Menakar Peluang Calon Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah

Oleh: Arif Nurul Imam*
Pemuda Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi otonom Muhammadiyah akan menggelar Muktamar XVI di Padang, Sumatra Barat pada 20-22 November 2014. Dalam acara ini, ada serangkaian kegiatan  yang akan digelar dalam agenda empat tahunan tersebut, diantaranya akan melakukan rumusan kerja organisasi serta membahas berbagai isu-isu kebangsaan. Tak hanya itu saja, muktamar ini juga menggelar agenda yang kerap ditunggu-tunggu, yaitu pemilihan anggota formatur dan ketua umum.
Sebagai organisasi kepemudaan yang berdiri sejak 2 Mei 1932, sudah barang tentu, Pemuda Muhammadiyah memikul tanggung jawab dan tugas sejarah yang tak remeh-temeh. Pemuda Muhammadiyah dituntut hadir sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna gerakan perjuangan Muhammadiyah guna mewujudkan cita-cita besar mewujudkan baldatun thoyibatun wa rrobun ghafur(negeri yang subur, dan makmur, adil serta sejahtera).
Tidak mengherankan jika muktamar ini bukan saja penting untuk menentukan masa depan organisasi, melainkan juga amat strategis dalam menentukan arah perjalanan bangsa. Sebagai organisasi kepemudaan yang terbilang mapan, sudah seharusnya mampu menyiapkan kader-kader terbaik untuk tampil kedepan mengarak gerbong kepemimpinan Pemuda Muhammadiyah periode 2014-2018.
Regenerasi Kepemimpinan
Dari sosok calon ketua umum yang telah ditetapkan oleh panitia pemilihan, terdapat tujuh sosok kandidat kader Pemuda Muhammadiyah yang menyatakan siap berlaga memperebutkan dukungan dari muktamirin dari seluruh Indonesia yang berjumlah tak kurang dari 1.200 peserta. 
Ketujuh kandidat itu adalah: Dahnil Anzar Simanjuntak (Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah), Syahrul Hasan (Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah DKI Jakarta), Muhammad Aziz (Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah), Amirudin(Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah), King Faisal Sulaiman (Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiya), Rohmad Suprapto(Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah), dan Syahrudin Alrif (Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sulawesi Selatan).
Dari sosok kandidat tersebut terdapat empat kandidat dari unsur Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dan tiga kandidat dari Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah. Komposisi demikian, tentu akan memperagakan persaingan menarik dalam rangka memperebutkan dukungan dari para peserta muktamar.
Jika dilihat dari secara usia, muktamar kali ini menampilkan sosok calon ketua umum yang relatif muda. Lima calon yang bertarung masih berusia dibawah 35 tahun. Jika menilik dari segi usia, boleh saja disebut dikatakan sukses dalam melakukan regenerasi.
Dari segi pendidikan, terdapat dua calon yang tengah menempuh studi program doktor, sisanya sudah  menempuh studi master. Ketujuh calon tersebut juga telah mengikuti pengkaderan berjenjang dari level terbawah. Artinya, terlepas dari segala kekurangan dan kelebihan masing-masing, dari segi kualifikasi secara umum, baik dari soal pengkaderan, intelektual, integritas, jaringan, serta pengalaman; bisa dikatakan memiliki kualifikasi merata. Ketujuh kader utama tersebut, sudah pantas menjadi pemimpin di sebuah organisasi kepemudaan yang sudah berusia 82 tahun tersebut.
Kunci Kemenangan
Tak ada rumus baku dalam sebuah ritual pemenangan. Peserta muktamar sebagai pemilik suara memiliki pertimbangan yang bermacam-macam dalam memilih sosok kandidat ketua umum. Sebagian dari peserta muktamar, tidak sedikit yang duduk di jabatan-jabatan publik seperti: kepala daerah, anggota legislatif tingkat daerah dan pusat, serta jenis profesional lainnya. Secara umum, peserta adalah pemilih rasional yang hampir semua mengenyam pendidikan tinggi dan memiliki reputasi serta pengalaman. 
Pengelolaan dinamika konflik internal kiranya menjadi salah satu variabel kemenangan. Dinamika konflik di sebuah organisasi adalah kekuatan jika dikelola dengan baik. Dalam strategi pemenangan, peta dinamika konflik sudah barang tentu menjadi semacam kamus wajib yang harus disimak dan diperhatikan. Pengelolan konflik itu misalnya, bagaimana membangun simbiosis mutualisme kandidat dengan pemilih. Arah dukungan akan mengikuti sejauh mana formulasi manajemen konflik berjalan pararel dengan harapan pemilih.
Selain itu, mengingat peserta muktamar yang jarang mengenal secara langsung dengan kandidat; pembentukan persepsi kandidat, tentu saja menjadi penting. Kandidat dan tim sukses harus mampu menanamkan citra diri dihadapan muktamirin merupakan sosok yang dianggap paling tepat dan mumpuni. Tantangan internal dan eksternal, sebisa mungkin dipersonifikasikan dengan kandidat sebagai orang yang paling tepat menjadi nahkoda Pemuda Muhammadiyah.
Selanjutnya, persoalan visi-misi juga akan menjadi perhatian serius. Sebagai organisasi kader berbasis intelektual, sejauhmana bobot visi-misi akan menentukan dukungan para pemilih. Visi-misi yang berbobot potensial mendapat simpati dan dukungan dari pemilih. Pemilih rasional, tentu saja, melihat dan mengkomparasikan sejauhmana visi-misi setiap kandidat sebagai bahan pertimbangan memberikan dukungan. 
Bagaimana gaya berkomunikasi hampir pasti memiliki pengaruh, tak terkecuali dengan para kader. Semua muktamirin sudah pasti menghendaki pemimpin organisasi memiliki kemampuan berkomunikasi baik sehingga memudahkan dalam menjalankan roda kepemimpinan. Komunikasi yang cenderung elitis dan mengabaikan akar rumput adalah ancaman nyata menuju kegagalan.
Itulah beberapa point yang hemat penulis, menjadi variebel kemenangan kandidat dalam bersaing memperebutkan posisi ketua umum. Jika kandidat mampu memainkan beberapa kunci kemenangan tersebut, dengan melakukan manajemen konflik dengan tepat, membangun persepsi positif, menyodorkan visi-misi berbobot, serta terampil dalam menjalin komunikasi; peluang menjadi kader puncak Pemuda Muhammadiyah bukan sebuah kemustahilan. Mari kita uji dan lihat dalam prosesnya. Wallahualambisawab. (sumber: republika)
*Penulis adalah Anggota Bidang Politik dan Hubungan Antar Lembaga Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah; dan bekerja di Konsultan Politik.