Hubungan Muhammadiyah dan Pancasila

sangpencerah.id – Pancasila proses awalnya dari pidato yang disampaikan olehIr. Soekarno di depan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), tanggal 1 Juni 1945, di Jakarta. BPUPKI yang diketuai Dr. KRT Radjiman Widiodiningrat terbentuk pada tanggal 29 April 1945, tetapi baru dilantik tanggal 28 Mei 1945. BPUPKI tanggal 29 Mei- 1 Juni 1945 sidang membahas dasar negara.

Tiap anggota BPUPKI mendapat kesempatan untuk berpidato menyampaikan gagasannya. Tibalah giliran Ir. Soekarno yang akrab dipanggil Bung Karno berpidato. Ketika itu, Bung Karno memperkenalkan istilah Pancasila disertai uraian dan urutan silanya sebagai berikut: 1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan sosial; 5. Ketuhanan.

BPUPKI membentuk panitia sembilan: 1. Ir. Soekarno 2. Drs. Mohammad Hatta 3. Mr. A.A. Maramis 4. Abikusno Tjokrosujoso 5. KH. Abdul Kahar Muzakkir 6. H. Agus Salim 7. Mr. Achmad subardjo 8. KH. Wahid Hasyim 9. Mr. Muhammad Yamin. Panitia tersebut tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan Rancangan Mukaddimah (Pembukaan) Hukum Dasar. Dalam rancangan Mukaddimah yang kemudian dinamakan Piagam Jakarta itu, rumusan pancasila tata urutannya sebagai berikut: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bung Karno selaku ketua Panitia Sembilan, telah melaporkan hasil kerjanya dan BPUPKI dalam sidangnya tanggal 14 Juli 1945 menerima dan mengesahkan Piagam Jakarta. Selanjutnya BPUPKI, tanggal 16 Juli 1945, menerima seluruh rancangan hukum dasar yang telah selesai dirumuskan.

BPUPKI digantikan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Ada kabar misterius konon Bung Hatta tanggal 17 Agustus 1945 sore menerima kabar bahwa rakyat di Indonesia timur yang beragama Kristen dan Katolik akan menolak masuk Republik Indonesia jika dalam UUD ada rumusan “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Padahal A.A. Maramis seorang tokoh nasrani yang duduk dalam Panitia Sembilan telah menyetujui rumusan tersebut. Kabar tersebut menimbulkan kecemasan, jika ternyata benar. Karena itu perlu segera diantisipasi agar tidak segera terjadi.

Bung Hatta lalu melakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh Islam yang duduk dalam PPKI. Agar menjelang sidang PPKI, hal tersebut sudah dapat diselesaikan. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD (Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945). Rumusan Pancasila dalam pembukaan UUD tersebut sebagai berikut: Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan serta dengan Mewujudkan suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Pancasila sebagai dasar negara dalam pembukaan UUD 1945 adalah karya bersama dan milik bangsa Indonesia. Muhammadiyah besar partisipasi dan kontribusinya, sumbang saran dan pemikirannya dalam pembahasan dasar negara sampai dicapai kesepakatan nasional dan Pancasila disahkan sebagai dasar negara. Peran penting itu dilakukan oleh beberapa tokoh Muhammadiyah: Ki Bagus Hadikusumo, KH. Abdul Kahar Muzakkir, Dr. Sukirman Wirosandjojo, Mr. Kasman Singodimedjo. Kita perlu mengetahui bahwa Ki Bagus Hadikusumo, Ketua PP. Muhammadiyah (1942-1953), sebagai anggota BPUPKI, tanggal 31 Mei berpidato di hadapan sidang BPUPKI. Satu hari kemudian tiba giliran Bung Karno yang dalam pidatonya menyebut nama Ki Bagus Hadikusumo sampai sembilan kali. Ini tentu dapat diduga karena Ki Bagus dalam forum penting itu banyak memberikan sumbangsaran dan pemikiran yang berharga. Sementara itu KH. Abdul Kahar Muzakkir anggota panitia sembilan turut berperan merumuskan Piagam Jakarta yang Dr. Sukirman menyebutnya sebagai gentlement agreement.

Nah, bagaimana ketika ada berita gawat yang diterima oleh Bung Hatta yang datang dari Indonesia Timur seperti telah disebutkan? Tentu harus cepat diselesaikan. Kalau dibiarkan pasti mengancam kelangsungan Indonesia Merdeka. Bung Hatta mengutus Mr. Kasman menemui Ki Bagus menyampaikan persoalan pelik yang sedang dihadapi agar ada solusi. Tentu terasa sangat berat beban yang dipikul oleh Ki Bagus. Dalam hal ini sikap kenegarawanan Ki Bagus diuji. Mengingat dalam situasi darurat, sangat mendesak, dan perlu segera ada jalan keluar, maka Ki Bagus memilih persatuan dan kesatuan bangsa harus diutamakan serta keutuhan dan keselamatan Negara Republik Indonesia harus didahulukan. Karena itu Ki Bagus menyetujui tujuh kata dalam “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” di belakang kata Ketuhanan dihapus dan mengusulkan diganti tiga kata “Yang Maha Esa” sehingga menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu agar dua kata menurut dasar di depan kemanusiaan yang adil dan beradab dihapus. Persetujuan dan usul Ki Bagus tersebut mempunyai arti penting untuk mengatasi persoalan yang gawat. Sehingga sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 lancar menerima dan mengesahkan UUD 1945 (Pembukaan dan Batang Tubuhnya). Karena itu, benar dan tidak berlebihan kalau menteri agama Alamsyah Ratu Prawiranegara pernah menyatakan bahwa pancasila merupakan hadiah besar umat Islam bagi bangsa dan negara Indonesia.

Muhammadiyah melalui para tokohnya terlibat secara aktif dalam pembahasan, perumusan dan pengambilan keputusan dan pengesahan Pancasila dan UUD 1945 bersama komponen bangsa lainnya. Karena itu, Muhammadiyah menegaskan bahwa salah satu sifatnya adalah mengindahkan segala hukum, undang-undang dan falsafah negara yang sah. Selain itu Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berfilsafat pancasila untuk bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil makmur dan diridhai Allah swt. Demikian fungsi dan misi Muhammadiyah di NKRI yang berdasarkan Pancasila.

*Disadur dari Majalah suara Muhammadiyah Edisi No. 11 Tahun ke 99 1-15 Juni 2014
hal. 26