Benarkah Dosen UMY Dukung Pernikahan Beda Agama?

Dalam website voa-islam.com ada sebuah berita berjudul “Dosen Muhammadiyah Yogyakarta Nyatakan Pernikahan Beda Agama Tetap Bisa Harmonis, Benarkah?” Pokok dari berita tersebut adalah sebagai berikut:

Antropolog dan Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyyah Yogyakarta (UMY), Nawari Ismail menuturkan sekalipun banyak terjadi pernikahan beda agama, tapi hal itu tidak memengaruhi keharmonisan rumah tangga yang dibangun. Hal ini karena adanya beberapa faktor yang menyebabkan keluarga beda agama itu bisa tetap harmonis, seperti dominasi sub budaya abangan, gejala sekularisme, formalisme agama, pola hubungan tenggang rasa, dan faktor anak.

“Kelima faktor itu tidak berdiri sendiri, tapi saling terkait satu sama lain. Di samping itu, yang mendorong terjadinya pernikahan beda agama ini umumnya karena pandangan keagamaan penganutnya. Mereka yang menikah beda agama, memandang semua agama itu baik dan sekadar sebagai alternatif pilihan, bukan menjadi pertimbangan utama,” ungkapnya setelah melakukan penelitian di Mlati dan Berbah. demikian dilansir dari sangpencerah.id.” 

Dari kutipan tersebut voa-islam mengambil kesimpulan bahwa Nawari Ismail mendukung pernikahan beda agama. Hal ini dapat dilihat dari opini-opini yang diberikan oleh redaksi selanjutnya. 
Setelah kami menelaah dan mencari informasi lebih lanjut, kesimpulan bahwa Nawari Ismail mendukung pernikahan beda agama agaknya terlalu terburu-buru. Berikut alasannya:
Nawari Ismail adalah seorang antropolog dan dosen yang tentu saja salah satu tugasnya adalah melakukan penelitian. Dalam sebuah penelitian, salah satu prinsipnya adalah objektivitas, artinya peneliti harus memandang objek dan hasil penelitian secara apa adanya. Nawari meneliti mengenai kehidupan pasangan berbeda agama. Hasil penelitiannya ternyata menunjukan bahwa banyak pasangan beda agama yang tetap harmonis. Pertanyaannya adalah apakah berarti Nawari mendukung pernikahan beda agama karena hasil penelitiannya seperti itu? Belum tentu. Dalam forum tersebut, Nawari memaparkan hasil penelitiannya, bukan opininya mengenai perbedaan agama. Menyamakan hasil penelitian dengan opini peneliti adalah suatu hal yang keliru. Tugas peneliti hanya meneliti fenomena alam atau sosial secara apa adanya, suka atau tidak suka terhadap hasilnya ya harus diterima, karena itu hasil penelitian. Nawari tidak memberikan opininya terkait nikah beda agama, yang memberikan opini adalah Prof. Syamsul Anwar Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid yang juga menjadi pembicara pada forum tersebut. (McD)