Pengusaha Muhammadiyah Dikriminalisasi Hingga Tewas, Din Harapkan Keadilan


Jakarta – Niat kerjasama tambang batubara, namun berujung celaka. Itulah yang tengah dialami salah satu pengusaha dari Muhammadiyah H Asri, yang dikriminalkan hingga tewas oleh WN Singapura yang dikenal konglomerat terkenal dari Kalimantan Timur.
Berlarutnya kasus hingga mencapai Mahkamah Agung, membuat keluarga H Asri, pada Selasa (8/9) malam meminta perlindungan ke PP Muhammadiyah. Ini dilakukan karena pelaku kasus ini tidak hanya dilakukan oleh WN Singapura, melainkan juga banyak oknum penegak hukum di Indonesia dalam kasus ini.
“Kami sangat kaget mendengar penuturan Mas Muhammad Rasyid Ridha sebagai pemegang saham perusahaan sekaligus ahli waris korban kriminalisasi tersebut. Kehadiran mereka semalam ke PP Muhammadiyah adalah untuk mengadukan nasib mereka yang terus menerus dikriminalkan dan tidak kunjung selesai,” ujar Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, Rabu (10/9/2014). 
Menurut Din, pihak keluarga sudah tiga kali mendatangi kantor PP Muhammadiyah hingga Mahkamah Agung. “Sangat sedih. Ini tragedi yang tidak boleh terjadi di Indonesia. Dimana hukum dipermainkan. Kebetulan ini yang menjadi korban adalah warga kami yang menjadi pengusaha Muhammadiyah di Kalimantan Timur. Muhammadiyah akan mengawal kasus ini hingga korban mendapatkan keadilan. Bahkan, Muhammadiyah sudah berkirim surat ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, agar segera tuntas dan korban mendapat keadilan,” jelasnya.
Pria yang menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menjelaskan, pihaknya telah meminta penjelasan secara detail terhadap korban serta seluruh dokumen yang sudah ada. Selannjutnya, PP Muhammadiyah menugaskan Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Dr. Saiful Bakhri, SH, MH untuk menjadi Ketua Tim Advokasi perusahaan serta keluarga korban.
Dari dokumen resmi yang dipegang Din, seta kerja advokasi Saiful Bakhri, maka Din menyimpulkan telah terjadi kriminalisasi terstruktur terhadap Pengusaha Muhammadiyah, H. Asri hingga meninggal. H. Asri yakni pemilik PT. Gunung Bayan Pratama Coal mendapatkan ijin PKP2B (Perjanjian kerjasama pengusahaan tambang batubara) dari Pemerintah pada 15 Agustus 1994. Perusahaan itu adalah pemegang/pemilik PKP2B seluas 100.000 hektar, terletak di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, berdasarkan SK No.002/PK/PT.BA-PT.GBP/1994. Pada tanggal 1 November 1995 bertempat di Singapura, PT. Gunung Bayan Pratama Coal, mengadakan kesepakatan kerjasama dengan LTK.
Din menyebut kerjasama tersebut akhirnya bermasalah karena LTK yang awalnya berkewarganegaraan Singapura, ternyata berkali-kali melakukan tindakan tercela  Atas kejadian tersebut, Din mengaku prihatin. Ternyata H. Asri malah diminta melunasi pajak yang tidak seharusnya dibayar. Bahkan, pihak LTK setelah itu memperkarakan H. Asri ke Mabes Polri.

“Nah, H. Asri sempat ditahan polisi selama dua bulan pada tahun 2009. Antara H. Asri dan LTK, memang saling lapor polisi. Namun laporan H. Asri ke Polisi malah di SP-3 hingga tidak bisa dilanjutkan. Korban mengaku direkayasa oleh oknum penegak hukum. Akibat menjalani kriminalisasi yang bertubi-tubi itu, H. Asri meninggal pada 2012 silam. Ini menyedihkan,” keluh Din.
Meski demikian, menurut Din, pihaknya optimis MA akan merespon permintaanya agar korban mendapatkan keadilan. Setelah mengalami proses kriminalisasi yang panjang, pada November 2012 akhirnya turun Putusan Perkara Pidana Mahkamah Agung RI, No.1711 K/Pid/2011, tanggal 14 November 2012. Dimana (alm) H. Asri dinyatakan “Bebas Murni”. Dengan demikian, sebenarnya pihak LTK harus menyelesaikan kewajibannya dan tidak lagi mengurus perusahaan H. Asri.  [sp/detik]