyemarakkan atribut demikian hanyalah warisan kebudayaan populer Eropa.

Hal itu ditegaskan oleh seorang tokoh Krisen yang juga Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Albertus Patty.

“Pakaian Sinterklas, pohon cemara (natal), dan semacamnya itu merupakan budaya Eropa dan tidak ada hubungan sama sekali dengan ajaran Kristen,” ungkap Albertus Patty saat dihubungi Republika, Jumat (12/12) di Jakarta.

Lebih lanjut, Albertus menerangkan, perayaan Natal yang sejati, sebagaimana menurut ajaran Kristen, tidak menyertakan nuansa pesta dan komersial, seperti yang selalu masyarakat temui di media massa, pusat perbelanjaan, dan tempat lainnya.

Menurut Albertus, Natal merupakan hari ketika Tuhannya orang Kristen datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia dari penderitaan. Karenanya, perayaan Natal yang sesungguhnya, kata Albertus, dengan menyemarakkan perbuatan baik. Semisal berbagi, menolong fakir miskin tanpa memandang agama, serta memberantas ketidakadilan.

“Tidak ada gunanya simbol-simbol Natal yang komersial. Sinterklas dan pohon Natal itu misalnya,” ujar Albertus, Jumat (12/12).

Maka, Albertus menegaskan, tidak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun, seorang pemilik tempat usaha atau mal memaksa pegawainya mengenakan atribut Natal. Apalagi, bila pegawainya itu seorang Muslim maupun pemeluk non-Kristen lain. Sebab, kata Albertus, di samping yang seperti itu merupakan sikap anti-toleransi, hal demikian juga hanya menyuburkan budaya Eropa, serta meredupkan ajaran Kristen tepat ketika Natal berlangsung.

“Tapi kalau pegawainya sukarela (mengenakan atribut Natal), maka biarkan saja,” kata Albertus, Jumat (12/12).

Terakhir, Albertus menyayangkan, sudah lama perayaan Natal didominasi kepentingan kapitalis, yang semata-mata bertujuan meraup uang. Kata Albertus, hampir tidak ada umat Kristen di negara manapun yang sanggup membendung dominasi budaya Eropa ini. Meskipun demikian, Albertus menyampaikan, pihaknya terus berupaya mengimbau umat Kristen Indonesia agar menjauhi sikap komersil dan konsumtif hanya demi merayakan Natal.

“Kami juga tak bisa mendesak kapitalis, melainkan hanya bisa katakan ke umat, jangan habiskan uang untuk membeli atribut Natal. Lebih baik berbagi menolong sesama,” pungkas Albertus. (sp/rol)