Islam and Secularism by Prof. Syed Mohammad Naquib Al-Attas

 
Reviewed by Fahmi Salim, MA

Buku yang ditulis oleh cendekiawan besar Melayu kelahiran Bogor tahun 1931, yang juga cucu dari seorang sufi Al-Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas yang dimakamkan di komplek Kramat Empang Bogor, adalah karya ilmiah terbaik yang saya baca dan resapi hingga saat ini. Pertama kali terbit tahun 1978, saat itu umat Islam di kawasan Melayu-Indonesia belum menganggap karya itu penting. Namun kini setelah lewat satu dasawarsa abad ke-21, ketika umat Islam digempur oleh gelombang dan arus liberalisasi studi Islam dan Al-Qur’an secara khusus, buku ini seakan menjadi oase intelektual dan dirasakan urgensinya untuk membendung arus liberalisme.
U
Buku ini terdiri dari 5 Bab; Pertama, Latar Belakang Kristen Barat Masa Kini, Kedua, Pengertian Sekular-Sekularisasi-Sekulerisme, Ketiga, Islam Sebagai Faham Agama dan Asas Akhlak, Keempat, Dilema Muslim Kontemprer, dan Kelima, Dewesternisasi Ilmu yang dilanjutkan dengan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer sebagai antitesa dari Westernisasi Konsep-konsep Ilmu dari Barat.
Satu hal yang saya kagumi dari pemikiran dan perenungan yang mendalam dari Prof. Al-Attas adalah identifikasi masalah, pemetaan problem, metodologi, dan solusi alternatif bagi kebuntuan dan kesimpangsiuran (confusion) pemikiran Islam kontemporer, yang sistematis, kokoh dan konsisten. Al-Attas sanggup ‘membaca’ dan mengantisipasi dilema umat Islam yang kini baru dirasakan begitu kencang berhembus, sebelum ada seorang cendekiawan Islam pun yang memikirkannya, sejak 33 tahun silam. Tren yang berkembang saat itu, para cendekiawan muslim berlomba-lomba mengadopsi pemikiran sekularisme dan liberalisme, dan mengajukan justifikasinya dari dalil-dalil Islam. Ironis sekali! Namun, Al-Attas tidak tunduk kepada tren itu, ia justru memformulasikan jalan keluar atas dilema pemikiran Islam itu dengan matang dan ilmiah, berdiri tegak di atas pandangan dunia (worldview) Islam yang kokoh. Dengan demikian pemikiran Islam tidak perlu minder di hadapan konsep-konsep Barat, baik modern maupun postmodern, bahkan dapat menjadikan pemikiran Islam sebagai alternatif utama untuk mengatasi pelbagai dampak destruktif dari pemikiran Barat.
Al-Attas tak hanya canggih membaca unsur-unsur pembentuk kebudayaan Barat modern dengan implikasi epistemologisnya terhadap ilmu pengetahuan kontemporer, namun juga sangat brilian menganalisis konsep-konsep kunci seperti konsep agama, konsep wahyu dan konsep kitab suci, sehingga dengan memosisikannya dengan benar, maka umat Islam tak perlu mengalami proses sejarah yang dialami peradaban Barat modern dan postmodern yang dinamai Sekularisasi.
Berikut saya kutipkan beberapa pandangan Prof. Al-Attas yang canggih itu,
“Konsep agama di Barat dalam pandangan Islam tidak termasuk dalam kategori agama yang diwahyukan. Sebagian besar agama Kristen adalah AGAMA BUDAYA.”
 
“Agama wahyu yang benar seperti Islam sejak awal harus:
 
  1. Melakukan seruan universal untuk seluruh umat manusia
  2. Hukum sakralnya tidak memerlukan perkembangan lebih lanjut dalam dirinya
  3. Mesti lengkap dan sempurna untuk memenuhi keperluan umat manusia
  4. Bukti-bukti terhadap pengakuan kelengkapan dan kesempurnaan Islam adalah:
  5. Nama Islam khusus diberikan kepada agama ini sebagai ‘proper name’ (nama diri) sejak semula.
  6. Nama Muslim diberikan juga untuk para penganut agama ini sejak permulaannya
  7. Wahyu itu sendiri disempurnakan dalam masa kehidupan Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam, yang beliau tafsirkan dalam kehidupannya, dan hukum sakral yang ia bentuk dalam ajaran, pemikiran, perkataan dan contoh perbuatannya (sunnah).
  8. Jawaban-jawaban nabi atas semua masalah yang ditanyakan sahabat tentang tingkah laku yang benar, fikiran, tindakan, dan panduan yang merangkum keperluan manusia, ia akan cukup bagi manusia di segala zaman dan untuk setiap generasi berikutnya.
  9. Kesadaran sahabat itu berangkat dari fakta bahwa ini adalah wahyu terakhir dari Allah, agama terakhir bagi manusia, dan nabi terakhir yang muncul di tengah manusia.
  10. Sehingga Islam dan masa kehidupan Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam selalu sesuai, selalu cukup, selalu modern atau baru, dan selalu mendahului zaman kerena ia MELAMPAUI SEJARAH.
  11. Dengan alasan ini kita dapat katakan bahwa Islam telah mengetahui dan mengenali kejadiannya sejak awal keberadaannya.
 
Karena itu, ISLAM MELAMPAUI SEJARAH DAN TIDAK TERMASUK DALAM PERUBAHAN DAN PERKEMBANGAN UNTUK MENCARI JATI DIRI SEPERTI YG TELAH DIALAMI AGAMA KRISTEN DAN AKAN TERUS MENGALAMINYA..!
 
“Jadi dalam konteks Islam, tradisi dan tradisional tidak berarti merujuk kepada tradisi yang dihasilkan dari kreatifitas manusia yang berevolusi dalam sejarah dan tercipta dari budaya manusia. Namun kita disini merujuk pada konsep NAQL.”
 
“Oleh karena Islam adalah agama yang melampaui pengaruh evolusi dan kesejarahan manusia, maka nilai-nilai yg terkandung di dalamnya adalah mutlak; dan ia berarti Islam memiliki pandangannya sendiri yang mutlak tentang Tuhan, alam semesta, realitas, dan manusia. Islam juga memiliki penafsiran yang khas terhadap realitas baik dari sudut ontologi, kosmologi atau psikologi. Islam pun memiliki worldview dan pandangannya sendiri tentang hari Akhir yang sangat penting bagi manusia.”
 
“Telah banyak tantangan yang muncul di tengah-tengah kekeliruan manusia sepanjang sejarah, tetapi barangkali tidak ada yang lebih serius dan lebih merusak terhadap manusia daripada tantangan yang dibawa oleh peradaban Barat hari ini !”
“Saya berani mengatakan bahwa tantangan terbesar yang muncul secara diam-diam di zaman kita adalah tantangan ilmu, bukan sebagai lawan kebodohan, tetapi ilmu yang difahami dan disebarkan ke seluruh dunia oleh peradaban Barat. Hakikat ilmu telah menjadi bermasalah karena ia telah kehilangan tujuan hakaikinya akibat dari pemahaman yang tidak adil. Ilmu yang seharusnya menciptakan keadilan dan perdamaian justru membawa kekacauan dalam kehidupan manusia; ilmu yang terkesan nyata namun justru menghasilkan kekeliruan dan skeptisisme, yang mengangkat keraguan dan dugaan ke derajat ilmiah dalam hal metodologi serta menganggap keraguan (doubt) sebagai sarana epistemologis yang paling tepat untuk mencapai kebenaran; ilmu yang untuk pertama kalinya dalam sejarah telah membawa kekacauan dan kerusakan besar pada tiga kerajaan alam: hewan, tanaman, dan mineral bumi.”
Selain percikan pemikiran yang mendalam di atas, masih banyak lagi lainnya. Anda akan diajak menyelami beragam khazanah pemikiran Barat dan Islam, dari yang klasik hingga kontemporer, untuk diberikan imunisasi dari pemikiran dan ilmu yang rusak dan acap mengobrak-abrik ajaran-ajaran Islam. Very excited and most recommended. Akhirnya, selamat membaca…!