Perjuangan Perda Syariat Islam di Sulawesi Selatan

Oleh: Syaiful Anshor
PENEGAKAN Syariat Islam di Indonesia seolah jadi isu yang tidak pernah mati. Sejak lama, perjuangan umat Islam untuk menegakkan syariat Islam di Tanah Air tidak pernah surut. Baik usaha secara kultural maupun struktural-konstitusional. Sejak tujuh kata dalam Piagam Jakarta dihapus, ekspektasi penerapan syariat Islam umat Islam tidak begitu signifikan. Meski begitu, umat Islam tidak putus asa dan masih berjuang dengan segala cara. Salah satunya yang dilakukan Nangro Aceh Darussalam yang telah dapatprivillege khusus dari pemerintah berupa otonomi khusus (otsus) untuk menegakkan Syariat Islam.
Hal serupa juga dilakukan di bumi Sulawesi Selatan. Perjuangan ini dilakukan oleh sejumlah tokoh dan ulama yang tergabung dalam Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) yang dikomandani langsung oleh putra pejuang legendaris Sulsel, Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar. Meski begitu, usaha untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia bagian timur ini tidak seperti membalikkan telapak tangan. Perjuangan KPPSI agar Sulawesi Selatan dapat otsus penegakan syariat Islam sampai sekarang belum terwujud. Salah satu sebabnya, belum dapat rekomendasi dari gubernur untuk diajukan ke pemerintah pusat.
Sepanjang sejarah, penegakan syariat Islam di Tanah Air selalu diwarnai pro-kontra. Hal itu karena syariat Islam masih dipandang negatif dengan sederet stigma miring. Syariat Islam dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) karena ada hukum potong tangan dan rajam. Tak sedikit orang yang takut jika syariat Islam diberlakukan. Khususnya kaum sekular-pluralis. Mereka menentang habis-habisan dan secara terang-terangan penegakan syariat Islam. Tak hanya itu, aktivis syariat Islam juga dicitrakan buruk, seperti kelompok radikalis, ekstrimis, dan subversif. Padahal, syariat Islam tidak sesempit pandangan mereka.
Kendati perjuangan KPPSI agar Sulsel dapat otsus penegakan syariat masih jauh, bukan berarti tidak memiliki sumbangsih terhadap pembangunan negara. Setidaknya, penegakan syariat Islam berupa Peraturan Daerah (Perda) bernuansa Islam yang digulirkan di Kabupaten Bulukumba jadi bukti bahwa syariat Islam telah memberikan sumbangsih signifikan terhadap pembangunan daerah. Hal itulah yang dirasakan Mantan Bupati Kabupaten yang terletak di ujung Selatan Provinsi Sulsel ini yang menjabat selama dua periode, 1995-2000 dan 2000-2005, Drs. H. Andi Patabai Pabokori.
Andi Patabai tergolong sukses memimpin Kabupaten Bulukumba. Dari sisi APBD naik signifikan. Begitu juga tingkat kriminalitas. Dari yang sebelumnya angka kriminalitas tinggi, setelah kepemimpinannya turun drastis. Seluruh Muslimah mengenakan pakaian Muslim. Masyarakat Muslim Bulukumba pun pandai membaca Al Quran. Kegiatan keagamaan selalu semarak. Non Muslim pun merasakan manfaatnya hingga tak sedikit yang justru mendukung perda. Gara-gara kesuksesan itu, dia pun dipercaya masyarakat untuk jadi Bupati selama dua periode. Katanya, bahkan, seandainya boleh mencalonkan untuk ketiga kali, masyarakat berharap dia maju kembali jadi Bupati.
Ketika pertama memimpin Bulukumba, Patabi cukup miris melihat kondisi masyarakatnya. Kriminalitas tinggi. Pemerkosaan, pembunuhan, dan pencurian kerap kali terjadi. Begitu juga miras banyak diperjual belikan. Karena itu, dia berfikir, cara untuk menanggulangi itu semua hanya satu: dengan syariat Islam. Patabai pun berfikir simpel. Syariat itu tidak mesti harus dengan rajam dan potong tangan. Tapi, hal-hal sederhana, seperti baca tulis Al-Quran, melarang penjualan miras, kewajiban mengenakan baju muslimah bisa mencegah praktik kriminalitas.
Dia yakin dengan itu masyarakat di Bulukumba bisa hidup aman, nyaman, dan tenang. Konsep format atau wadah penerapan syariat Islam yang dilakukan Patabai berupa Perda bernuansa Islam. Dia membuat empat Perda. Antara lain: Pertama, Perda Nomor: 03 tahun 2002 tentang larangan, pengawasan, penertiban, dan penjualan minuman beralkohol. Kedua, Perda Nomor: 02 Th. 2003 tentang Pengelolaan Zakat Profesi, Infaq, dan Sedekah. Ketiga, Perda Nomor: 05 Th. 2003, tentang Berpakaian Muslim dan Muslimah. Keempat, Perda Nomor : 06 Th. 2003 tentang Pandai Baca Al Quran bagi siswa dan Calon Pengantin.
Perda-perda itu ternyata sangat efektif. Dalam tempo dua tahun, masyarakat telah merasakan efeknya. Kriminalitas turun drastis. Tidak ada lagi orang jualan miras. Tidak ada lagi pencurian. Bahkan, katanya, binatang peliharaan dan kendaraan jika dibiarkan di luar rumah pada malam hari akan aman. Khususnya untuk zakat. Pendapat zakat naik drastis. Patabai mewajibkan jajaran pejabat daerah untuk menyisihkan gajinya untuk zakat. Dana itu pun bisa terkumpul ratusan juta rupiah per bulan dan bisa digunakan untuk membantu masyarakat.
Apa yang terjadi di Bulukumba sebenarnya potret baik penegakan syariat Islam. Meski masih berupa empat perda. Hal itu menandakan jika syariat Islam ditegakkan akan memberikan manfaat, bukan mafsadah. Hal itu sekaligus menepis ketakutan sejumlah kelompok dan tanggapan miring tentang syariat Islam bahwa syariat Islam itu menyelamatkan, bukan saja umat Islam, tapi juga non-Muslim.
Ijtihad
Perda bernuansa syariat Islam yang sukses dilakukan Patabai adalah sebagai bentuk ijtihad penegakan syariat Islam dalam konteks formal-struktural. Syariat Islam itu tidak mesti identik dengan atau menunggu daulah Islamiyah atau khilafah Islam. Format wadah syariat Islam bersifat fleksibel, tidak absolut (qothi’). Hal itu membuka ruang ijtihad. Ijtihad itu justru satu sisi lebih efektif dalam membumikan Islam dalam konteks formal.
Diskursus wadah penerapan syariat Islam juga mengemuka dalam kongres KPPSI yang diadakan di Asrama Haji Sudiang, Makassar 7-9 Maret ini. Amir KPPSI, Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar mengatakan tidak ada dalil qothi baik dalam al Quran maupun hadits yang mengatakan daulah Islamiyah. Karena itu, wadah syariat Islam bersifat ijitihadi dan fleksibel. Fleksibelitas itu bisa diterjemahkan ke berbagai cara. Bisa melalui otonomi khusus, bisa melalui perda-perda syariat Islam, atau daerah Islam binaan. Tergantung probabilitas yang paling memungkinkan.
Karena itu, apa yang dilakukan mantan Bupati Bulukumba patut ditiru. Setidaknya, dengan digulirkannya perda-perda bernuansakan syariat Islam bisa membantu pembangunan daerah dengan menciptakan stabilitas keamanan, ekonomi dan religiusitas masyarakat.[sp/hidayatullah]