Mendidik Anak Sebagai Manusia, Bukan Sebagai Robot

Menjadi orang tua, barangkali adalah amanah paling berat yang harus diemban seorang manusia. Menjadi orang tua bukanlah sebuah profesi yang mudah, selain harus memberi nafkah materi, orang tua juga harus memberikan contoh dan teladan yang baik bagi anaknya. Pendidikan anak adalah tanggung jawab orang tua sepenuhnya.
Mendidik anak, bagi sebagian besar orang tua mungkin adalah pekerjaan yang sepele, cukup memenuhi kebutuhan materi sang anak, kemudian menyekolahkan sang anak jika sudah cukup umur, lalu memilihkan jurusan keilmuan yang cocok sesuai dengan keinginan si orang tua. Banyak orang tua yang mengharapkan anaknya menjadi seperti yang mereka inginkan, namun mereka lupa mempertanyakan apa sebenarnya keinginan dan harapan sang anak itu sendiri. Yang pada akhirnya, seorang anak tumbuh sepenuhnya tunduk atas keinginan orang tuanya, menjalaninya meski dengan terpaksa.
Padahal sejatinya, anak-anak sangat butuh perlakuan yang benar dan bijaksana, bukan sekadar materi. Materi hanyalah sarana pendukung, tetapi hati seorang anak perlu untuk kita besarkan, perlu untuk kita jaga, perlu untuk kita tumbuhkan. Jika hanya kebutuhan materi anak saja yang dipenuhi, maka akan ada semacam keterpaksaan dari jiwa sang anak ketika memenuhi setiap keinginan orang tuanya. Setiap apa yang menjadi kewajibannya ia jalani semata kerena takut dan terpaksa.
Keterpaksaan anak yang semacam itulah yang dikhawatirkan. Tidak sepatutnya orang tua memaksakan kehendak dan keinginannya kepada sang anak. Sebaliknya, orang tua harus memberikan ruang kepada anaknya, memberi ruang bagi anak untuk berpikir dan kreatif, menghargai setiap pendapat anak, dan memberi apresiasi pada karya-karya yang dihasilkan sang anak.
Kendala yang kerapkali muncul dalam hubungan antara orang tua dengan anak adalah tidak adanya komunikasi yang intens. Tidak adanya komunikasi itu menyebabkan orang tua abai mendengarkan keinginan anaknya, bahkan tidak memberi kesempatan anaknya untuk mengutarakan keinginannya. Seharusnya, orang tua bisa bertindak bijaksana dengan menanyakan apa keinginan dan pilihan sang anak, barulah ia mengarahkan keinginan dan pilihan itu ke jalan yang paling baik. Sulit berkomunikasi dengan anak membuat orang tua tidak sadar bahwa ia sedang membangun benteng kokoh yang memisahkan hubungannya dengan anak, bukan membangun jembatan dari hati ke hati .
Ada banyak hal-hal kecil untuk memulai komunikasi sebagai jembatan pengakrab dengan anak, misalnya dengan memuji sang anak. Memuji anak akan membesarkan hatinya sehingga ia merasa bangga dengan apa yang telah dilakukan dan dicapainya. Selama ini, banyak orang tua yang terlalu cepat marah saat anaknya berbuat yang kurang berkenan di hati. Namun, mereka (orang tua) sangat sering terlambat memuji atau bahkan sama sekali tidak memuji saat anak berbuat sesuatu yang benar .Dengan memarahi anak dan jarang memujinya, maka akan tercipta jarak yang semakin menganga dengan anak, dan hubungan orang tua dengan si anak akan semakin gersang.
Ukuran Bahagia Bukan Hanya Materi
Selama ini, banyak orang tua yang merasa telah sukses menjalankan tugasnya membahagiakan anak ketika telah mampu mencukupi kebutuhan materi sang anak. Mereka merasa, dengan memberikan materi yang cukup bahkan berlimpah, sang anak akan merasa bahagia dan bangga akan perhatian orang tuanya. Padahal, anggapan yang demikian itu sepenuhnya keliru. Ukuran bahagia sang anak bukan hanya materi, melainkan juga perhatian yang intens dari orang tua. Perhatian yang intens ini juga bukan berarti orang tua bertindak posesif dengan mengawasi setiap gerak-gerik anaknya.
Membahagiakan anak, tidaklah selalu dengan memberikan materi. Apa gunanya kita memberikan hal tersebut dengan berlimpah jika anak sering sakit hati karena kita marahi.
Kata kunci untuk menjalin hubungan yang baik antara orang tua dan anak adalah komunikasi. Jika anak melontarkan ide dan keinginannya, orang tua harus menjadi orang tua yang baik. Jika anak melontarkan pertanyaan, cobalah pahami pertanyaan anak dengan bijaksana. Jika orang tua tidak tahu jawabannya, simpanlah pertanyaan anak untuk dicari jawabannya bersama. Bangunlah komunikasi dua arah melalui cara merespons pertanyaan anak dengan bijaksana.
Orang tua yang bijaksana harus bisa memulai membangun komunikasi yang baik dengan anaknya, karena bagaimanapun, orang tualah yang bertanggung jawab atas perkembangan si anak. Pola komunikasi orang tua dengan si anak juga harus mulai diubah. Misalnya orang tua selama ini terbiasa menyuruh, hendaklah mengubah suruhan itu dengan ajakan. Ajakan, berarti orang tua juga terlibat aktif dengan apa yang dilakukan anaknya. Anak akan merasa senang jika orang tua dapat memberi contoh karena mereka butuh panutan atau pemimpin, dan pemimpin dan panutan yang paling dekat adalah orang tua.
Akhirnya, orang tua yang bijaksana bukanlah orang tua yang mampu memenuhi setiap kebutuhan materi sang anak, tapi di sisi lain memaksakan setiap kehendaknya kepada sang anak. Orang tua yang bijaksana adalah mereka yang mendengarkan keinginan dan harapan anaknya, kemudian memfasilitasinya sejauh keinginan mereka itu baik. Orang tua yang bijaksana adalah mereka yang memberi teladan dan panutan. Sebab anak adalah manusia yang harus diperlakukan layaknya manusia, bukan robot yang bisa diperintah seenaknya sesuai keinginan orang tua. [sp/taqwimislamy.com]