Ironi! Natal di Indonesia Gereja Dijaga, Namun di Swedia Masjid Dibakar, Dimana Toleransi ?


               oleh : Arief Rahman *
                                    
Menjelang Perayaan Natal maka seperti ritual tahunan eskalasi pengamanan di Indonesia ditingkatkan terutama pengamanan di Gereja – Gereja. Alasan mengapa POLRI mengerahkan kekuatan besar untuk melakukan pengamanan Natal untuk mengantisipasi terjadinya gangguan terhadap pelaksanaan Natal. Sebagai alat negara tindakan itu hal yang wajar untuk melindungi setiap Warga Negara namun tidak sedikit masyarakat menilai pola pengamanan tersebut terlalu berlebihan seolah – seolah ancaman gangguan terhadap Natal di Indonesia begitu besar dan nyata bahkan sebuah Ormas Islam ikut – ikutan menjaga gereja dengan dalih membantu pengamanan.


Satu lagi fenomena yang muncul setiap menjelang perayaan Natal, para Tokoh dan media – media mainstream mulai mengkampanyekan TOLERANSI sebuah adigium yang seolah wajib diingatkan kepada ummat islam ketika Natal akan tiba. Entah apa maksud dari campaign jelang natal ini apakah sebuah ikhtiar atau warning kepada ummat islam yang mungkin oleh sebagian kelompok dinilai kurang toleran terhadap pelaksanaan Natal di Indonesia.


Celakanya kecurigaan terhadap ummat islam yang dinilai kurang toleran tidak hanya dilakukan oleh kelompok di luar islam namun juga dilakukan oleh kelompok islam lainnya Kecurigaan yang berlebihan itu seharusnya tidak perlu terjadi karena dalam sejarah Ummat Islam di Indonesia secara umum sangat toleran dengan penganut agama yang lain terutama beberapa tahun terakhir tidak pernah kita temui kasus perusakan tempat ibadah agama lain yang dilakukan ummat Islam sehingga “show of force ” aparat dan beberapa ormas islam dalam penjagaan gereja bisa ditinjau ulang.


Terbukti penyelenggaraan Natal di Indonesia kemarin (25/12/2014) berjalan aman tanpa gangguan sama sekali, ini membuktikan kecurigaan beberapa pihak terhadap kekhawatiran sikap intoleransi ummat islam tidaklah terbukti.


Ketika pelaksanaan Natal di Indonesia berjalan lancar dan aman publik dikagetkan berita yang datang dari belahan bumi lainnya yaitu tepatnya di Swedia dikutip dari BBC  pada hari Natal (25/12) telah terjadi aksi pembakaran masjid ketika ummat islam sedang mengerjakan ibadah sholat yang diduga dilakukan seseorang dan menyebabkan sedikitnya 5 orang terluka bakar dan beberapa orang lainnya mengalami sesak nafas.


Aksi ini mencederai semangat Natal yang konon  membawa pesan kedamaian mengapa tindakan terorisme terhadap masjid terjadi di hari yang sakral , hal ini menunjukkan sikap ekstrimisme dan kebencian terhadap agama bisa terjadi di semua tempat termasuk di negara Eropa yang selama ini digadang – gadang sebagai penjaga toleransi dan HAM di Dunia.


Ummat islam di Indonesia tentu sangat menyayangkan insiden tersebut di saat Indonesia yang berpenduduk mayoritas Islam mampu menjaga penyelenggaraan Natal berjalan baik dan aman justru di belahan bumi lainnya ternoda dengan pembakaran masjid, dan mirisnya tidak ada pernyataan sikap atau kecaman dari para tokoh, kelompok atau media yang selama ini kampanyekan TOLERANSI terhadap ummat islam namun ketika ada pelanggaran toleransi di belahan bumi lainnya terhadap ummat Islam mereka seolah menutup mata dan diam seribu bahasa.


Kondisi inilah yang kian membuat Ummat islam gerah dan merasa semakin termarginalkan , sikap “double standard” beberapa pihak terhadap isu TOLERANSI yang tajam terhadap ummat islam namun lembek terhadap kelompok lain yang melakukan tindakan intoleransi.


Ummat islam mungkin berharap Pemerintah RI bisa mewakili perasaan ratusan juta ummat islam di Indonesia minimal memberikan pernyataan kecaman terhadap aksi intoleransi tersebut yang mungkin sudah menjurus aksi teror terhadap ummat islam yang sedang menjalankan ibadah, agar ummat Islam di Indonesia tidak melulu menjadi objek kampanye TOLERANSI dan hanya bisa mengelus dada ketika sikap intoleran terjadi terhadap saudaranya.

* Kader Muda Muhammadiyah