Muhammadiyah dan Indonesia Berkemajuan

Dr. H. Haedar Nashir

Dalam Tanwir Muhammadiyah pada bulan Mei 2014 di Samarinda dihasilkan konsep visioner Muhammadiyah yaitu Indonesia Berkemajuan. Rekonstruksi Kehidupan Kebangsaan yang Bermakna. Pemikiran tersebut merupakan bukti dari kebesaran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berusia lebih tua dan menjadi bagian dari kekuatan nasional yang ikut mendirikan Republik Indonesia tercinta. Muhammadiyah selain bekiprah melalui amal usaha dan usaha-usaha lain untuk mencerdaskan dan memajukan bangsa ini secara praksis, pada saat yang sama berperan melalui sumbanigan pemikiran, yang menunjukkan kiprah strategis sebagai gerakan Islam modern.

Peran strategis Muhammadiyah yang mengeluakan pemikiran Indonesia Berkemajuan sangat penting mengingat bangsa ini terus terang masih tertinggal dalam banyak bidang kehidupan. Setelah 68 tahun lebih merdeka Indonesia kalah bersaing dengan bangsa-bangsa tetangga, padahal sejarah dan potensinya luar biasa besar. Rakyat pada umumnya masih belum maju dalam pemikiran, malahan masih taklid dalam politik dan aspek-aspek lainnya, sehingga gampang terkecoh dengan hal-hal remeh dan pinggiran. Proses pembodohan juga masih berlangsung dalam banyak ranah, sehingga selain menghasilkan alam pikiran rakyat yang tidak kritis juga pemimpin-pemimpin yang berkemampuan alakadarnya, yang tidak akan mengangkat Indonesia menjadi unggul di hadapan bangsa dan negara lain.
Pemikiran Berkemajuan

Konsep “berkemajuan” melekat dengan tingkat perkembangan kehidupan umat manusia, yang merujuk pada kata dasar “maju” atau “kemajuan” sebagai idealisasi suatu masyarakat, bangsa, dan negara. Semua negara atau bangsa mencita-citakan kemajuan yang di dalamnya terkandung segala sesuatu yang bersifat kebaikan, keadilan, kesejahteraan, kemakmuran, dan hal-hal lainnya yang menunjukkan keadaan yang lebih balk. Kata “berkemajuan” mengandung makna proses sekaligus tujuan yang bersifat ideal untuk mencapai segala kondisi yang lebih berkembang ke tingkat keunggulan atau berada di depan dalam kehidupan yang dicita-citakan. Indonesia yang “berkemajuan” mengandung arti perikehidupan kebangsaan yang maju di segala bidang baik yang bersifat fisik-materi maupun ruhani secara menyeluruh diukur dari jiwa dan cita-cita nasional.

“Indonesia Berkemajuan” dalam konteks gerakan Muhammadiyah sejalan dengan karakter gerakan Islam ini yang bersifat modern atau tajdid, yang mengandung spirit berkemajuan. Pemikiran “Indonesia Berkemajuan” seirama dengan isu central Muhammadiyah tentang “Islam yang Berkemajuan” yang telah dinyatakan secara resmi dalam “pemikiran Muhammadiyah abad ke dua” hasil Muktamar ke-46 (Muktamar Satu Abad) tahun 2010 di Yogyakarta. Ikon “maju” (progress) atau “bekemajuan” selain senapas dengan spirit, komitmen, dan cita-cita Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang mengemban misi dakwah dan tajdid sepanjang perjalanan sejarahnya dan sudah dibuktikan dalam langkah nyata gerakannya, juga sejalan dengan cita-cita universal setiap bangsa dan negara di mana pun. Semua negara dan bangsa mencita-citakan kemajuan, dan semua hal atau aspek seperti keadilan, kesejahteraan, kemakmuran, dan kata-kata yang sejenis lainnya sesungguhnya menuju pada keadaan yang lebih baik yang capat dicover secara umum dan substantif dengan istilah kemajuan.

Esensi “Indonesia Berkemajuan” sejiwa dengan Islam. Kemajuan dalam pandangan Islam adalah kebaikan yang serba utama, yang melahirkan keunggulan hidup lahiriah dan ruhaniah. Islam yang berkemajuan menyemaikan benih-benih kebenaran, kebaikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia. Islam yang menjunjung tinggi kemuliaan manusia baik laki-laki maupun perempuan tanpa diskriminasi. Islam yang menggelorakan misi antiperang, antiterorisme, antikekerasan, antipenindasan, anti keterbelakangan, dan anti terhadap segala bentuk pengrusakan di muka bumi seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kejahatan kemanusiaan, eksploitasi alam, Serta berbagai kemunkaran yang menghancurkan kehidupan. Islam yang secara positif melahirkan keutamaan yang memayungi kemajemukan suku bangsa, ras, golongan, dan kebudayaan umat manusia di muka bumi. Bahwa Islam dalam pandangan Muhammadiyah merupakan agama yang mengandung nilai-nilai kemajuan (din al-hadlarah) untuk mewujudkan kehidupan umat manusia yang tercerahkan can membawa rahmat bagi semesta alam.

Dalam konteks bangsa dan negara “Indonesia Bekemajuan” mengandung subtansi dan senapas dengan cita-cita nasional yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu “Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Indonesia yang “Berkemajuan” sejalan dengan semangat “Memajukan Kesejahteraan Umum”, baik kesejahteraan yang bersifat jasmani maupun ruhani, fisik maupun non-fisik. Dalam tafsiran Muhammadiyah sebagaimana dirumuskan dalam buku “Revitalisasi Visi Dan Karakter Bangsa” tahun 2007, bahwa citacita nasional Indonesia yang disusun oleh pendiri bangsa tahun 1945 itu diformulasikan dalam pemaknaan “Negara Indonesia yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat”.
Indonesia Berkemajuan dalam kehidupan kebangsaan juga senapas dengan semangat “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Makna “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” bersifat luas dan mencakup segala hal bukan sekadar bersifat kognisi atau pikiran semata, bukan hanya di bidang pendidikan tetapi juga dalam bidang kehidupan lainnya, yakni perikehidupan bangsa yang cerdas dalam segala hal dan aspek. Dalam filosofi Pancasila sebagai ideologi negara, bangsa yang maju atau cerdas melekat dengan jiwa “Ketuhanan Yang Maha Esa”, “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, “Persatuan Indonesia”, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, dan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Konteks Realitas

Dalam konteks realitas kehidupan bangsa dan negara saat ini semangat “berkemajuan” dalam makna, aspek, dan proses yang luas atau menyeluruh itu relevan dan menjadi suatu keniscayaan. Indonesia setelah 68 tahun merdeka masih tertinggal dalam sejumlah aspek kehidupan, di banding dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand negeri dan bangsa ini diakui banyak mengalami ketertinggalan. Pada saat yang sama masih terdapat realitas “ketradisionalan”, “keterbelakangan” “kemunduran”, “kebodohan”, “pembodohan”, “irrasionalitas”, dan sejenisnya baik dalam kehidupan berbangsa maupun dalam mengurus negara. Negara sebagai fenomena “modern” masih banyak dikonstruksi dan diurus dengan cara cara yang “tradisional”, sehingga menyebabkan salah urus, korupsi, penyalahgunaan, penyelewengan, dan bentuk-bentuk ketertinggalan atau keterbelakangan lainnya. Negara dan bangsa tidak diurus, dikelola, dibangun, dan dikembangkan dengan pola pikir, mentalitas, kebijakan, dan langkah-langkah yang “berkemajuan”, sehingga Indonesia masih jauh dari keadaan yang “maju” dalam seluruh aspek kehidupan sebagaimana layaknya negara dan bangsa yang telah maju.

Para pendiri bangsa Indonesia melalui proses perjuangan dan dialog kebangsaan yang panjang merumuskan tujuan kemerdekaan sebagai visi dan cita-cita nasional yang harus diwujudkan dalam seluruh kehidupan bangsa dan negara. Visi atau cita-cita nasional kemerdekaan tersebut termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 padd alines keempat yakni terbentuknya “Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Adapun tujuan dari dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ialah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Visi nasional atau visi kebangsaan Indonesia yang terangkum dalam pernyataan Pembukaan UUD 1945 itu merupakan kristalisasi dari jiwa perjuangan bangsa sebelum maupun sesudah kemerdekaan sekaligus mengandung cita-cita negara ideal Indonesia. Menjadi suatu keharusan bagi seluruh warga negara bangsa Indonesia untuk menghayati dan memaknai kembali kandungan UUD 1945 dan menjadikannya sebagai sumber inspirasi kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya bangsa Indonesia sepanjang masa. Generasi sekarang dan yang akan datang memiliki tugas untuk menafsirkan kembali nilai-nilai tentang negara ideal yang dirumuskan para pendiri bangsa melalui Pembukaan UUD 1945 itu secara cerdas dan bertanggung jawab. Cita cita nasional tersebut harus di transformasikan sebagai visi nasional atau visi kebangsaanke dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga terwujud Indonesia sebagai negara dan bangsa yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat.

Usaha untuk mengisi kemerdekaan dan melaksanakan pembangunan untuk kemajuan Indonesia dilakukan pada setiap periode kekuasaan. Pada era Pemerintahan Soekarno (1945-1965) terdapat sejumlah perencanaan pembangunan sebagai kebijakan nasional di berbagai bidang kehidupan, terutama politik clan ekonomi. Pada masa perjuangan revolusi (1945-1959) untuk mempertahankan Indonesia dari penjajah Belanda yang ingin kembali menapakkan kaki penjajahannya, dirumuskan Rancangan Ekonomi Indonesia hasil dari Badan Perancang Ekonomi (1947) clan Rancangan Kasimo. Periode kedua (1950-1959) pada masa Negara Serikat, disusun pertama Rencana Urgensi Industri (RUI) 1951-1953 yang dipimpin Soemitro Djojohadikoesoemo selaku Menteri Perdagangan dan Industri pada Kabinet Mohammad Natsir, kedua Perencanaan Pembangunan untuk Mengatur Ekonomi Indonesia yang digagas clan dipimpin Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan ketiga yang lebih sistematik ialah Garis-Garis Besar Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) 1956-1960 yang disusun Depernas atas masukan dari Biro Perancang Negara.
Pada masa Orde Baru (1968-1998) pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto menerjemahkan perwujudan cita-cita kemerdekaan dan visi nasional Indonesia itu ke dalam kebijakan Pembangunan Nasional yang disusun melalui GarisGaris Besar Haluan Negara sebagaimana mandat UUD 1945 dan menerjemahkannya ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) clan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Tujuan Pembangunan Nasional ialah terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya. Pada sejumlah bidang kehidupan terutama pembangunan ekonomi dan stabilitas politik, pembangunan di era Soeharto tersebut cukup berhasil. Namun pada saat yang sama terdapat masalah-masalah yang krusial seperti kesenjangan sosial, korupsi, kehidupan politik yang monolitik, hilangnya hak-hak warga negara, dan lain-Iaon. Karenanya lahirlah gerakan reformasi tahun 1998, yang mengakhiri rezim otoritarian dan memasuki face barn Indonesia yang lebih demokratis sebagai titik pangkal membangun bangsa dan negara ke arah yang lebih baik.
Pada Era Reformasi setelah empat kali Pemilihan Umum terdapat perkembangan yang maju khususnya di bidang demokrasi, hak asasi manusia, pertumbuhan ekonomi, dan sejumlah pencapaian positif lainnya. Tetapi bersamaan dengan itu masih terdapat masalahmasalah krusial yang bersifat kemandegan dan peluruhan dalam kehidupan sosial-politik, sosial-ekonomi, dan sosial-budaya yang memerlukan pembangunan kembali (rekonstruksi) yang mendasar dan bemakna diukur dari jiwa dan cita-cita nasional yang termaktub dalam Pembukaan UUD dan batang tubuh UUD 1945 sebagaimana mestinya.
Karenanya diperlukan ikhtiar memaknai dan menafsirkan ulang disertai usaha-usaha rekonstruksi kehidupan kebangsaan di segala bidang kehidupan yang melibatkan seluruh institusi negara dan komponen bangsa menuju “Indonesia Berkemajuan”. Dalam rekonstr uksi Indonesia Berkemajuan yang menyeluruh dan strategic itu maka sungguh niscaya dibutuhkan kepemimpinan nasional yang cerdas, berani, tegas, bervisi luas, berintegritas, bersih, bermoral utama, dan berjiwa negarawan. Dalam pandangan Muhammadiyah itulah kepemimpinan profetik dengan tujuh criteria utama sebagai pemimpin nasional untuk memimpin Indonesia berkemajuan.