Masih Relevankah Hamas vs. Fatah?; Tanggapan untuk Surat Pembaca Web Hidayatullah

Pada Rabu (17/09) ada surat pembaca di web hidayatullah mengomentari sumbangan Muhammadiyah untuk Palestina (bisa dilihat di sini ). Pada awalnya penulis memberikan apresiasi kepada Muhammadiyah yang peduli terhadap dunia Islam. Namun selanjutnya mengkritik sumbangan Muhammadiyah karena disalurkan melalui duta besar Palestina. Masalahnya kata dia, kedubes Palestina diisi oleh orang-orang Fatah. Fatah sebagai organisasi pembebasan Palestina bagi dia punya track record buruk yakni lembek terhadap Israel. Dia ingin Muhammadiyah langsung memberikan bantuan ke rakyat Gaza, bukan melalui kedubes.

Masih relevankah Hamas vs. Fatah?



Hamas dan Fatah memang dikenal mempunyai hubungan yang kurang baik. Namun tahun ini Hamas dan Fatah melakukan rekonsiliasi yang membuat Israel sewot. Mengenai hal ini voaislam.com menulis:
Rakyat dan para pemimpn Palestina menyambut gembira keputusan yang diambil oleh Hamas dan Fatah. Ini sebuah kemenangan bagi rakyat Palestina.Palestina dikoyak-koyak perbedaan antara Hamas dan Fatah. Bahkan, di tahun 2007, sempat terjadi perang terbuka antara kedua faksi yang dimenangkan oleh Hamas, dan secara de fakto menguasai seluruh Jalur Gaza.
Usaha-usaha melemahkan perjuangan bangsa Palestina tidak pernah berhenti yang dilakukan oleh Israel dan Amerika. Termasuk melakukan agresi militer Israel ke Gaza, tahun 2011, dan menimbulkan kerusakan dan kehancuran yang luar biasa. Akibat agresi itu ratusan warga Gaza menemui kematian.
Tetapi, para pemimpin Palestina, terutama Hamas yang dimotori oleh Kepala Biro Politik Hamas, Khaled Mish’al, melakukan langkah-langkah yang sangat luar biasa, dan akhirnya tercapai persetujuan penyatuan antara Hamas dan Fatah, yang nantinya akan disatukan dalam wadah perjuangna : PLO’ (Palestinian Leberation Organiazation ).

– See more at: http://www.voa-islam.com/read/opini/2014/04/28/30060/ketakutan-israel-dan-amerika-atas-persetujuan-hamas-fatah/#sthash.TMaU9AHy.dpuf
Bahkan menurut hidayatullah (selengkapnya di sini) yang dikutip dari sahabat al aqsha, jauh sebelum petinggi Hamas dan Fatah bersatu, kader-kader mereka yang sama-sama dipenjarakan Israel sudah bersatu.
Beberapa waktu lalu, para pemimpin Hamas dan Fatah mengumumkan bahwa mereka akhirnya akan bekerja sama. Akan tetapi, sebenarnya jajaran dan anggota mereka telah bekerja sama dalam waktu yang lama dalam sebuah sistem, yakni di dalam penjara ‘Israel’. Oleh karena itu, perdamaian antara Fatah di Tepi Barat dan Hamas di Gaza bukan hal baru bagi mereka yang mendekam dan menderita bersama-sama di penjara penjajah zionis ‘Israel’.
Karena 40 persen dari seluruh laki-laki Palestina pernah dipenjara oleh penjajah zionis ‘Israel’, merasakan luka fisik dan emosional akibat penahanan tersebut. Oleh karena itu, solidaritas di antara tahanan Palestina tidak mudah hilang, bahkan setelah mereka bebas.
Jadi masih relevankah mempertentangkan Hamas dan Fatah? Sayangnya penulis surat pembaca tersebut luput dari memetakan persoalan ini.
Strategi Pembebasan Palestina 
Kalau dilihat sekilas, memang kubu Fatah lembek karena mau bekerjasama dengan Israel, dan kubu Hamas tegas karena tidak segan-segan melakukan serangan fisik. Sebenarnya tidak sesederhana itu, baik Hamas maupun Fatah keduanya mempunyai tujuan memerdekakan Palestina, hanya strategi yang ditempuh berbeda. 
Ahmad Rizky Mardhatillah seorang aktivis KAMMI Yogyakarta menulis artikel mengenai hubungan Erdogan dan Israel (selengkapnya di sini), berikut kutipan pernyataannya:
Tunggu dulu: bagaimana mungkin pemerintahan Erdogan, yang sering disebut-sebut sebagai representasi kubu Islamis yang naturally pro-Palestina, bisa membangun hubungan diplomatik dengan Israel? Mengapa ketika Erdogan mendapuk kekuasaan di Turki, ia tidak langsung memotong kawat diplomatik dengan Tel Aviv dan secara terang-terangan mendukung Palestina?
Di sini poin menariknya. Meski dikenal punya linkage dengan kelompok ‘Islamis’ Ikhwanul Muslimin (IM) yang dikenal sangat tegas soal Israel dan Palestina, Erdogan tidak menutup mata bahwa dalam diplomasi dan berhubungan antar-negara, ada ‘permainan’ yang harus dilakukan.
Erdogan memang sering sekali bermain ‘keras’ dengan Israel. Misalnya, sikap walk-out yang ia tampilkan beberapa tahun lalu ketika World Economic Forum di Davos, Swiss. Di forum yang menghadirkan banyak pemimpin dunia ini, Erdogan menyela pidato Presiden Israel, Shimon Peres, dan mencecarnya soal masalah Palestina.
Cecaran pertanyaan Erdogan tak digubris. Keluarlah ia dari forum dan segera meninggalkan Davos. Erdogan sudah ‘menampar’ Israel tepat di wajah Presidennya, di hadapan banyak pemimpin politik dan ekonomi dunia saat itu.
Tapi, ternyata selama ini hubungan Turki-Israel aman-aman saja. Kedutaan Israel masih buka di Turki. Dan think tank semacam Ufuk Ulutaş masih sering menulis di koran-koran Israel.
Sebagai catatan, Turki punya kantor Kedutaan Besar di Tel Aviv dan konsulat di beberapa kota, termasuk Jerusalem. Ketika Erdogan sedang berantem soal Mesir, Palestina, dan lain sebagainya, kantor ini tetap melayani arus mobilitas baik orang-orang Turki ke Israel maupun sebaliknya.
Sebagai catatan lagi, Turki dan Israel telah meneken perjanjian free trade di tahun 1997 dan berlangsung sampai kini. Di tahun 2010, pangsa perdagangan kedua negara tumbuh pesat. Ekspor dan impor dari kedua negara tidak terpengaruh oleh dinamika hubungan politik yang cukup ‘panas’ –apalagi menyangkut soal Palestina.
Jadi, permainan boleh agak keras. Tapi bukan berarti putus hubungan. Di sinilah kecerdasan Erdogan. Posisi semacam ini menyebabkan Erdogan menjadi garda terdepan dalam pembelaan terhadap Israel. Ketika negara-negara Arab hanya bisa mengutuk Israel tanpa kekuatan memadai untuk menekan, Erdogan dengan lincah bernegosiasi untuk kemerdekaan Palestina.
Sekali lagi, ini soal siasat. Erdogan telah melampaui isu remeh-temeh soal agama.
Jadi ternyata bukan hanya Fatah yang bersikap diplomatis terhadap Israel, Erdogan  pun mengambil langkah strategis, bukan reaktif. Padahal Erdogan dikenal berafiliasi kepada Ikhwanul Muslimin yang mendukung sepenuhnya Hamas.
Mari Berbaik Sangka
Sebenarnya kalau kita melihat surat pembaca tersebut, banyak asumsi, prasangka dan tendensi yang didasari oleh ideologi tertentu. Padahal dalam surat al hujurat ayat 10 Allah melarang kita berburuk sangka. Insya Allah PP Muhammadiyah punya hitung-hitungan yang matang mengapa menyumbang melalui kedutaan besar Palestina. PP Muhammadiyah akan mengawasi apakah bantuan tersebut sampai kepada yang memerlukan atau disalahgunakan. Mengenai usulan agar menyerahkan secara langsung ke Gaza itu sangat baik, mudah-mudahan ke depan bisa terlaksana. Namun bukan berarti menyalurkan bantuan melalui kedubes menjadi salah. Sekian tanggapan kami, atas semua kritikannya kami ucapkan terima kasih, mudah-mudahan Allah memberikan hidayah kepada kita semua. McD