Mohon Matikan Rokoknya, Suami Saya Asma dan ada Bayi

Jum’at, 9 Mei 2014, saya, istri saya dan bayi kami yang berumur 6 bulan,  pergi ke sebuah rumah makan di daerah  wisata kuliner Lodaya, Bogor. Tidak banyak pengunjung di rumah makan tersebut, namun ada sekelompok orang di sebuah meja tengah tampak sedang merokok. Ada 4 orang di meja itu, setidaknya ada 3 orang yang tampak merokok (Lelaki, perempuan berjilbab dan perempuan berambut panjang).
Merokok di Area Non-Smoking Dekat Bayi

Di depan rumah makan tersebut ada sebuah baliho vertikal dengan tanda larangan merokok dan kutipan pasal dari Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok Kotamadya Bogor. Di atas setiap meja makan restoran tersebut juga ada plakat plastik dengan tanda larangan merokoknya serta kutipan Perda KTR Bogor. Perda KTR Bogor juga memberikan beberapa sanksi administratif, denda dan kurungan terhadap beberapa jenis pelanggaran.

Sambil menggendong anak bayi saya yang berusia 6 bulan, istri saya dari meja kami mengangkat plakat larangan merokok dan berkata (kira-kira): “Mas, ada anak bayi dan suami saya asma, rokoknya tolong dimatikan ya”. Ada sedikit argumentasi dengan beberapa wanita yang duduk di meja itu yang tampaknya keberatan, tapi kemudian Pria itu menjawab, “Oh iya, ma’af” dan kemudian mematikan rokoknya.
Namun beberapa saat kemudian, kami masih menghirup asap rokok. Saya meminta kepada pelayan restoran agar memanggil manajernya. Pelayan bilang, bahwa manajernya tidak ada. Dia juga bilang, bahwa kalau ada Satpol PP, mereka bisa kena razia. Saya pun menghampiri mereka. Dengan sangat amat sopan sekali saya bilang permisi. Saya meminta mereka mematikan rokoknya. Tapi tidak digubris. Saya pun mengingatkan sebagai orang hukum, dengan menunjuk plakat Perda KTR di mejanya bahwa di rumah makan ini merokok dilarang. Tetapi beberapa dari mereka tidak menerima dan kemudian saya terlibat beberapa argumentasi. Salah seorang diantara mereka, Ibu Ibu berjilbab yang sedang merokok,  bilang bahwa sebelum kami datang banyak juga yang merokok dan baru ini dia dikomplain. Saya menjawab: ada larangan malah dilanggar ramai ramai. Tapi hukumnya, sebagaimana tertulis di meja Ibu adalah disini dilarang merokok [LihatArgumentum ad Populum]. Salah satu perempuan di meja tersebut juga bilang dia anak anggota**. Saya bertanya, anak anggota apa, DPR?, siapa namanya?Yang tidak dijawab oleh mereka. Belakangan kami baru tau istilah “anak anggota” biasa dipakai untuk anak aparat tertentu. Entah benar atau tidak.
Istri saya sempat mengambil foto saya yang sedang meminta mereka untuk berhenti merokok di area non-smoking tersebut. Dia juga berujar bahwa foto saya meminta mereka berhenti merokok tersebut akan kami unggah ke media sosial. Namun berkali-kali permintaan kami ditentang. Kami terpaksa keluar dan pergi ke restoran di seberang jalan.
Wanita berambut panjang ** [yang mengaku anak “anggota”] membuka Pintu Mobil, Memaksa Istri Turun dan Mencoba Merebut HP Saat Istri Menggendong Bayi

Selesai di restoran kedua, saya mengambil mobil dan menjemput anak istri saya. Ketika mobil kami siap meninggalkan restaurant, istri saya yang duduk di belakang bersama bayi kami mengambil foto bagian depan restoran tersebut. Rupanya orang yang berargumentasi dengan kami tadi sedang beranjak meninggalkan restoran. Tampaknya mereka melihat kami mengambil foto dan berjalan ke arah mobil kami.
foto: bagian depan rumah makan di Lodaya dengan mobil pelaku parkir di depan nya

Ibu perokok berjilbab berjalan ke pintu saya dan berkata “ini pelanggaran”, saya tidak tahu apa maksudnya. Karena jalan tersebut sempit dan banyak kendaraan antre di belakang, saya bilang saya akan turun setelah memarkirkan kendaraan, tapi si ibu dan temannya tetap berada di dekat mobil kami, menciptakan kemacetan jalan. Si Ibu perokok berjilbab sempat menuduh kami mengancam mereka dan bilang punya pengacara di rumah. Lalu istri saya menjelaskan bukan mengancam, hanya punya suami yang asma dan anak yang alergi. istri saya juga menyampaikan bahwa dia sudah bilang baik-baik berkali kali minta agar mereka tidak merokok. Akan tetapi, lagi lagi alasan si Ibu; dari tadi banyak yang merokok, baru kami saja yang komplain. Dia juga berdalih bahwa dia juga bengek. Loh?!
IMG_20140509_165511
foto: tiga orang pelaku mendekati mobil kami menyuruh keluar dari mobil, membuka pintu dan berusaha merampas hand phone istri saya.

Seorang perempuan lainnya, yang berambut panjang dan mengaku anak “anggota”, dengan kasar menyuruh istri saya menyerahkan handphone nya dan turun dari mobil. Bayi kami ketakutan mendengan hentakan hentakan suara kasar, ia menangis terus menerus. Istri saya mengangkat anak kami dari car seat ke gendongan. Karena hand phone istri tidak diberikan, perempuan itu lalu membuka tanpa izin pintu mobil belakang dimana istri saya dan anak saya berada. Kemudian perempuan itu berusaha mengambil handphonenya tapi istri saya mengelak dan rengkuhan tangannya mengenai tangan istri saya.
IMG_20140509_165550
foto: tangan perempuan yang mengaku sebagai “anak anggota” berusaha merampas hand phone istri saya tapi gagal.
Untung tukang parkir restaurant datang melerai, istri saya buru-buru menutup pintu mobil. Masih ketakutan dikeroyok saat menggendong bayi, istri saya berteriak “…tolong…tolong…”. Mendengar istri saya berteriak, perempuan yang berambut panjang mengeluarkan kata-kata tidak menyenangkan sambil beranjak pergi ke seberang jalan ke arah mobil mereka. Karena jalanannya kecil dan kondisinya ramai, banyak sekali saksi yang melihat kejadian itu. 
Sebagai penderita asma dan ayah dari bayi yang alergian, ini bukan pertama kali kami meminta perokok mematikan rokok nya di tempat umum. Kami simpatik sekali dengan perokok yang sukarela berhenti merokok saat melihat saya batuk-batuk atau membawa bayi. Kami sadar berhenti merokok itu sulit sekali, jadi bagi teman teman perokok yang rela mematikan api nya untuk kami, salut! Kami pun tidak menilai para perokok yang membully kami sore tadi adalah orang jahat. Tentu mereka manusia juga, punya sisi baik dan buruk. Namun kami merasa sudah terlalu sering melihat dan menjadi korban small injustices. Merokok lah di tempat yang disediakan, yang tidak merugikan orang lain. Sudah saat nya kita stand up, mengkonfrontasikan hak menolak menjadi perokok pasif dan mengkampanyekan sikap welas asih kepada publik.