Muhammadiyah Tegas Tolak Penghapusan UU Penodaan Agama

Jakarta- Kabar dari Direktur Riset Asia Tenggara dan Pasifik Amnesty International, Rupert Abbott, menyatakan Undang-Undang Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang pencegahan, penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, tidak relevan dan melanggar serangkaian komitmen HAM internasional yang juga diakui Indonesia. “Pengadilan atas kasus penodaan agama harus dilihat sebegai bentuk penghormatan terhadap kebebasan beragama telah mengalami kemunduran,” kata Abbott, dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (21/11/2014).
Bendahara Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas meminta Amnesty International agar tidak perlu mengajari Indonesia terkait masalah agama. “Jadi, Amnesty International jangan ngajarin orang Indonesia,” ungkap Anwar saat dihubungi Republika Online (ROL) pada Jum’at (21/11). 

Menurutnya, sikap Amnesty yang ikut campur dan meminta pemerintah untuk menghapus UU ini bisa menimbulkan kekacauan. Masalah agama tentu, kata Anwar, bisa membuat masyarakat tidak tentram.

Anwar mengatakan, sikap yang ditunjukkan Amnesty ini diduga karena mereka merasa paling hebat dalam urusan Hak Asasi Manusia (HAM) terutama dalam hak beragama. Padahal, ujar Anwar, konsep HAM mereka sangat berpotensi menimbukan kekacauan. “Mereka juga tidak netral,” tutur Anwar. 

Anwar mengatakan, perlakuan Amnesty kaum minoritas Islam di Eropa dan minoritas di Indonesia sangat berbeda. Untuk itu, Anwar meminta kepada Amnesty untuk tidak mengajari Indonesia, terkait HAM dalam beragama. “Justru sepertinya Indonesia yang perlu mengajari Amnsety tentang HAM,” tambahnya.(sp/rol)