Situs-Situs Peninggalan KH Ahmad Dahlan di Kampung Kauman

Oleh: Andika Saputra, Penggiat Jejak Islam untuk Bangsa, Mahasiswa S2 Arsitektur UGM
Muhammadiyah tak dapat dijauhkan dari Kampung Kauman Yogyakarta,
begitu pula sebaliknya. Paling tidak karena dua sebab musabab. Pertama,
menurut salah satu riwayat disebutkan sang pendiri Muhammadiyah; K.H.
Ahmad Dahlan, adalah putra kelahiran Kampung Kauman Yogyakarta.
Sedangkan riwayat lain menyebutkan Kiai lahir di Nitikan dan barulah
beberapa hari setelah kelahirannya dibawa ke Kauman. Kedua, ikrar
berdirinya Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah dan sosial pendidikan
berasaskan Islam terjadi di Kampung Kauman Yogyakarta. Karenanya antara
Muhammadiyah dengan Kampung Kauman Yogyakarta memiliki ikatan historis,
basis sosial, dan emosional yang tak mungkin dapat dipisahkan.
Mempelajari perjuangan Islam di Nusantara akan kita temui
Muhammadiyah. Mempelajari Muhammadiyah tepatnya dimulai dengan
mempelajari kehidupan dan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan. Untuk memulai
usaha mengenali sosok Kiai tepatnya diawali dari ruang-ruang Kauman;
tempat di mana Kiai tumbuh besar, memulai perjuangan, dan kembali
kehadirat Rabb-nya pada hari Jumat tanggal 7 Rajab 1341 Hijrah Nabi/23
Februari 1923. Walaupun kemudian jasad Kiai tidak dimakamkan di Kauman,
namun jejak dan semangat perjuangannya masih membekas dalam ruang-ruang
yang pernah merekam.
Pada hari ahad tanggal 4 Safar 1435 Hijrah Nabi/8 Desember 2013,
kira-kira 90 tahun dalam perhitungan penanggalan masehi setelah wafatnya
Kiai atau 94 tahun dalam perhitungan penanggalan hijriyah, penulis
bersama 11 rekan berkunjung ke Kampung Kauman Yogyakarta untuk napak
tilas jejak perjuangan K.H. Ahmad Dahlan guna mengambil ibrah dan
meneladani kisah hidup dan perjuangan salah seorang ulama yang hampir
seluruh hidupnya dihabiskan untuk menegakkan Islam di bumi Hindia Timur
pada masanya. Ditemani mas Ghifari dan mas Priyo dari Komunitas Blusukan
Kampoeng Jogja, kami menelusuri dan memasuki satu persatu ruang yang
menjadi saksi bisu perjuangan K.H Ahmad Dahlan. Ruang yang telah menua
oleh sebab waktu, namun tak dapat menghapus kenangannya.
Peta 300x177 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Rute napak tilas jejak perjuangan K.H. Ahmad Dahlan dalam ruang Kauman
Penelusuran kami dimulai dari Masjid Gedhe yang pembangunannya
selesai pada hari ahad 29 Mei 1773. Masjid yang menjadi saksi bisu
gerakan tajdid K.H. Ahmad Dahlan yang terlahir dengan nama Muhammad
Darwis. Selepas wafat ayahnya; K.H. Abu Bakar pada tahun 1896, beliau
diangkat oleh Kasultanan Yogyakarta sebagai salah seorang khetib di
Masjid Gedhe untuk menggantikan peran sang ayah dengan menyandang gelar
Khetib Amin.
Di serambi masjid inilah setiap Kiai bertugas piket sehari dalam
seminggu berusaha menyampaikan ilmu kepada khalayak, termasuk perihal
arah kiblat yang shahih ke arah barat laut. Pada masanya lumrah masjid
dan langgar memiliki kiblat ke arah Barat. Sebagai seorang alim yang
memiliki otoritas di bidang ilmu falak, wajib baginya menyampaikan
kebenaran perkara arah kiblat walaupun tak serta merta diterima dengan
mudah. Akhirnya atas pertolongan Allah Azza Wa Jalla, dakwah Kiai
berbuah manis hingga saat ini kita dapati arah kiblat Masjid Gedhe yang
menyerong.
Di pelataran masjid ini pula Kiai pernah membariskan kepanduan
Hizbhul Wathan; padvinder Muhammadiyah bagi kalangan muda yang
didirikannya pada tahun 1921. Bayangkan saja di pelataran luas yang
dahulunya ditutupi tanah, seorang K.H. Ahmad Dahlan memimpin apel
barisan pemuda yang dicita-citakannya mampu menjadi pemuda yang Islami
dan kelak tergerak hatinya untuk berjuang atas nama Islam.
Penelusuran kami berlanjut ke ruang Kawedanan Pengulon yang berada di
sebelah utara Masjid Gedhe. Kawedanan Pengulon adalah badan keagamaan
Kasultanan Yogyakarta yang dipimpin seorang Kiai Penghulu yang memiliki
tanggung jawab urusan keagamaan dalam wilayah kekuasaan sultan yang
mencakup peribadatan, perawatan masjid dan makam kerajaan, upacara
keagamaan kerajaan, dan peradilan kerajaan dalam lingkup peradilan
syariat Islam.
Gambar Kawedanan Pengulon 2 199x300 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Kawedanan Pengulon sebagai penanda otoritas sultan dalam bidang keagamaan
Dahulu Kiai Penghulu dalam kesehariannya bermukim di ndalem Pengulon
dan berkantor di pendopo Pengulon. Strata ruangnya ditunjukkan dari
ketinggian atap pendoponya yang tertinggi kedua di lingkungan Kauman
setelah atap Masjid Gedhe. Di ruang Kawedanan Pengulon inilah terjadinya
peristiwa perseteruan antara Kiai Penghulu Kamaludiningrat dengan K.H.
Ahmad Dahlan menyoal perubahan arah kiblat Masjid Gedhe. Gagasan
paharuan ditolak Kiai Penghulu disebabkan kedudukannya yang membawahi
K.H. Ahmad Dahlan selaku abdi dalem pamenthakan berpangkat khetib.
Perseteruan antara keduanya mencapai klimaks dengan dirobohkannya
Langgar Kidoel milik keluarga K.H. Ahmad Dahlan.
Memasuki sebuah pintu di sebelah utara Masjid Gedhe kami menjumpai
ruang Kauman RT 12. Berjalan beberapa langkah, tepat di samping kiri
pertigaan jalan terlihat sebuah monumen Syuhada fii Sabilillah Kauman
Darussalam. Terukir nama 24 orang mujahid warga Kauman di badan monumen
yang insya Allah ikhlas mengorbankan jiwa untuk mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Demi Islam, demi umat, demi keridhaan Allah.
Semoga hanya karena Allah pula kami menelusuri ruang-ruang Kauman untuk
mengambil ibrah dari perjuanganmu, wahai mujahid dakwah.
Gambar Permukiman 1 199x300 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Suasana permukiman Kampung Kauman Yogyakarta
Gambar Monumen 199x300 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Monumen untuk mengenang para Mujahid warga Kauman yang diresmikan pada 23 Rabiul Awal 1416 Hijrah Nabi/20 Agustus 1995
Setelah merenung sejenak, langkah kaki kami kembali berderap ke arah
barat menyusuri jalan paving yang basah lembab oleh hujan. Selang
beberapa meter di sebelah kiri jalan kami menjumpai Gedung TK ABA (Taman
Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal) yang telah berdiri sejak tahun
1922 dengan nama Siswo Projo Wanito. Barulah pada tahun 1924 menggunakan
nama Bustanul Anthfal yang berarti kebun anak-anak. Belanda menyebutnya
dengan Frobel. Dengan kata lain inilah pendidikan Taman Kanak-Kanak
pertama di Hindia Timur pada masanya yang kemudian menjadi embrio
pendidikan serupa di Indonesia.
Gambar TK ABA 199x300 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal yang dahulunya difungsikan oleh Kiai dan Nyai Dahlan untuk memberikan pengajaran Islam
Jauh sebelumnya, ruang-ruang dalam gedung ini difungsikan untuk
pengajian Nyai Dahlan bagi perkumpulan Sopo Tresno yang dibentuknya pada
tahun 1914. Berawal dari keinginan Nyai untuk mencerdaskan dan
mengangkat harga diri kaum wanita. Begitu pula K.H. Ahmad Dahlan mengisi
ruangnya setiap malam selasa untuk mengajarkan Islam, mendidik umat.
Tak disangka Jenderal Besar Soedirman pun menjadi salah satu penyambung
seruan dakwah Kiai di ruang yang sama, jauh setelah wafatnya Kiai,
selain untuk bertemu dengan Nyai Dahlan; meminta doa restu kepada ‘sang
ibu’. Ruang yang kini kami berdiri di depannya menyimpan rekam jejak
dakwah 3 tokoh Islam di masanya yang hingga detik ini masih kita lihat
dan rasakan hasil dari kerja dakwah mereka.
Kami melangkah kembali hingga tiba di perempatan jalan. Tepat di
sebelah kanan kami berdiri Mushola ‘Aisyiyah yang diresmikan
pendiriannya oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1922. Ruang sholat khusus
bagi kaum wanita yang diimami oleh seorang wanita. Bayangkan pada
masanya kaum wanita diharuskan berdiam diri di rumah. Urusannya hanya
seputar dapur, sumur, dan kasur. Kemudian terbit dakwah pembaharuan di
Kauman yang memancarkan cahaya-Nya, memuliakan wanita di atas jalan
Islam. Mulailah wanita mendapatkan kehormatan, kebebasan sebagai hamba
Allah, dan perlindungan di balik Islam. Mulailah wanita mendapatkan
ruang untuk mencurahkan ketaatannya kepada Sang Pencipta, dan ruang
Musholah ‘Aisyiyah menjadi saksi.
Gambar Mushola 2 199x300 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Mushola ‘Aisyiyah yang menjadi penanda kebangkitan keagamaan bagi kalangan wanita
Hadirnya Mushola ‘Aisyiyah menandakan pengakuan atas hak dan
kewajiban seorang wanita sebagai hamba Allah sekaligus khalifah Allah.
Urusan wanita memang di rumah tapi bukan berarti diperbolehkan untuk
bodoh, untuk tidak beribadah, apalagi untuk diperlakukan bukan sebagai
manusia. Karenanya ruang mushola hadir untuk mengasah keimanan kaum
wanita di tengah dominasi kaum pria yang menguasai ruang-ruang Masjid
Gedhe. Tak aneh bagi kami ketika adzan dzuhur berkumandang dari Masjid
Gedhe satu persatu warga wanita memasuki ruang mushola, tapi entah
bagaimana tanggapan masyarakat luas dengan realitas seperti ini pada
masa 100 tahun yang lalu.
Kami mempercepat langkah seiring waktu memasuki dzuhur tuk
menghampiri ruang Pendopo Tabligh yang lokasinya tak seberapa jauh dari
Mushola ‘Aisyiyah dengan menyusuri gang-gang sempit di antara
rumah-rumah warga diiringi tetesan hujan yang tak ingin menjadi deras.
Gambar Gang 199x300 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Sempitnya sirkulasi di Kampung Kauman Yogyakarta menunjukkan sikap keterbukaan dan keakraban warganya
Pendopo Tabligh adalah salah satu dari dua buah pendopo yang masih
bertahan di Kampung Kauman Yogyakarta. Salah lainnya adalah Pendopo
Pengulon yang telah kami kunjungi di awal. Tak banyak yang mengetahui di
ruang Pendopo Tabligh inilah yang pada masanya dimiliki salah seorang
murid K.H. Ahmad Dahlan dilangsungkan ikrar berdirinya Muhammadiyah pada
8 Dzulhijjah 1330 Hijrah Nabi/18 November 1912. Diawali dari saran
seorang murid agar Kiai mendirikan organisasi untuk menaungi sekolah
yang telah dirintisnya pada tahun 1911. Takut-takut kalau Kiai
meninggal, sekolah tetap berdiri dan dilanjutkan perjuangannya oleh
generasi penerus. Maka seiring tumbuhnya dukungan dan setelah menunaikan
istikharah, pada waktunya berdirilah Muhammadiyah dari sebuah ruang
kecil dan sederhana yang dipenuhi limpahan rahmat Allah Azza wa Jalla.
Gambar Pendopo Tabligh 1 199x300 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Gambar Pendopo Tabligh 2 199x300 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Pendopo Tabligh; ruang lahirnya bayi Muhammadiyah
Kaki kami kembali melangkah. Kali ini menuju Langgar K.H. Ahmad
Dahlan yang pada masanya disebut Langgar Kidoel. Di tengah perjalanan
kami melihat sebuah rumah bertuliskan Perpustakaan MABULIR di atas daun
pintunya. Pemiliknya pernah ikut serta berperang bersama Jenderal Besar
Soedirman; H. Dauzan Farook. Setelah tidak lagi berperang ia tetap
meneruskan perjuangan. Kali ini tidak dengan senjata, tapi dengan buku
untuk melenyapkan kebodohan dalam diri umat. Dahulu setiap hari ia
berkeliling dengan sepeda untuk menawarkan buku koleksinya agar dapat
dipinjam masyarakat. Tiada biaya yang dipungut, si peminjam hanya harus
mengajak 5 orang kawannya untuk turut meminjam buku. Tak disangsikan
lagi Perpustakaan MABULIR adalah cikal bakal perpustakaan keliling di
Indonesia. Namun kini bangunannya sepi tanpa pertanda adanya penghuni,
sepi tanpa aktivitas yang menggerakkan ruangnya.
Gambar Perpustakaan Mabulir 199x300 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Keberadaan perpustakaan MABULIR semakin menguatkan citra Kampung Kauman sebagai kampung pendidikan Islam
Kembali melanjutkan perjalanan, kembali melewati gang-gang sempit di
antara rumah warga, tibalah kami di lingkungan rumah K.H. Ahmad Dahlan.
Kami berdiri di halaman tanah di kelilingi bangunan. Di sebelah barat
adalah Langgar Kidoel, langgar milik keluarga K.H. Ahmad Dahlan. Di
dalam ruangnya pada tahun 1898 berkumpul 17 ulama untuk menggelar
musyawarah perihal arah kiblat yang shahih. Diskusi yang dilangsungkan
dari isya hingga shubuh tak menunai hasil. Namun dua orang murid Kiai
yang mendengar perbincangan secara diam-diam menuju Masjid Gedhe di
tengah malam tuk menggoreskan garis putih di depan pengimaman sebagai
penunjuk arah kiblat yang diyakini shahih oleh Kiai. Inilah awal mula
perseteruan antara K.H. Ahmad Dahlan dengan Kiai Penghulu
Kamaludiningrat yang berakhir pada perintah perobohan Langgar Kidoel.
Gambar Rumah Kiai 199x300 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Lingkungan kediaman K.H. Ahmad Dahlan; ruang bagi Kiai tumbuh dan memulai pergerakan dakwahnya
Besarnya tantangan dan tekanan dakwah yang dihadapi Kiai meremukkan
hatinya ketika melihat langgar warisan sang ayah rata dengan tanah.
Seketika Kiai mengajak istri untuk hijrah namun sanak saudara tak ridha
atas kepergiannya. Berkat petunjuk Allah Azza wa Jalla, Kiai
mengurungkan niatnya untuk pergi dan membangun kembali langgar warisan
sang ayah pada tahun 1901 dengan tetap menerapkan arah kiblat
sebagaimana yang diyakininya. Semangat dakwah pun kembali membuncah.
Di masa kini kita dapat menjumpai Langgar K.H. Ahmad Dahlan dengan
kondisinya yang baru dipugar. Di pengimaman terdapat sebuah penanda,
entah dibuat oleh Kiai atau setelahnya, yang menunjukkan perhitungan
arah kiblat. Kini hampir setiap hari ruang langgar difungsikan untuk
pengajian dan pengajaran setelah beberapa masa kosong tanpa kegiatan.
Ruang bawah langgar pun beralih fungsi menjadi kantor yayasan dan museum
K.H. Ahmad Dahlan. Sebuah upaya untuk mulai memperkenalkan kembali
sosok seorang ulama besar kepada generasi masa kini.
Gambar Dalam Langgar 2 300x200 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Langgar milik keluarga K.H. Ahmad Dahlan yang menyimpan jejak pergerakan tajdid Kiai
Gambar Penanda Kiblat 300x227 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Penanda arah kiblat; terlihat tiga buah garis lurus yang saling berpotongan
Di sebelah utara halaman tanah adalah kediaman K.H. Ahmad Dahlan yang
kini tersekat menjadi 3 ruang hunian terpisah. Di ruang tamu kediaman
Kiai yang tidak kurang berukuran 2,5×6 meter pertama kali
diselenggarakan lembaga pendidikan Islam yang dirintisnya. Berawal
dengan 8 orang murid, 2 buah meja, 2 buah bangku panjang, dan sebuah
papan tulis. Modal untuk mewujudkan modernisasi pendidikan Islam pada
masanya. Di tengah gencarnya tantangan dakwah yang dihadapi, 6 bulan
setelah dimulainya bertambah menjadi 20 orang murid dan terus bertambah
seiring waktu sehingga ruang belajar dipindahkan ke serambi rumah Kiai;
ruang yang lebih luas.
Gambar Rumah Kiai 199x300 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Rumah kediaman K.H. Ahmad Dahlan; ruang lahirnya lembaga pendidikan yang digagasnya
Pada 1 Desember 1911, Kiai memutuskan mendirikan sekolah yang diberi
nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Awal dibukanya memiliki 29
orang murid, dan 6 bulan kemudian melonjak menjadi 62 orang murid. Untuk
mewadahi murid yang terus bertambah jumlahnya, pada tahun 1913 Kiai
mendirikan ruang kelas di sebelah timur halaman tanah tempat kami
berdiri. Barulah pada tahun 1919 ruang kelas dipindahkan ke sebelah
selatan Masjid Gedhe di atas tanah hibah dari sultan yang kemudian
dinamakan Sekolah Dasar Pawiyatan. Dan kini ruang kelas di lingkungan
kediaman Kiai difungsikan untuk kegiatan PAUD. Tiada kosong dari
aktivitas pengajaran sebagaimana impian sang pendiri.
Gambar Kelas 1 300x200 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Gambar Kelas 2 300x200 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Gambar Kelas 3 300x200 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Ruang kelas di lingkungan kediaman K.H. Ahmad
Dahlan; bandingkan gambar atas yang diambil pada masa kini dengan dua
gambar di bawahnya yang diambil pada tahun 1913
Setelah shalat dzuhur berjama’ah yang dilanjutkan dengan diskusi dan
mengunjungi museum K.H. Ahmad Dahlan, kami beranjak menuju Sekolah Dasar
Pawiyatan. Tak terasa penelusuran jejak perjuangan K.H. Ahmad Dahlan
telah memasuki bagian akhirnya. Beberapa langkah sebelum Sekolah Dasar
Pawiyatan, di kiri jalan tepat di sebelah barat Masjid Gedhe terdapat
pemakaman Kauman. Di sinilah Nyai Dahlan di makamkan yang wafat pada
tanggal 29 Jumadil Akhir 1365 Hijrah Nabi/31 Mei 1946. Di tanah ini pula
dimakamkan para pejuang Islam yang turut berjuang mempertahankan
kemerdekaan Indonesia dengan jiwanya. Tertulis di batu nisan yang
sederhana sebuah nama Abu Bakar Ali, Moch Wardani, dan Moch Djirhas.
Gambar Makam Nyai 199x300 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Gambar Makam Pejuang Islam 184x300 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Makam Nyai dan para pejuang Islam sebagai bukti militansi warga Kauman memperjuangkan Islam dan kemerdekaan Indonesia
Makam yang kesehariannya tertutup rapat. Rantai besi dan gembok
berukuran besar menjadikan pintunya tak dapat dibuka. Makam pun dibuat
rendah, tak lebih dari sejengkal tangan, hanya nisan sebagai petunjuk
identitas. Tak lain sebagai upaya mencegah munculnya praktik kesyirikan.
Menziarahi makam Nyai Dahlan tanpa makam Kiai. Nisan bertuliskan
Achmad Dahlan di belakang makam Nyai adalah makam cucu Kiai dan Nyai,
sedangkan K.H. Ahmad Dahlan dimakamkan di Karang Kajen. Beredar beberapa
riwayat berpisahkan makam Kiai dan Nyai, pasangan yang saling bahu
membahu memperjuangkan kaum Muslimin hingga wafatnya. Sebuah riwayat
mengatakan masyarakat Karang Kajen merupakan basis pendukung
Muhammadiyah pada masa awal berdirinya di tengah berbagai rintangan yang
dihadapi Kiai di dalam lingkungan Kauman. Keberadaan makam Kiai di
Karang Kajen menjadi bukti. Dikuatkan riwayat yang meyakini Kiai
bukanlah asli kelahiran Kauman, sedangkan Nyai yang dimakamkan di Kauman
menjadi petunjuk tanah kelahirannya.
Gambar Makam Anak Nyai 199x300 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Makam Achmad Dahlan; cucu Kiai dan Nyai
Beberapa langkah dari pemakaman Kauman kami telah berada di depan
pagar SD Muhammadiyah Kauman. Sekolah inilah yang dahulunya disebut
dengan Sekolah Dasar Pawiyatan yang diperuntukkan bagi putri. Sekolah
yang cikal bakalnya tumbuh di lingkungan hunian K.H. Ahmad Dahlan tak
lagi menampakkan wujud aslinya yang telah berlalu terbawa arus renovasi
terakhir kali. Patut diambil hikmah begitu cepatnya sekolah Muhammadiyah
tumbuh. Berawal dari ruang tamu di dalam sebuah rumah yang sederhana,
kini kita dapati bangunan 2 lantainya yang terlihat gagah perkasa.
Semoga senantiasa segagah dan seperkasa niat Muhammadiyah untuk terus
memajukan kehidupan kaum Muslimin dan menegakkan Islam di tanah
Indonesia, namun tanpa menghapus kesejarahannya.
Gambar Kawedanan Pengulon 1 300x200 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
Gambar SD Pawiyatan 2 199x300 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta
SD Muhammadiyah Kauman yang wujud fisiknya tak lagi menampakkan bekas-bekas SD Pawiyatan peninggalan Kiai
Penelusuran jejak perjuangan K.H. Ahmad Dahlan dalam ruang-ruang
Kauman kami akhiri dengan kembali ke Masjid Gedhe melalui setapak jalan
di sebelah selatan masjid, hanya beberapa langkah dari Sekolah Dasar
Pawiyatan. Berawal di masjid dan berakhir di masjid. Kiranya begitulah
umat Islam yang tumbuh di masjid dan kelak akan dishalatkan di masjid
sebelum menuju liang lahatnya. Tapi tidak berarti perjuangan berakhir di
masjid, justru perjuangan akan terus bergulir dari masjid.
Jejak-jejak perjuangan K.H. Ahmad Dahlan yang kami dapati dalam ruang
Kauman Yogyakarta menjadikan antara keduanya tak terpisahkan. Wafatnya
Kiai tak berarti turut menghilangkan rekam jejak hidup dan pemikirannya
yang setelah sekian puluh tahun tetap terperangkap dalam ruang-ruang
Kauman. Ruang-ruang yang senantiasa menyimpan ingatannya untuk generasi
penerus. Bukan hanya untuk generasi penerus Muhammadiyah, bukan hanya
untuk kami, tapi untuk generasi kita. Untuk seluruh umat Islam di Dunia.
Kita memang tak berkesempatan bertemu Kiai, tapi dalam ruangnya kita
dapat menyerap semangat dakwah dan pelajaran darinya. Tentu, kalau saja
kita berkeinginan untuk itu.
Akhir kata, hidup-hidupilah Muhammadiyah. Jangan mencari kehidupan di Muhammadiyah.
Wallahu a’lam bishawab. [sp/islampos]
Gambar Bersama 300x200 Jejak Perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam Ruang Kauman Yogyakarta